Prabowo Nampak Emosional dalam Debat, Berikut Analisa Dewan Pakar LHKP PP Muhammadiyah
PWMJATENG.COM, Semarang – Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, mencuri perhatian dalam debat pertama Pilpres 2024. Keberlanjutan acara itu menjadi sorotan karena dinilai terlihat emosional saat menghadapi pertanyaan sensitif mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres.
Ahmad Norma Permata, Dewan Pakar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, memberikan penilaian terhadap sikap Prabowo. Ia mengungkapkan bahwa keberlanjutan sikap emosional Prabowo bisa menjadi suatu risiko dan bahaya. Norma menyatakan, “Saya tidak tahu apa itu benar-benar gimmick atau bukan, jika itu gimmick, saya kira itu akan lebih menarik. Tapi kalau kemudian itu bukan, apalagi kita tahu rumor Pak Prabowo itu orangnya emosional, maka itu nanti bisa beresiko dan berbahaya.”
Ahmad Norma menduga bahwa emosi Prabowo mungkin muncul dari sentuhan personalnya terkait isu HAM. Namun, ia juga mencatat bahwa hal ini masih sebatas dugaan. Selain itu, Norma memberikan alternatif pandangan bahwa sikap Prabowo bisa saja merupakan suatu gimmick untuk menanggapi atmosfer yang dibangun oleh Anies Baswedan, yang dikenal sebagai sosok akademis, klinis, dan metodologis.
Baca juga, Mengungkap Rahasia Kebahagiaan: Ketua PWM Jawa Tengah Tafsir Bocorkan Lima Kunci Hidup Bahagia ala Rasulullah!
Menanggapi perdebatan tersebut, Norma mengungkapkan, “Karena kalau meladeni dilevel itu ya pasti akan kalah. Dan waktu itu Prabowo bilang ‘ya kita kan sama-sama dewasa yang penting aturannya, ya kalau kita orang baik pasti rakyat memilih, kalau kita ini orang jahat penghianat pasti rakyat tidak akan memilih.’ Itu argumen-argumen normatif yang dibangun oleh Pak Prabowo.”
Sementara itu, analisis dari Drone Emprit yang diterima oleh Norma menunjukkan bahwa Anies Baswedan lebih banyak diperbincangkan karena argumennya yang dianggap sangat bagus. “Kita harus mengakui bahwa Anies sangat pintar,” tambah Norma.
Meskipun begitu, Norma menyimpulkan bahwa berbagai argumen yang muncul dalam perdebatan belum mampu menjadi suatu agenda kebijakan yang riil dan masuk akal. Menurutnya, ketiga capres masih sebatas “pinter-pinteran mengolah kata, pintar mencari data, pintar membangun logika,” tanpa menemukan kebijakan riil yang dapat diimplementasikan.
Dengan berbagai penilaian dan analisis yang mengemuka, perdebatan ini memunculkan pertanyaan apakah capres-cawapres mampu merancang kebijakan konkret yang bisa dijalankan untuk kebaikan bangsa.
Editor : M Taufiq Ulinuha