Kader Demokrasi Berkemajuan
Oleh : Khafid Sirotudin
PWMJATENG.COM – Bertempat di lantai 5 Gedung Dakwah Muhammadiyah Kota Semarang, sekitar 30 orang hadir mengikuti Konsolidasi Kader Muhammadiyah, kerja bareng Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majlis Pendidikan Kader (MPK) PDM Kota Semarang. Peserta yang hadir mewakili 16 PCM dan Ketua Organisasi Otonom (Ortom). Kegiatan hari Rabu 21 Sepetember 2022 ini dimulai bakda duhur dan diawali dengan makan siang nasi box.
Selain saya, panitia juga menghadirkan komisioner KPU dan Bawaslu Kota Semarang. Maksud diadakannya kegiatan ini untuk mensosialisasikan agenda penting Pemilu 2024. Sebagaimana kita ketahui bahwa Pemilu 2024 ada 2 kali. Pertama Pilpres dan Pileg pada Februari 2024, untuk memilih Kepala Negara/Pemerintah dan Wakil Rakyat di DPD/DPR/DPR Provinsi/DPRD Kabupaten-Kota. Kedua Pilkada Serentak pada November 2024, untuk memilih Gubernur/Wagub, Bupati/Wabup dan Walikota/Wawali. Dua agenda penting bangsa yang pertama kali dilaksanakan dalam tahun yang sama.
Kesuksesan penyelenggaraan pemilu tidak hanya ditentukan oleh Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) yang berintegritas, jujur, adil dan berkeadaban. Tetapi juga membutuhkan pastisipasi aktif masyarakat sebagai Pemantau Pemilu Independen, Pemilih yang berdaulat serta relawan demokrasi yang mau dan mampu menjadi bagian dari penyelenggara pemilu di tingkat bawah (kecamatan, kelurahan/desa dan TPS).
Peran Serta Muhammadiyah
Bagi Muhammadiyah, NKRI berdasarkan Pancasila adalah Darul Ahdi wa Syahadah. Negara hasil kesepakatan seluruh unsur anak bangsa yang harus dibuktikan dengan peran serta secara nyata dalam menjaga kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Sebagai pengejawantahan hidup berbangsa bernegara yang dilandasi nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan, Persatuan dalam Keragaman, Hikmah Kebijaksanaan, Musyawarah dan Gotong Royong, serta Keadilan Sosial.
Forum yang diselenggarakan LHKP dan MPK PDM Kota Semarang menurut saya sangat baik. Selain menggugah kesadaran hidup berbangsa dan bernegara juga mengajak, memotivasi dan menggerakkan kader/warga persyarikatan agar proaktif dan mau berperan serta dalam pemilihan umum.
Peran serta warga persyarikatan dalam pemilu dapat disalurkan melalui 3 cara, yaitu sebagai penyelenggara, peserta dan pemantau pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu kader/warga Muhammadiyah dapat menjadi komisioner KPU/Bawaslu/DKPP. Atau menjadi penyelenggara pemilu ad-hoc di tingkat bawah : kecamatan, desa/kelurahan dan TPS.
Sebagai peserta pemilu, warga Muhammadiyah dapat menjadi caleg DPD/DPR/DPR Provinsi/DPRD kabupaten-kota maupun menjadi capres/cawapres, cagub/cawagub, cabup/cawabup, cawali/cawawali.
Atau minimal kader/warga berani menjadi Cakades (Calon Kepala Desa) pada kontestasi pemilihan kepala desa yang sudah menjadi ‘budaya demokrasi’ di negara kita.
Sebagai pemantau pemilu independen, masyarakat dapat berkiprah dan bersinergi bersama komponen civil society lain membentuk konsorsium pemantau pemilu semacam JPPR dan sejenisnya.
Nyalinya Nyala
Dalam forum siang itu saya menyampaikan beberapa pointer untuk menyemangati peserta agar nyalinya nyala dan mau mengambil peran secara nyata di berbagai bidang kebangsaan, khususnya dalam mensukseskan pemilu 2024.
