Istighfarnya Mbah Kiai dan Etos Lingkungan Hidup Sang Pemuda
Istighfarnya Mbah Kiai dan Etos Lingkungan Hidup Sang Pemuda
Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)
PWMJATENG.COM – Malam itu setelah Salat Isya berjamaah hujan turun deras, tinggal Simbah Kiai yang jadi imam dan seorang pemuda yang tertahan belum bisa pulang karena tidak bawa payung, dari tegur sapa terjadilah dialog antara keduanya di serambi masjid.…gayeng, santai penuh adab.
Mbah Kioai berpesan pada anak muda itu “….perbanyaklah istighfar, perbanyak istighfar nak, sekarang banyak terjadi bencana karena dosa-dosa manusia, ingat dalam Al Qur’an diceritakan bagaimana Allah memberi bencana kepada kaum Tsamud, kaum ‘Ad, kaum Luth dll”
Sang Pemuda mencoba memberikan respon : “Bencana terjadi karena perbuatan manusia Mbah kyai, sehingga manusia harus bertanggung jawab sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an : “….telah tampak kerusakan di darat dan dilaut akibat perbuatan manusia.”
Mbah Kiai cepat memberikan tanggapan : “Ulah tangan manusia itu tidak mampu sampai menimbulkan tsunami, tidak mampu menggerakkan lempeng bawah laut, gunung meletus, gempa bumi, angin puting beliung, Hanya Allah Yang Maha Perkasa sajalah yang mampu menggerakkan itu..”
Simbah Kiai tambah semangat : “….Adapun ayat Al Quran surat Ar Rum ayat 41 yang berbunyi : “Telah tampak kerusakan di daratan dan lautan itu Khalifah Abu Bakar AS Sidiq menafsirkan : 1) Daratan maksudnya adalah lisan. Apabila lisan rusak, maka menangislah manusia, karena merasa tersakiti dan terdzalimi, karena lisan digunakan untuk menfitnah dan mencaci maki orang lain. 2). Lautan maksudnya adalah hati. Kalau hati rusak, maka menangislah malaikat. Karena kerusakan hati adalah riya’, sombong, hasad, dengki, ujub dll. sehingga malaikat menangis karena menyesalkannya. Begitulah penafsiran Abu Bakar As Siddiq, kerena pada waktu itu daratan dan lautan belum rusak, padahal kalimatnya berbunyi telah nampak kerusakan”
Sang Pemuda menanggapi tenang : “Leres sanget mbah Kyai, sebuah tafsir klasik – kalau boleh saya sebut begitu Mbah ? – sangat penting tapi tidak berhenti disitu saja perlu di relevansikan dengan jaman, fenomena alam seperti tsunami, gunung meletus, gempa bumi, angin puting beliung semestinya menimbulkan ghirah penemuan ilmu pengetahuan baru, sedangkan yang bisa kita jangkau dengan ‘kekuasaan manusia/akal kita’ menumbuhkan kesadaran bahwa realita kerusakan lingkungan sudah luar biasa akibat penambangan, pembangunan pemukiman dan infrastruktur yang abai terhadap lingkungan, penebangan pohon, penggusuran makhluk2 hidup di hutan, pembuangan sampah sembarangan berakibat banjir, longsor dst, itu semua akibat dari akhlak manusia yang buruk, sehingga manusia tidak cukup hanya beristighfar, tapi juga harus berbuat sesuatu, bencana akan hilang selain dengan istighfar juga tindakan manusia mengatasi kerusakan lingkungan hidup itu.”
Baca juga, Hukum Politik Uang Menurut Muhammadiyah
Simbah Kyai tertegun, lantas berkata : “bagus …teruskan apa yang ada dalam pikiranmu anak muda !”
Anak muda yang ‘rada-rada’ mbeling itu tambah semangat : “Sekarang fenomena alam diluar kemampuan manusia itu telah menciptakan ilmu geologi, geografi, fisika, vulkanologi, seismologi sedangkan soal kerusakan lingkungan hidup sudah menjadi isu global, sangsi bagi negara2 yang proyeknya berdampak kerusakan lingkungan, ada sebuah LSM dunia Greenpeace yg mengkampanyekan perlindungan lingkungan termasuk semua makhluk hidup yg ada didalamnya, mereka non muslim, kita yang muslim seharusnya lebih bersemangat atas dasar spirit agama, perintah Allah dan perbanyak istighfar serta kuatkan pikiran etis dan etos penyelamatan lingkungan hidup secara sistemik dan masif”
Pemuda itu tak terbendung “..ngapunten Mbah Kiai ‘tafsir klasik’ dari Simbah sangat penting tapi itu terikat oleh ruang dan waktu saat itu dan ‘berorientasi vertikal’ dan fiqih akhlaqi ..jadi tidak berhenti disitu saja perlu tafsir kontemporer, pemanfaatan ilmu pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan hidup dan mentradisikan hidup bersih teratur, merawat alam sebagai karunia dari Allah dan sebagai solusi, karena kalau tidak akan berakibat Islam tidak bisa merespon jaman, tumpul, dakwah menjadi tidak bermakna, Islam bisa ditinggalkan, sekularisme yang muncul …kondisi saat ini kerusakan lingkungan sudah luar biasa akibat perbuatan manusia sehingga manusia harus banyak istighfar dan bertanggung jawab untuk memperbaikinya.”
Mbah Kiai antusias : ” Lantas apa yang harus kita lakukan anak muda?”
Pemuda itu sejenak diam berpikir lantas berkata : “kita awali dengan pondasi tauhid/teologi sosial dalam bingkai Islam Berkemajuan : menggembirakan, menggerakkan, mencerahkan, lanjut sebagai pedoman menyusun Fiqih Lingkungan Hidup kemudian rekruitmen sumber daya dan pelatihan-pelatihan dan diwujudkan dalam program aksi penyelamatan lingkungan, dan mitigasi bencana secara terprogram, terlembaga dan berkolaborasi dengan banyak pihak … mungkin demikian Mbah Kiai”
Simbah Kiai manggut-manggut setuju, dalam hati : anak muda ini bijak dan cerdas alhamdulillah.
Bersamaan dengan itu hujan reda, mereka bersalaman dan pulang ke rumah masing-masing dengan gembira. Wallahu a’lam.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha