Sadumuk Bathuk Senyari Bumi: Menjaga Harga Diri dan Kehormatan
Sadumuk Bathuk Senyari Bumi: Menjaga Harga Diri dan Kehormatan
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – Ungkapan dalam bahasa Jawa “Sadumuk Bathuk Senyari Bumi” menggambarkan pentingnya menjaga marwah atau kehormatan, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari suatu wilayah. Secara maknawi, ungkapan ini menunjukkan dua hal penting. Pertama, ketika seorang istri diganggu, maka seorang suami harus menjaganya. Kedua, setiap manusia memiliki hak atas tanah yang ia diami, dan apabila tanahnya dirampas, ia pasti akan melawan. Prinsip ini berlaku mulai dari lingkungan terkecil, seperti keluarga dan masyarakat, hingga bangsa dan negara.
Dalam kehidupan sehari-hari, contoh dari ungkapan ini bisa ditemukan dalam berbagai situasi. Misalnya, ketika seseorang merasa haknya dilanggar, baik oleh individu lain maupun oleh pihak berwenang, ia akan berusaha membela diri. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya harga diri dan kehormatan dalam kehidupan bermasyarakat.
Potret Kehidupan di Desa
Ada sebuah cerita di desa, di mana masyarakat hendak membangun bangunan untuk menyimpan perkakas. Namun, mereka tidak memiliki lahan kosong. Lahan yang tersedia berada di wilayah tetangga. Meskipun masyarakat sudah meminta izin kepada pemangku desa, ternyata lahan tersebut berada di wilayah administratif yang berbeda, dan pemangku wilayah yang sebenarnya tidak merasa dihubungi atau dimintai izin.
Dalam hal ini, salah seorang mantan pemangku di tingkat RT berusaha menyampaikan aspirasi masyarakat melalui dua tokoh, yaitu Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Ketua BPD, sebagai wakil masyarakat. Tujuannya adalah agar ada komunikasi dua arah antara pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga masalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Namun, setelah sebulan, tidak ada tanda-tanda penyelesaian. Akhirnya, salah satu warga yang merasa kecewa mengibarkan bendera setengah tiang di halaman rumahnya sebagai bentuk protes.
Baca juga, Transisi Energi: Antara Peluang dan Acanaman Ketidakadilan
Makna dari Kehidupan
Potret kehidupan ini mencerminkan bahwa Allah menciptakan bumi untuk kemakmuran umat manusia, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat zalim atau menuruti hawa nafsu semata yang merugikan pihak lain. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 205:
وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
“Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan.”
Ayat ini memberikan hikmah penting bagi kita, bahwa apabila seseorang diberi amanah atau jabatan, maka itu merupakan sarana untuk beribadah kepada Allah dan memakmurkan umat. Kejujuran harus menjadi prinsip utama dalam menjalankan tugas, tanpa berpaling dari nilai-nilai moral, etika, dan adab, baik dalam hubungan vertikal dengan Allah maupun horizontal dengan sesama manusia.
Kewajiban Menjaga Alam
Selain itu, kita juga diingatkan untuk tidak merusak tanaman dan membinasakan hewan ternak. Tanaman dan hewan merupakan bagian dari ekosistem yang penting bagi keberlangsungan kehidupan. Jika ekosistem ini dirusak, dampaknya akan dirasakan di masa depan, terutama oleh anak cucu kita. Kerusakan lingkungan akan membawa masalah besar bagi keberlanjutan hidup di bumi.
Refleksi Diri
Sebagai manusia yang beriman, kita harus selalu melakukan introspeksi atau muhasabah terhadap kehidupan. Apa yang telah kita lakukan? Apakah kita sudah menjaga amanah yang diberikan kepada kita dengan baik? Apakah kita sudah memakmurkan bumi dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan ajaran agama?
Ungkapan “Sadumuk Bathuk Senyari Bumi” mengingatkan kita akan pentingnya menjaga harga diri, kehormatan, dan kelestarian alam. Sebagai insan yang beriman, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga bumi ini, tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk generasi mendatang. Dengan introspeksi dan tindakan yang bijak, kita bisa memastikan bahwa bumi ini tetap menjadi tempat yang layak untuk dihuni oleh anak cucu kita.
Editor : M Taufiq Ulinuha