Pesan Haedar Nashir untuk Harlah ke 95 NU
PWMJATENG.COM, YOGYAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) hari ini (31/1) genap sudah 95 Tahun. Haedar Nashir Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah turut menyampaikan selamat atas Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama ke 95.
“Selamat Harlah Nahdlatul Ulama ke-95,” kata Haedar, dalam keterangan persnya Minggu (31/1).
Haedar berharap Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dapat terus bersinergi dalam memajukan Indonesia. Sinergisitas antara Islam Berkemajuan dan Islam Nusantara akan menjadi Pilar Umat dan Bangsa Indonesia kedepan.
“Sinergi antara Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan akan menjadi pilar strategis membangun umat dan bangsa. Insya Allah NU selalu dicintai umat dan bangsa dan bersama kita semua memajukan Indonesia,” katanya.
Haedar mengatakan, 95 tahun Nahdlatul Ulama jelas telah diakui kehadiran peran dan kontribusinya. Dalam perjalananya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama turut serta dalam kekuatan Nasional sejak sebelum Indonesia Merdeka sampai sekarang.
“Dalam rentan 95 tahun NU telah diakui kehadiran, peran dan kontribusinya untuk merekatkan Indonesia sebagai negara kesatuan sekaligus juga membangun dan memajukan bangsa dan masa depan Indonesia,” katanya
Sejarah Nahdlatul Ulama
Seperti diketahui, Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah.
Nahdlatul Ulama yang lahir di masa penjajahan, pada dasarnya merupakan perlawanan terhadap penjajah, Hal ini didasarkan, berdirinya NU dipengaruhi kondisi politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya.
NU sempat menjadi peserta pemilu tahun 1955, dalam pesta demokrasi saat itu NU berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Soekarno, dan bergabung dalam NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI), Agama Partai Nahdhatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Nahdlatul Ulama kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar Nahdlatul Ulama di Situbondo, Nahdlatul Ulama menyatakan diri untuk ‘Kembali ke Khittah 1926’ yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.