PWMJATENG.COM, Jakarta – Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah menggelar Tanwir I Tahun 2025 dengan tema Dinamisasi Perempuan Berkemajuan Mewujudkan Indonesia Berkeadilan. Acara yang berlangsung selama tiga hari, dari Rabu hingga Jumat (15-17 Januari 2025), di Jakarta ini menjadi momen penting untuk merefleksikan peran perempuan dalam menghadirkan keadilan sosial di tengah berbagai tantangan zaman.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam sambutannya menggarisbawahi pentingnya makna Tanwir sebagai momentum strategis. “Nama Tanwir itu pertama kali diambil oleh Muhammadiyah pada Muktamar 1935 di Banjarmasin. Kata ini berarti pencerahan, yang memiliki akar dari kata Nur dalam Al-Qur’an. Sebagai gerakan pencerahan, Tanwir bertujuan membebaskan, memberdayakan, dan memajukan seluruh aspek kehidupan,” ungkap Haedar.
Haedar menjelaskan bahwa Tanwir tidak hanya sekadar acara musyawarah, tetapi juga bentuk konkret dari Harakatut Tanwir atau Gerakan Pencerahan. Gerakan ini, lanjutnya, mengandung tiga misi utama: membebaskan dari kemiskinan dan ketidakadilan, memberdayakan masyarakat untuk mandiri, serta menciptakan kemajuan yang signifikan.
“Tanwir harus menjadi ruang untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan, seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial. Selain itu, Tanwir juga menjadi sarana untuk menghadirkan Islam sebagai solusi terhadap kekeringan ruhani dan krisis moral yang melanda masyarakat,” tambah Haedar.
Dalam pidatonya, Haedar juga menyoroti pentingnya transformasi nyata. “Kadang kita terlalu terpukau oleh pidato, tetapi realitas tidak berubah. Islam harus hadir sebagai gerakan nyata yang mampu memberikan solusi konkrit,” tegasnya.
Sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah memiliki tanggung jawab besar dalam mendinamisasi perempuan menuju kemajuan. Haedar mengapresiasi kontribusi ‘Aisyiyah yang konsisten membangun kemandirian perempuan dan memberdayakan masyarakat.
Baca juga, Pidato Iftitah Ketua Umum PP ‘Aisyiyah pada Tanwir I ‘Aisyiyah Tahun 2025
“Aisyiyah tidak hanya harus membebaskan perempuan dari ketertinggalan, tetapi juga membangun kekuatan baru untuk menciptakan kemandirian. Dengan demikian, perempuan tidak hanya diberi, tetapi mampu mandiri dengan kekuatannya sendiri,” paparnya.
Haedar menekankan pentingnya membangun relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi gender. “Kita harus membangun martabat manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dalam kesetaraan dan martabat yang sama. Ini juga berarti memberikan ruang bagi toleransi dan kemajemukan bangsa,” jelasnya.
Haedar juga menekankan konsep wasatiyatul Islam atau moderasi Islam sebagai salah satu inti dari gerakan pencerahan. Moderasi ini, katanya, menjadi fondasi penting dalam menjaga harmoni kehidupan beragama, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta. “Wasatiyah berarti menjaga prinsip dasar setiap agama tanpa perlu mencampuradukkan keyakinan, tetapi tetap menghormati keberagaman dalam kehidupan bersama,” ujar Haedar.
Lebih lanjut, gerakan transformasi yang ditekankan Haedar bertujuan untuk memobilisasi potensi masyarakat dan menggerakkan perubahan nyata. “Gerakan ini tidak cukup hanya pada tataran umum, tetapi harus menyentuh level konkret dengan mengagendakan perubahan dan memproyeksikan masa depan,” tambahnya.
Sebagai penutup, Haedar mengingatkan para peserta Tanwir untuk mengisi forum ini dengan penuh keseriusan. “Tanwir ini memiliki agenda yang berat, yaitu dinamisasi perempuan berkemajuan dan mewujudkan Indonesia berkeadilan. Oleh karena itu, kita harus bermusyawarah dengan kecerdasan tinggi,” pesannya.
Tanwir I Tahun 2025 ini menjadi tonggak penting bagi ‘Aisyiyah untuk terus memperkuat perannya sebagai pelopor perubahan dan pencerahan. Dengan komitmen bersama, visi mewujudkan keadilan sosial melalui dinamisasi perempuan dapat menjadi kenyataan di Indonesia.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha