Khazanah Islam

Zakat Sebelum Nisab dan Haul: Sah dan Berpahala!

Zakat Sebelum Nisab dan Haul: Sah dan Berpahala!

Oleh : Umar Choeroni*

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُثَنَّى الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي ثُمَامَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ أَنَّ أَنَسًا حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَتَبَ لَهُ هَذَا الْكِتَابَ لَمَّا وَجَّهَهُ إِلَى الْبَحْرَيْنِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذِهِ فَرِيضَةُ الصَّدَقَةِ الَّتِي فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ وَالَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا رَسُولَهُ فَمَنْ سُئِلَهَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ
……………….. .فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا وَفِي الرِّقَّةِ رُبْعُ الْعُشْرِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ إِلَّا تِسْعِينَ وَمِائَةً فَلَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Al Mutsanna Al Anshariy berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku dia berkata, telah menceritakan kepada saya Tsumamah bin ‘Abdullah bin Anas bahwa Anas menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar Eadhiallahu’anhu telah menulis surat ini kepadanya (tentang aturan zakat) ketika dia mengutusnya ke negeri Bahrain. “Bismillahir rahmaanir rahiim. Inilah kewajiban zakat yang telah diwajibkan oleh Rasulullah ﷺ terhadap kaum muslimin dan seperti yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya tentangnya, maka barang siapa dari kaum muslimin …………………………………………. Dan bila seorang penggembala memiliki kurang satu ekor saja dari empat puluh ekor kambing maka tidak ada kewajiban zakat baginya kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkannya. Dan untuk zakat uang perak (dirham) maka ketentuannya seperempat puluh bila (telah mencapai dua ratus dirham) dan bila tidak mencapai jumlah itu namun hanya seratus sembilan puluh maka tidak ada kewajiban zakatnya kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkannya”. (HR. Bukhari 1362)

Zakat sebelum Haul

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّا عَنْ الْحَجَّاجِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ الْحَكَمِ بْنِ عُتَيْبَةَ عَنْ حُجَيَّةَ بْنِ عَدِيٍّ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ الْعَبَّاسَ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِك

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Zakariya dari Hajjaj bin Dinar dari Al Hakam bin ‘Utaibah dari Hujayyah bin ‘Adi dari Ali bahwasanya Abbas meminta kepada Rasulullah ﷺ untuk mempercepat pembayaran zakat sebelum waktunya (sebelum masa haul), maka beliau memberikan keringanan baginya. (HR. Tirmidzi)

Bantahan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa zakat sebelum haul dan nishab tidak sah dan tidak disebut zakat dapat dilakukan dengan merujuk pada dua hadis yang telah disampaikan di atas.
Hadis pertama yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (Hadis Bukhari 1362) dan hadis kedua yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no 614, menyajikan pandangan yang jelas mengenai sahnya zakat sebelum mencapai masa haul dan nishab.

Pertama-tama, hadis-hadis di atas adalah sanad yang kuat dan telah diriwayatkan oleh para perawi terpercaya seperti Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi, yang merupakan para ahli hadis terkemuka.

Hadist pertama yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menjelaskan tentang kewajiban zakat yang diwajibkan oleh Rasulullah ﷺ bagi umat Muslim. Hal ini menegaskan bahwa zakat adalah sebuah ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah melalui perintah Nabi Muhammad ﷺ.

Dalam hadis tersebut juga dijelaskan bahwa zakat berlaku bagi pemilik harta yang mencapai nishab tertentu, seperti yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya juga dibolehkannya mengeluarkan bagi mereka yang mau zakat biarpun belum sampai nishab. Ini menegaskan keabsahan wajibnya zakat jika telah mencapai nishab, karena telah diatur oleh Rasulullah Saw.

Hadis pertama juga menjelaskan bahwa bagi mereka yang memiliki kurang dari empat puluh ekor kambing, dia tidak memiliki kewajiban zakat, kecuali jika pemiliknya mau mengeluarkannya. Hal ini menunjukkan bahwa zakat dikenakan pada pemilik harta yang mencapai nishab, tetapi juga memberikan pilihan untuk mengeluarkan zakat jika pemiliknya ingin melakukannya sebelum mencapai nishab.

Hadis kedua yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi mengisahkan bahwa Al-Abbas, paman Nabi Muhammad ﷺ, meminta untuk mempercepat pembayaran zakat sebelum waktunya (sebelum masa haul). Nabi ﷺ memberikan keringanan baginya, yang menegaskan bahwa zakat sebelum haul juga sah jika dilakukan atas izin atau dengan keringanan dari pihak yang berwenang.

Hadis kedua menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ memberikan fleksibilitas dalam masalah pembayaran zakat sebelum mencapai masa haul. Ini menegaskan bahwa zakat sebelum haul bukanlah sesuatu yang diharamkan atau tidak sah.

Bahwa zakat sebelum masa haul dan nishab adalah sah dan berpahala. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil yang jelas seperti hadis-hadis yang telah disebutkan di atas.

Dalam Islam, zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam dan merupakan salah satu bentuk ibadah yang penting. Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan ketentuan yang jelas tentang kewajiban zakat untuk kaum Muslim.

Pandangan bahwa zakat sebelum haul dan nishab tidak sah tidak memiliki dasar yang kuat dalam sumber-sumber Islam dan telah dibantah oleh hadis-hadis yang telah disebutkan di atas, yang berasal dari sumber-sumber otoritatif.

Oleh karena itu, dengan memperhatikan hadis-hadis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa zakat sebelum haul dan nishab adalah sah dan juga diterima sebagai zakat. Merupakan salah satu kebaikan bagi umat Muslim. Bagi yang sudah sampai haul dan nishab maka ada ketentuan²nya sesuai yang ditetapkan Rasulullah, sedangkan yang belum sampai nishab dan haul maka diberikan kebebasan pelaksanaannya. Pandangan yang menyatakan sebaliknya tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam dan merupakan pandangan yang keliru.

Belum lagi kalau kita merujuk sejarah perjalanan syariat. Bahwa salat dan zakat diperintahkan sejak awal² kenabian tepatnya turunnya surat Al-Muzammil. Namun tata cara pelaksanaan sholat baru dijelaskan oleh Allah melalui Jibril setelah lewat setahun Nabi Hijrah di Madinah, sedangkan zakat tata cara pelaksanaan nya baru dijelaskan bertahap setelah perjanjian Hudaibiyah tahun ke 6 Hijriyah.

Jika merujuk dari sejarah pelaksanaan syari’at, maka ada 2 jenis.

  1. Zakat sebagai amalan pribadi dan zakat sebagai hukum negara.
  2. Zakat sebagai amalan pribadi maka tidak ada batasan haul dan nishab, maka kalimatnya adalah ان يشآء (jika dia mau)

Dan ini baik dan tetap berpahala dan namanya juga zakat.

Bandingkan kisah seorang yang menyembelih qurban sebelum salat, maka Rasulullah membatalkannya.
Sedangkan kasus zakat malah Rasulullah mengizinkannya. Sesuatu yang sudah mendapat izin dari Rasul adalah sah, legal dan berpahala.

Sedangkan zakat sebagai hukum/aturan dalam Negara Islam adalah sebagai bukti seseorang pelaku zakat adalah mendapat perlindungan dan penjagaan dari pemerintahan Islam, sedangkan orang-orang kafir wajib membayar jizyah.

Maka zakat dalam negara Islam harus terdata dengan jelas by name by address, sehingga akan diketahui tingkat dan kondisi perekonomian tiap-tiap warga negara, maka diharapkan negara tidak akan salah dalam mengambil kebijakan ekonomi negara. Wa Allohu A’lam bish-showab.

*BP Lazismu Sragen

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE