Gibran Adalah Kartu Mati Prabowo
Oleh: Gus Zuhron Arrofi*
PWMJATENG.COM – Sejak awal munculnya isu mengenai kemungkinan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2024, perbincangan publik menjadi semakin intens. Hal ini mencapai puncaknya dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tampaknya memberikan jalan bagi Gibran untuk terlibat dalam kontestasi politik tahun depan. Namun, banyak pihak yang meragukan apakah putusan MK itu murni berdasarkan proses hukum atau justru lebih didorong oleh pertimbangan politik. Beberapa hakim MK dinilai kehilangan wibawa sebagai penjaga konstitusi yang dapat dipercaya.
Putusan MK terhadap Gibran Rakabuming Raka diperkirakan akan berdampak signifikan pada dinamika politik jelang pemilihan presiden 2024. Prabowo Subianto memang memiliki elektabilitas yang cukup tinggi dalam sejumlah survei, didukung oleh popularitas, mesin partai yang kuat, dukungan relawan, dan pergeseran arah politik Joko Widodo yang menunjukkan kecenderungan untuk mendukung Prabowo. Oleh karena itu, Prabowo bersedia berusaha keras untuk merekrut Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, ke kubu oposisi.
Baca juga, MPM PWM Jateng Jajaki Kerja Sama Energi Terbarukan dengan Pertamina; Paparkan Proyek Budidaya Sorghum
Namun, keputusan untuk menggaet Gibran sebagai calon wakil presiden dapat menjadi kartu mati bagi Prabowo, dan ada beberapa alasan mengapa potensi ini sangat mungkin terjadi.
Pertama, dalam sebagian besar lembaga survei, Gibran belum mendapatkan popularitas yang tinggi. Elektabilitasnya jauh di bawah figur lain seperti Erick Thohir, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Khofifah Indar Parawansa, Yenny Wahid, dan banyak lagi. Oleh karena itu, elektabilitas yang rendah bisa menjadi hambatan serius bagi Gibran dalam kompetisi politik yang ketat.
Kedua, Gibran tidak memiliki basis dukungan yang kuat di tingkat akar rumput. Jawa Tengah sudah secara resmi memiliki calon gubernur yang diusung oleh PDIP, yaitu Ganjar Pranowo. Ganjar memiliki basis pendukung yang kuat di provinsi tersebut, sementara Gibran mungkin kesulitan untuk bersaing dalam kontestasi politik di daerah ini.
Ketiga, di mata publik, Gibran masih dianggap sebagai sosok yang kurang berpengalaman dalam pemerintahan dan politik. Memerintah suatu negara jauh berbeda dengan menjadi kepala daerah. Minimnya pengalaman tersebut dapat membuat pemilih lebih memilih kandidat lain yang dianggap lebih kompeten dan siap untuk memimpin negara.
Baca juga, Manhaj Tarjih Muhammadiyah; Manhaj Ijtihad Hukum
Keempat, dampak dari putusan MK terhadap Gibran juga berpotensi memicu kekecewaan atau bahkan kemarahan publik terhadap lembaga negara. Jika publik melihat bahwa MK dimanipulasi untuk kepentingan politik tertentu, hal ini dapat mengubah arah dukungan pemilih dan mendorong mereka untuk memilih calon yang dianggap lebih independen dan tidak terpengaruh oleh politik praktis.
Oleh karena itu, Prabowo harus berhati-hati dalam memilih calon wakil presiden yang akan mendampinginya. Ada banyak tokoh di luar Gibran Rakabuming Raka yang mungkin lebih cocok dan menjanjikan dari segi kapasitas dan elektabilitas. Apakah Prabowo bersedia memberikan jaminan yang cukup untuk menarik perhatian Putra Mahkota Presiden adalah pertanyaan yang harus dijawab. Waspada terhadap potensi konsekuensi politik dari keputusan ini.
Editor : M Taufiq Ulinuha
*Sekretaris MPKSDI PWM Jawa Tengah