Antara Esensi Puasa dan Kemanusiaan
Oleh: Dwi Jatmiko, S.Pd.I
Wakil Kepala Sekolah bidang Humas
SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta
Ramadan telah tiba, bisa jadi hampir setiap umat Islam di dunia merasakan hal yang sama, suasana Ramadan tahun ini 1441 H, sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Khusyuk dan hening, mungkin menjadi kata yang tepat, menggambarkan momen Ramadan di tengah pandemi virus Corona yang belum berujung jua.
Ada kerinduan, kesedihan, kesakitan, serta sabarnya menyendiri yang mewarnai Ramadan tahun ini di tengah pandemi COVID-19.
Puasa dinyatakan oleh Allah SWT dalam Qur’an Surat al-Baqarah Ayat 183.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.”
Berarti disetiap bulan puasa kita disuruh ngapain? Ya, disuruh sedekah sekuat-kuatnya agar orang miskin yang tidak makan atau anak-anak yatim yang lapar, segera kita bebaskan dari kelaparan.
Makanya kita disuruh kelaparan, bukan berarti kita ikut lapar disebelahnya anak yatim yang kelaparan, itu namanya lomba “Diet”, Maaf.
Tapi kenyataannya, disetiap bulan Ramadhan kita malah boros tidak? Terus borosnya untuk siapa? Untuk anak yatim, apa anak sendiri? Kan sebelas bulan sudah untuk anak sendiri? Subhana Allah.
Dalam konteks keumatan dan kebangsaan di Indonesia saat ini, penting untuk memaknai imsak secara holistik.
“Kesakkralan Ramadhan tidak akan berkurang, beribadah di rumah. Kita mengikuti aturan dan protokol medis untuk selalu menjaga PHBS, ibadah Ramadhan juga tidak cuma sebatas tarawih, tadarus, dan silaturahmi. Bisa juga ibadah untuk membanntu sesama, membagikan sembako dan membantu tenaga medis terbiasa memakai masker”.
Mengapa tujuannya takwa? Karena yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertakwa.
“Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” Qs. Al A’raf: 156
Syarat takwa, “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,” Qs. Ali ‘Imran: 134
Sebaik-baik bekal adalah takwa. “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat! Qs. Al Baqarah: 197
Dapat dipahami bersama bahwa substansi dasar puasa adalah “menahan”. Kata menahan, yang dalam bahasa agamanya disebut al-imsaak, inilah yang menjadi esensi dari puasa.
Dalam Alquran, misalnya, menahan diri dari berbicara juga diistilahkan shoum. Seperti yang disebutkan dalam Alquran pada kisah Maryam binti Imran yang dilarang bicara setelah melahirkan (Nabi Isa AS).
“Inni nadzartu lirRahmani shouma.” (Sesungguhnya Aku telah berjanji atau nadzar kepada Allah untuk menahan diri/shaoum.) Makna “menahan diri” di sini adalah menahan diri dari berbicara.
Di antara hikmah pandemic di bulan suci, supaya kita merasakan suasana Ramadhan pada zaman Nabi Saw., ketika segala kegiatan berpusat di rumah, termasuk solat tarawih, juga di laksanakan di rumah masing masing.
Rasulullah SAW memang pernah dua atau tiga kali tarawih di masjid, tetapi kemudian kembali solat tarawih di rumah sampai beliau wafat.
Di awali dari iman, kemudian dilanjutkan dengan berpuasa dan ditutup dengan taqwa.
“Orang bisa berpuasa tidak mungkin dalam arti sesungguhnya, kalau tidak memiliki iman. Dan tidak mungkin orang bisa bertaqwa dalam arti yang sebaik-baiknya, tanpa orang itu mampu menangkap dan menghayati akan esensi puasa,” ujar Jatmiko Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas.
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” Qs. Al Hujurat: 13
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar.” Qs. Al Anfal: 29
“Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,” Qs. An Naba’: 31
“(yaitu) surga-surga ‘Adn yang mereka masuki, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam (surga) itu mereka mendapat segala apa yang diinginkan. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang yang bertakwa,” Qs. An Nahl: 31
Yang pasti percaya bahwa Allah SWT telah menjamin mulia, dampuni dosanya, mendapat kemenangan dan menyiapkan hari yang lebih baik, yaitu di akhirat. Tempat dan kenikmatan yang lebih baik dari pada dunia, yakni surga. (*)