Sastra

Abu Bakar As-Shidiq – Sahabat Sejati Rasulullah dan Pemimpin Umat

Abu Bakar As-Shidiq – Sahabat Sejati Rasulullah dan Pemimpin Umat

Seri 2: Ujian di Jalan Kebenaran

Oleh : Dwi Taufan Hidayat (Penasehat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang, Sekretaris Korps Alumni PW IPM/IRM Jawa Tengah, & Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang)

PWMJATENG.COM – Matahari perlahan turun di ufuk barat, meninggalkan langit Mekah yang berwarna jingga keemasan. Namun, suasana kota yang biasanya sibuk dengan pedagang dan peziarah kini berubah tegang. Kabar tentang dakwah Muhammad mulai menyebar, dan Abu Bakar As-Shidiq, salah satu orang pertama yang menerima ajaran Islam, mulai merasakan tekanan dari kaumnya sendiri.

Keputusannya untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tidak hanya mengubah jalan hidupnya, tetapi juga membawanya ke dalam ujian yang berat. Kaum Quraisy tidak bisa menerima kenyataan bahwa seorang saudagar terhormat seperti Abu Bakar memilih meninggalkan agama nenek moyangnya.

“Abu Bakar, engkau orang terpandang di Mekah! Mengapa kau mengikuti Muhammad?” Suatu hari, salah seorang sahabat lamanya, Uqbah bin Abi Mu’ith, menegurnya dengan nada marah.

Abu Bakar tersenyum tenang, namun suaranya tegas, “Aku memilih kebenaran. Muhammad membawa cahaya dari Allah. Tidakkah engkau melihat bagaimana berhala-berhala itu tidak bisa berbicara, tidak bisa mendengar, dan tidak bisa menolongmu sedikit pun?”

Uqbah menggeleng, wajahnya memerah karena amarah. “Engkau menghina keyakinan kita! Kami tidak akan membiarkan Muhammad dan pengikutnya merusak kehormatan suku kita.”

Ancaman dan tekanan pun semakin kuat. Para pemimpin Quraisy mulai menghasut orang-orang untuk menjauhi Abu Bakar. Ia yang dahulu disegani sebagai saudagar jujur, kini dicemooh di jalan-jalan Mekah. Namun, semua itu tidak menggoyahkan imannya.

Suatu hari, saat Abu Bakar berjalan melewati Ka’bah, beberapa pemuka Quraisy menahannya. Di tengah kerumunan, mereka memaksanya untuk kembali kepada agama leluhur mereka.

“Abu Bakar, tinggalkan Muhammad! Kembalilah kepada penyembahan berhala, dan kami akan menerimamu kembali,” ujar Abu Jahl dengan nada penuh tekanan.

Namun, Abu Bakar berdiri tegak, matanya bersinar dengan keyakinan. “Aku tidak akan kembali kepada kesesatan. Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya.”

Kemarahan pun meledak. Para pemuka Quraisy memerintahkan orang-orang untuk memukulinya. Abu Bakar dikeroyok, dipukul, dan diinjak-injak hingga wajahnya berlumuran darah. Dalam keadaan lemah, ia hanya mampu mengucapkan satu kalimat, “Di mana Rasulullah?”

Ketika keluarganya membawa pulang tubuhnya yang penuh luka, ibunya menangis melihat putranya terbaring lemah. “Anakku, minumlah air ini,” ujarnya dengan cemas.

Namun, Abu Bakar membuka matanya dengan susah payah dan berbisik, “Bagaimana keadaan Rasulullah?”

Ibunya tidak menjawab. Ia bukan seorang Muslim dan tidak mengerti mengapa putranya lebih memikirkan Muhammad daripada dirinya sendiri. Namun, Asma’, putri Abu Bakar, segera memahami maksud ayahnya.

“Rasulullah selamat, Ayah,” katanya lembut.

Mendengar kabar itu, Abu Bakar tersenyum, meskipun rasa sakit masih menyiksa tubuhnya. “Aku tidak akan makan dan minum sampai aku melihat beliau sendiri.”

Dengan tubuh lemah, ia memaksakan diri berjalan ke rumah Arqam bin Abi Arqam, tempat Rasulullah dan para sahabat berlindung. Saat melihat wajah Rasulullah yang penuh kasih, air mata Abu Bakar mengalir.

Baca juga, Indahnya Berbuka dengan Sederhana dan Penuh Syukur

“Wahai Rasulullah, aku bersyukur engkau selamat,” katanya dengan suara serak.

Rasulullah terharu melihat kesetiaan sahabatnya. “Wahai Abu Bakar, Allah akan membalas pengorbananmu,” ujarnya, menepuk bahu sahabatnya dengan penuh kasih sayang.

Namun, ujian belum selesai. Para sahabat mulai menghadapi penyiksaan yang semakin kejam. Bilal bin Rabah dijemur di padang pasir dengan batu besar di dadanya, Sumayyah binti Khayyat ditikam hingga syahid, dan banyak Muslim lainnya disiksa tanpa belas kasihan.

Melihat penderitaan itu, Abu Bakar merasa hatinya terguncang. Ia tidak hanya ingin menjadi pengikut yang setia, tetapi juga ingin melindungi saudara-saudaranya. Dengan kekayaan yang dimilikinya, ia mulai membebaskan para budak Muslim yang disiksa, termasuk Bilal.

Ketika Abu Bakar mendatangi tuan Bilal dan menawarkan untuk membelinya, majikannya tertawa sinis. “Engkau benar-benar bodoh, Abu Bakar. Jika engkau menawar setengah harga ini, aku tetap akan menjualnya. Apa gunanya budak sekarat sepertinya?”

Namun, Abu Bakar menatapnya dengan penuh keyakinan. “Aku tidak membeli Bilal untuk sekadar kepentingan dunia. Aku membelinya karena Allah.”

Setelah Bilal dibebaskan, Abu Bakar membimbingnya, menyembuhkan lukanya, dan mengajaknya semakin dekat kepada Islam.

Namun, ancaman terhadap Abu Bakar semakin meningkat. Para pemuka Quraisy mulai merancang strategi untuk menghentikan dakwah Rasulullah. Mereka bersekongkol untuk membunuh Nabi.

Dalam pertemuan rahasia, mereka berkata, “Jika Muhammad terus dibiarkan, Mekah akan berubah. Kita harus menghabisinya!”

Kabar ini sampai kepada Rasulullah, dan Allah memberikan perintah untuk berhijrah ke Madinah. Namun, perjalanan itu penuh bahaya.

Ketika Rasulullah menyampaikan niatnya kepada Abu Bakar, sahabat setianya itu langsung menangis.

“Wahai Rasulullah, apakah aku akan menemanimu?” tanyanya dengan penuh harap.

Rasulullah tersenyum dan mengangguk. “Engkau akan menjadi sahabatku dalam perjalanan ini.”

Tanpa ragu, Abu Bakar segera mempersiapkan bekal dan perjalanan. Ia tidak peduli dengan bahaya yang mengancam. Baginya, yang terpenting adalah melindungi Rasulullah dengan segala yang ia miliki.

Dan di malam yang sunyi, di saat para pembunuh berkumpul di depan rumah Rasulullah, Abu Bakar dan Nabi Muhammad diam-diam meninggalkan Mekah. Mereka berjalan dalam kegelapan, menuju perjalanan yang akan mengubah sejarah Islam selamanya.

(Bersambung ke Seri 3 – Hijrah ke Madinah: Perjalanan Penuh Bahaya)

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE