Dana Hibah 50 M untuk Muhammadiyah Kota Semarang Gagal Cair, Ini Sebabnya
SEMARANG – Meski telah berdiri dan punya badan hukum sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, Organisasi Kemasyarakatan (ormas) Muhammadiyah turut terkena imbas dari munculnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah terutama tentang aturan penerima hibah dan bansos yang harus berbadan hukum.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Semarang, dr. Shofa Chasani, mengatakan banyak amal usaha Muhammadiyah yang gagal mendapat bantuan karena dianggap tidak berbadan hukum. Data Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jateng menyebut dana untuk amal usaha pendidikan yang gagal cair sepanjang 2015 mencapai Rp 50 miliar. “Itu hanya untuk yang pendidikan seperti pengajuan bantuan untuk sekolah,” katanya dalam sosialisasi badan hukum Muhammadiyah di Aula RS Roemani, akhir pekan lalu. Ia menyebut banyak amal usaha Muhammadiyah antara lain sekolah, panti asuhan, rumah sakit dan lain sebagainya. Seharusnya, pemerintah tidak takut mencairkan dana bantuan karena amal usaha Muhammadiyah berada di dalam badan hukum PP Muhammadiyah.
Shofa menyebutkan bahwa Yayasan Muhammadiyah sudah punya badan hukum sejak awal berdiri. Di dalamnya, sudah dirinci tentang amal usaha Muhammadiyah. Tidak perlu membuat badan hukum untuk masing-masing amal usaha. “Tidak mungkin membuat yayasan di dalam yayasan,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Semarang, AM Jumai, SE, MM, menambahkan banyak pengajuan bantuan Panti Asuhan dan sekolah Muhammadiyah yang ditolak. Bahkan, ada yang tinggal cair tapi gagal. Ia tidak bisa membayangkan dana yang harus dikeluarkan bila tiap amal usaha harus punya badan hukum sendiri. Untuk tingkat TK saja Muhammadiyah Jateng punya 5.000an dan sekolah tingkat menengah capai 700an. “Kalau tiap badan hukum butuh Rp 10 juta untuk mengurus badan hukum, berapa miliar rupiah yang harus dikeluarkan,” ucapnya.
Juma`i meminta pemerintah tidak menafsirkan secara salah tentang aturan pemberian hibah dan bansos. Sebab, Muhammadiyah sudah berbadan hukum Indonesia sama halnya dengan seluruh amal usahanya.
Kesbangpolinmas Ingin Bantuan Hibah Diberikan Lewat Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Badan Kesbangpolinmas Kota Semarang, Joko Hartono, menanggapi keluhan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Semarang terkait gagalnya pencairan dana hibah untuk Muhammadiyah bahwa pencairan dana hibah tersebut terimbas adanya UU No 23/2014 tentang pemerintah daerah terutama tentang aturan penerima hibah dan bansos harus berbadan hukum. Joko menyatakan status badan hukum Muhammadiyah memang sudah jelas, baginya yang jadi masalah hanyalah struktur organisasi Muhammadiyah yang banyak amal usahanya hingga tingkat ranting.
Untuk mengatasi hal itu, pihaknya mengajukan konsep pemberian hibah dan bansos pada Muhammadiyah yaitu pemberian bantuan hibah dan bansos tidak diberikan pada masing-masing unit melainkan terpusat di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Semarang sebagai penanggung jawab. Lalu, menjadi tugas pimpinan organisasi untuk menyalurkan ke amal usahanya. Namun, konsep tersebut belum disahkan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Drs. Bunyamin, M. Pd, mengatakan pemberian bantuan hibah dan bansos masih debatable. Sebab, pemerintah tidak merinci turunan dari istilah Berbadan Hukum Indonesia apakah termasuk unit usaha dalam yayasan tersebut atau tidak. “Itulah yang kami usulkan perlu dirinci lagi agar tidak rancu,” jelasnya. (Bakti Buwono Budiasto/tribun jateng/editor: Fakhrudin PWM Jateng)