PWMJATENG.COM, Sukoharjo – Program Doktor Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) meluluskan Heri Dwi Utomo sebagai Doktor ke-64 UMS dengan judul ‘Advokasi Hukum dan Putusan Hakim Berbasis Transendental (Studi Tentang Advokasi Hukum dan Putusan Hakim Berbasis Transendental Sengketa Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Rembang).
Sidang terbuka ini dilaksanakan pada Rabu, (21/6) berlokasi di Gedung Pascasarjana UMS.
Dalam kesempatan itu, Heri Dwi menyampaikan latar belakang penelitiannya. Pertama terkait advokasi hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menentang pembangunan pabrik semen dengan memperjuangkan nilai kearifan lokal oleh masyarakat adat.
“Ke dua terkait produk hukum dari advokasi hukum yang dilakukan oleh masyarakt rembang berupa Peninjauan Kembali (PK) memuat analisis transendental, menjadi teks non-hukum majelis hukum putusan PK,” tambahnya.
Setelah putusan PK, lanjutnya mencabut surat izin yang menjadi legalitas pabrik semen.
“Namun faktanya sekarang, pabrik semen masih tetap berdiri dan beroperasi. Masyarakat disana masih melakukan perlawanan, walaupun tidak se-masif dan se-ekstrem dulu,” tegasnya.
Baca juga, Wujud Toleransi, Abdul Mu’ti Himbau Warga Muhammadiyah Sembeli Kurban 29 Juni
Pada saat awal, memang semua masyarakat di Desa Gunem, Tegaldowo dan lainnya sampai ke luar daerah untuk melakukan aksi demonstrasi. Kalau sekarang hanya masyarakat utama saja atau sesepuh Sedulur Sikep (Samin) yang menolak, walaupun skalanya kecil.
“Sebetulnya, mereka, masyarakat di sana melindungi cekungan air tanah yang menjadi penghidupan. Memang saat ini belum bergitu terlihat, artinya air tanah masih ada. Tetapi pada saat penelitian, masyarakat sudah mulai merasakan panas,” jelasnya.
Sehingga, lanjut dia, perubahan fisik dari lingkungan hidup masih belum terlihat.
“Masyarakat yang mengalami ekplorasi penambangan, harus mewaspadai terkait surat izin dan kegiatan yang dilakukan oleh korporasi tersebut. Secara akademis, putusan mengadili kasus lingkungan harus melihat apakah condong kepada korporasi atau ke masyarakat,” paparnya.
Menurutnya, tolak ukur tentang perizinan lingkungan sudah tepat membatasi penambangan. Tetapi faktanya masih mudah dikeluarkan surat izinnya.
“Makanya rekomendasi dalam menjadi hakim, harus memperhatikan kelangsungan ekologis apalagi yang didalamnya terdapat masyarakat adat,” pungkasnya.
Kontributor : Fika
Editor : M Taufiq Ulinuha