Pertama, luruskan niat dan tujuan. Berperan serta dalam ranah kebangsaan harus dilandasi niat yang tulus dan tujuan yang baik agar bernilai ibadah, menjadi amal saleh. Aktifitas kader/warga di pemilu 2024 musti dimaknai sebagai aktivitas untuk membangun monumen amal shalih sebagai ihtiar menghasilkan sebanyak-banyaknya pemimpin yang sidiq, amanah, tabligh dan fathonah. Sehingga demokrasi substansif dapat terwujud.
Kedua, pentingnya kader/warga memahami fikih siyasah dan norma positif/hukum yang berlaku di Indonesia. Masih banyak orang yang belum paham ‘syarat dan rukun’ dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak terkecuali dalam proses pemilu.
Ketiga, kader/warga perlu memantaskan diri terlebih dahulu sebelum mengikuti proses seleksi sebagai penyelenggara, peserta maupun pemantau pemilu. Seringkali kita ingin meraih sesuatu secara instan, sehingga alpa proses. Posisi apapun dalam kehidupan tidak ada yang ‘ujug-ujug’ (instan). Semua melalui proses step by step, tahap demi tahap.
Daya literasi, penguasaan iptek dan ketrampilan/kompetensi harus ditingkatkan. Membiasakan laku sosial dan aksi nyata kehidupan yang baik harus terus menerus dijalankan sehingga terbentuk sifat dan karakter kader yang berkemajuan. Jangan lupa perluas pergaulan, ‘dolane kudu adoh, kancane kudu akeh’ (lokasi bermain diperluas, teman pergaulan diperbanyak).
Keempat, sinergitas antar kader dan warga persyarikatan. Sesama kader/warga harus mampu ‘berjamaah dan berjamiyyah’ secara lurus, rapi dan teratur. Rapatkan barisan dan jangan repotkan barisan. Setiap kader/warga harus bisa saling asah-asih-asuh. Kita harus ingat bahwa seorang kader/warga Muhammadiyah membawa simbol agama dan persyarikatan. Meski mereka bukan ketua/pengurus maupun seorang khatib/ulama/ustadz/kyai.
Keberhasilan seorang kader/warga dalam menduduki posisi apapun di ranah kebangsaan jangan sampai menimbulkan sifat ujub, riya’, takabur, iri, dengki, hasad dan fasik. Kesuksesan seorang warga persyarikatan menjadi pimpinan di ranah kebangsaan wajib dimaknai sebagai kesuksesan bersama. Dan ‘ojo ditegakke’ (jangan dilepas, dibiarkan) selama menduduki jabatan. “Kudu diaruhke, dikancani dan dijagani” (harus sering komunikasi, ditemani dan dijaga) agar tidak terlena, berbuat khilaf dan melakukan kesalahan.
Kelima, tahu diri dan bisa memposisikan diri. Seorang kader/warga dalam berkhidmat di berbagai ranah kebangsaan tidak harus selalu mengambil posisi yang teratas (terdepan/ketua/kepala). Posisi di tengah bahkan paling bawah-pun (belakang/anggota/divisi) tetap memiliki peran yang bernilai dan diperhitungkan.
Sebuah pentil tutup ban bisa menjadi faktor penyelamat utama bagi sebuah mobil ketika melaju di jalan tol. Seteguk air bagi musafir yang kehausan di padang pasir dapat menjadi penyelamat kehidupan. Begitu pula ‘peran kecil’ kader/warga di berbagai posisi sebagai penyelenggara pemilu pada tingkat ad-hoc (panwascam/PPK, PPS/Pengawas Desa, KPPS/Pengawas TPS) dapat menjadi penyelamat demokrasi substansif, demokrasi yang berkeadaban pada perhelatan pemilu 2024.
Saya jadi teringat sebuah kalimat bijak : “Daripada berteriak di malam yang gelap, lebih baik ambil sebuah lilin lalu nyalakan”. Selamat dan sukses untuk kader/warga relawan demokrasi Muhammadiyah Kota Semarang. Wallahu’alam.
Editor : M Taufiq Ulinuha