PWMJATENG.COM, Surakarta – Pemulasaraan jenazah merupakan rangkaian kegiatan mengurus jenazah mulai dari memandikan, mengafani, menyalati, hingga menguburkan jenazah. Pelatihan ini sangat penting dilaksanakan mengingat pemulasaran jenazah memiliki hukum fardhu kifayah bagi muslim.
Pelatihan ini bukanlah hal biasa, mengingat pemulasaraan jenazah memiliki hukum fardhu kifayah bagi umat Islam. Wakil Kepala Sekolah bidang Humas, Jatmiko, menjelaskan, “Artinya, hukum suatu perkara yang wajib dilakukan oleh sebagian orang. Jika tidak ada satu pun orang yang melaksanakannya, semua orang akan menanggung beban dosanya, tetapi jika sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur.”
Acara yang diberi nama ‘Muhi Islamic Student Camp (MISC)’ ini menjadi tempat bagi siswa kelas VI ABCD SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo untuk memahami lebih dalam praktik pemulasaraan jenazah. Meskipun mungkin terasa asing, praktik langsung dalam merawat jenazah, termasuk cara mengkafaninya, dianggap sebagai langkah penting dalam pendidikan mereka.
Namun, suasana tak selalu serius. Beberapa siswa justru tertawa dan tersenyum ketika kegiatan dimulai. Aray, siswa kelas VID, dan Naura Maritza, siswa kelas VIB, bahkan diperlakukan layaknya mayat untuk memberikan pengalaman yang lebih nyata. Namun, situasi semakin menegangkan dengan sesi acara yang berlangsung di sore hari.
Baca juga, Ketua PWM Jateng Tinjau Banjir Demak, Pastikan Layanan Muhammadiyah Terlaksana Optimal
Praktik pemulasaraan jenazah dilakukan di hadapan peserta acara malam bina dan takwa (Mabit). Di lantai, telah tersedia kain kafan putih sebanyak tiga rangkap. Dalam panduan yang disampaikan oleh pembimbing, Baruno Nasution, para siswa diajak untuk mempraktikkan cara mengkafani mayat laki-laki dengan memperlihatkan langkah-langkahnya secara langsung.
Menurut Joko Santosa, salah seorang yang terlibat dalam kegiatan tersebut, “Pembelajaran dalam materi ini tentu lebih mengena jika dilakukan dengan metode praktik langsung. Para siswa langsung mempraktikkan bagaimana cara merawat jenazah, sementara yang dijadikan contoh jenazah adalah kawan mereka sendiri.”
Dalam sambutan penutupan, kepala sekolah SD Muhammadiyah 1 Solo, Sri Sayekti MPd, menyebut MISC sebagai langkah nyata dalam membentuk generasi yang taat pada ibadah, tertib dalam belajar, dan terorganisir dalam berbagai kegiatan. “Artinya kalian harus menjadi generasi Islam yang berkemajuan dan kaffah, intelektual yang qurani, dan pejuang yang tertata rapi dalam barisan yang terorganisir,” tegasnya.
Seluruh panitia dan tim yang terlibat dalam kegiatan ini juga mendapat penghargaan tersendiri atas kontribusinya. Kepala sekolah menambahkan, “Terima kasih kepada seluruh panitia dan tim ngrukti jenazah Joko Santoso, Ishayati, Rusmawardah, Baruno Nasution, dan Dyah Elina Indriyani atas dedikasi dan kerja kerasnya dalam menjalankan acara ini.”
Demikianlah sebuah terobosan pendidikan yang menggugah, menunjukkan bahwa pendidikan tidak selalu harus berada dalam batas kelas. Melalui praktik langsung yang dilakukan oleh siswa-siswa ini, mereka tidak hanya belajar, tetapi juga mengalami pengalaman yang mendalam tentang nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang sangat berharga.
Kontributor : Jatmiko
Editor : M Taufiq Ulinuha