Membaca Ulang Individuasi Kader IMM dalam Gagasan Kosmopolitanisme
Membaca Ulang Individuasi Kader IMM dalam Gagasan Kosmopolitanisme
Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha (Instruktur Madya IMM; Eks-Trainer DAP IMM 2022)
PWMJATENG.COM – Dalam era globalisasi yang semakin mendalam, konsep kosmopolitanisme menjadi relevan sebagai landasan bagi individu untuk memahami perannya dalam masyarakat yang lebih luas. Di tengah dinamika ini, individuasi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menjadi salah satu aspek penting yang perlu ditinjau ulang. Individuasi dalam konteks ini merujuk pada proses pembentukan identitas diri yang otonom dan dewasa, yang tidak hanya berakar pada nilai-nilai lokal dan religius, tetapi juga mampu berdialog dengan dunia yang lebih luas. Gagasan kosmopolitanisme, yang menekankan keterbukaan terhadap perbedaan dan keterhubungan global, menawarkan perspektif baru dalam memahami individuasi kader IMM.
Individuasi dalam Kaderisasi IMM
Individuasi adalah konsep psikologi yang pertama kali diperkenalkan oleh Carl Jung, yang merujuk pada proses perkembangan diri menuju integrasi total aspek-aspek psikologis seseorang. Dalam konteks kader IMM, individuasi ini berkaitan dengan proses pembentukan identitas sebagai seorang kader yang tidak hanya memiliki pemahaman mendalam terhadap agama, tetapi juga mampu memosisikan diri secara kritis dalam masyarakat global. Kader IMM, dengan nilai-nilai Islam yang kuat, diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai universal, seperti keadilan, kesetaraan, dan kebebasan, yang menjadi ciri utama kosmopolitanisme.
Namun, tantangan utama yang dihadapi kader IMM adalah menjaga keseimbangan antara nilai-nilai keislaman yang mereka pelajari dan pengaruh dari dunia global yang terus berubah. Proses individuasi ini sering kali melibatkan benturan antara identitas lokal dengan nilai-nilai global, yang dapat memicu krisis identitas jika tidak dihadapi dengan bijaksana. Individuasi kader IMM harus berbasis pada pemahaman mendalam terhadap Islam, tetapi tetap terbuka terhadap perubahan sosial dan globalisasi, karena kader IMM adalah bagian dari masyarakat yang lebih luas.
Kosmopolitanisme: Keterbukaan terhadap Dunia Global
Kosmopolitanisme, yang berasal dari kata Yunani “kosmos” (dunia) dan “polis” (kota), merujuk pada pandangan bahwa setiap manusia adalah warga dunia dan memiliki tanggung jawab moral terhadap sesama manusia tanpa memandang batas-batas nasional, etnis, atau agama. Dalam konteks kader IMM, gagasan kosmopolitanisme ini relevan dalam membentuk pandangan kader terhadap dunia luar. Sebagai mahasiswa yang mengusung semangat intelektualisme dan aktivisme, kader IMM perlu menyadari bahwa permasalahan yang mereka hadapi di tingkat lokal sering kali memiliki kaitan dengan isu-isu global, seperti ketidakadilan ekonomi, perubahan iklim, dan konflik sosial.
Baca juga, Kiat-kiat Mencegah Fraud dalam Organisasi Kemasyarakatan
Seperti yang diungkapkan oleh Anthony Appiah, seorang filsuf dan teoretikus kosmopolitanisme, menjadi kosmopolitan bukan berarti meninggalkan identitas lokal, melainkan mengakui bahwa identitas seseorang selalu berada dalam dialog dengan identitas lainnya. Dalam konteks ini, kader IMM diharapkan mampu memandang dirinya sebagai bagian dari komunitas global yang lebih besar, sambil tetap menjaga identitas keislaman dan nasionalisme mereka. Pendekatan ini memungkinkan kader IMM untuk lebih terbuka terhadap keragaman budaya dan ideologi, serta berpartisipasi dalam upaya bersama untuk menyelesaikan masalah global.
Menghubungkan Individuasi Kader IMM dengan Kosmopolitanisme
Dalam proses individuasi kader IMM, kosmopolitanisme dapat menjadi kerangka berpikir yang membantu mereka mengembangkan identitas yang lebih inklusif dan terbuka terhadap dunia. Kader IMM, sebagai bagian dari gerakan intelektual dan sosial, diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai kosmopolitanisme tanpa mengorbankan identitas lokal dan religius mereka. Proses ini memerlukan pemahaman mendalam terhadap konsep-konsep keadilan sosial, hak asasi manusia, dan tanggung jawab global, yang sering kali menjadi tema sentral dalam diskusi kosmopolitanisme.
Selain itu, kader IMM perlu memahami bahwa kosmopolitanisme bukan hanya tentang menerima keragaman, tetapi juga tentang berkontribusi secara aktif dalam memperbaiki dunia. Dalam konteks ini, individuasi kader IMM tidak hanya berfokus pada pembentukan identitas diri, tetapi juga pada keterlibatan aktif dalam isu-isu global. Sebagai contoh, masalah lingkungan, ketimpangan sosial, dan perdamaian dunia adalah isu-isu yang harus menjadi perhatian kader IMM dalam bingkai kosmopolitanisme. Dengan demikian, kader IMM dapat menjadi agen perubahan yang tidak hanya berperan di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat global.
Relevansi Kosmopolitanisme dalam Kaderisasi IMM
Menurut Hilman Latief, kosmopolitanisme dapat menjadi salah satu pendekatan yang relevan bagi kader IMM dalam menghadapi tantangan globalisasi. Ia menekankan bahwa kader IMM harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan prinsip-prinsip kosmopolitanisme, seperti keterbukaan, keadilan, dan penghormatan terhadap perbedaan. Hal ini penting agar kader IMM tidak hanya menjadi pelaku perubahan di tingkat lokal, tetapi juga mampu berkontribusi dalam diskusi dan aksi di tingkat global.
Hilman juga menekankan pentingnya pendidikan kritis bagi kader IMM dalam memahami dinamika global. Pendidikan kritis ini memungkinkan kader IMM untuk tidak hanya menerima informasi dari dunia luar, tetapi juga mampu menganalisis dan mengambil sikap yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan keindonesiaan. Dalam hal ini, kosmopolitanisme dapat menjadi alat yang membantu kader IMM dalam memahami kompleksitas dunia modern tanpa kehilangan akar identitas mereka.
Ikhtisar
Membaca ulang individuasi kader IMM dalam konteks kosmopolitanisme memberikan perspektif baru dalam memahami proses pembentukan identitas mereka. Kader IMM diharapkan tidak hanya mampu menjaga identitas keislaman dan nasionalisme mereka, tetapi juga terbuka terhadap dunia global yang penuh dengan keragaman dan tantangan. Gagasan kosmopolitanisme, yang menekankan keterbukaan, keadilan, dan tanggung jawab global, dapat menjadi kerangka berpikir yang membantu kader IMM untuk berkembang menjadi individu yang otonom, kritis, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat global.
Sebagai agen perubahan, kader IMM memiliki peran penting dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial, baik di tingkat lokal maupun global. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai individuasi dan kosmopolitanisme, mereka dapat membentuk identitas yang kuat dan relevan dalam menghadapi tantangan global di masa depan. Seperti yang diungkapkan oleh para ahli, kosmopolitanisme tidak hanya memperluas wawasan kader IMM, tetapi juga memberikan mereka alat untuk menjadi warga dunia yang bertanggung jawab.
Editor : Ahmad