Keharamannya Berani Kepada Orangtua Dan Memutuskan Ikatan Kekeluargaan
Ustadz Wahyudin
Allah Ta’ala berfirman:
فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ ٢٢ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمۡ وَأَعۡمَىٰٓ أَبۡصَٰرَهُمۡ ٢٣
“Maka apakah, seandainya engkau semua berkuasa, maka engkau semua akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan ikatan kekeluargaanmu semua. “Orang-orang yang demikian itu adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, lalu Allah memekakkan pendengaran mereka dan membutakan penglihatan mereka.” (Muhammad: 22-23)
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهۡدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ مِيثَٰقِهِۦ وَيَقۡطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيُفۡسِدُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱللَّعۡنَةُ وَلَهُمۡ سُوٓءُ ٱلدَّارِ ٢٥
“Dan orang-orang yang merusak janji Allah sesudah teguhnya dan juga memutuskan apa-apa yang diperintah oleh Allah untuk dihubungkannya, serta membuat kerusakan di bumi, maka mereka itulah yang mendapatkan laknat dan akan memperoleh kediaman yang buruk.” (ar-Ra’ad: 25)
Allah Ta’ala berfirman pula:
۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣ وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرٗا ٢٤
“Dan Tuhanmu telah menetapkan supaya engkau semua, janganlah menyembah melainkan Dia dan supaya engkau semua berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan kalau salah seorang di antara keduanya ada di sisimu sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan “cis”, dan jangan pula engkau membentak keduanya, tetapi ucapkanlah kepada keduanya itu ucapan yang mulia ( penuh kehormatan). “Dan turunkaniah sayap kerendahan (maksudnya: Rendahkanlah dirimu) terhadap kedua orangtuamu itu dengan kasih-sayang dan katakanlah: “Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orangtuaku itu sebagaimana keduanya mengasihi aku di waktu aku masih kecil.” (al-lsra’: 23-24)
- وعن أَبي بكرة نُفَيع بن الحارث رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم: ((ألا أُنَبِّئُكُمْ بأكْبَرِ الكَبَائِرِ؟))- ثلاثًا- قُلْنَا: بَلَى، يَا رَسُول الله! قَالَ: ((الإشْرَاكُ بالله، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ))، وكان مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَقَالَ: ((ألاَ وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ)). فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَتَ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Dari Abu Bakrah iaitu Nufai’ bin al-Harits r.a’., katanya: “Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Tidakkah engkau semua suka saya beritahukan tentang sebesar-besarnya dosa besar?” Beliau menyabdakan ini sampai tiga kali. Kita (para sahabat) menjawab: “Baiklah,ya Rasulullah.” Beliau s.a.w. bersabda: “Menyekutukan kepada Allah dan berani kepada kedua orangtua.” Semula beliau s.a.w. bersandar lalu duduk kemudian bersabda lagi: “Ingatlah, juga mengucapkan kedustaan serta bersaksi secara palsu.” Beliau s.a.w. senantiasa mengulang-ulanginya kata-kata yang akhir ini, sehingga kita mengucapkan: “Alangkah baiknya, jikalau beliau diam berhenti mengucapkannya.” (Muttafaq ‘alaih)
- وعن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما عن النَّبيّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((الكَبَائِرُ: الإشْرَاكُ بالله، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْس، وَاليَمِينُ الغَمُوسُ)). رواه البخاري
Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma dari Nabi s.a.w, bersabda: “Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan kepada Allah, berani kepada kedua orangtua, membunuh seseorang (tidak sesuai dengan haknya) serta bersumpah secara palsu.” (Riwayat Bukhari)
Alyaminul ghamus ialah sesuatu yang disumpahkan oleh seseorang dengan dusta dan disengaja, dinamakan ghamus, sebab sumpah sedemikian itu menerjunkan orang yang bersumpah itu ke dalam dosa.
- وعنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((مِنَ الكَبَائِر شَتْمُ الرَّجُل وَالِدَيهِ)). قالوا: يَا رَسُول الله، وَهَلْ يَشْتُمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟! قَالَ: ((نَعَمْ، يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أبَاه، وَيَسُبُّ أُمَّهُ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Termasuk dalam golongan dosa-dosa besar ialah jikalau seseorang itu memaki-maki kedua orang tuanya sendiri.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah,adakah seseorang itu memaki-maki kedua orang tuanya sendiri.” Beliau s.a.w. menjawab: “Ya, yaitu apabila seseorang itu memaki-maki ayah seseorang, lalu orang yang dimaki-maki ayahnya itu lalu memaki-maki ayahnya sendiri. Atau seseorang itu memaki-maki ibu orang lain, lalu orang yang dimaki-maki ibunya ini, memaki-maki ibunya sendiri.” (Muttafaq ”alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
وفي رواية: ((إنَّ مِنْ أكْبَرِ الكَبَائِرِ أنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ!))، قِيلَ: يَا رَسُول الله! كَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيهِ؟! قَالَ: ((يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أباهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ)).
“Sesungguhnya termasuk sebesar-besarnya dosa besar ialah apabila seseorang itu melaknat kepada kedua orang tuanya sendiri.” Beliau s.a.w. ditanya: “Ya Rasulullah, bagaimanakah seseorang itu melaknat kedua orang tuanya sendiri?” Beliau s.a.w. bersabda: “Yaitu orang tadi memaki-maki ayah orang lain, lalu orang ini memaki-maki ayahnya sendiri atau orang itu memaki-maki ibu orang lain, lalu orang ini memaki-maki ibunya sendiri.”
- وعن أَبي محمد جبيرِ بن مطعم رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ)). قَالَ سفيان في روايته: يَعْنِي: قَاطِع رَحِم. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Muhammad, yaitu Jubair bin Muth’im r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak akan masuk syurga seseorang yang memutuskan.” Sufyan berkata dalam riwayatnya bahwa yang dimaksudkan ialah memutuskan ikatan kekeluargaan. (Muttafaq ‘alaih)
- وعن أَبي عيسى المغيرة بن شعبة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((إنَّ اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ: عُقُوقَ الأمَّهَاتِ، وَمَنْعًا وَهَاتِ، وَوَأْد البَنَاتِ، وكَرِهَ لَكُمْ: قِيلَ وَقالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإضَاعَةَ المَالِ)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Isa, yaitu al-Mughirah bin Syu’bah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadamu semua akan berani kepada para ibu, juga mencegah ( tidak melaksanakan apa-apa yang wajib atas dirinya), meminta yang bukan miliknya, serta menanam anak-anak perempuan hidup-hidup. Allah membenci kepada kata-kata qil wa qal ( yakni: katanya dari si Anu, ujarnya dari si Anu, tetapi tidak ada kepastiannya), juga memperbanyak pertanyaan serta menyia-nyiakan harta (dibelanjakan kepada sesuatu yang bukan semestinya).” (Muttafaq ‘alaih)
Sabda Nabi s.a.w. man’an ialah mencegah atau tidak menunaikan apa-apa yang diwajibkan atau yang sudah menjadi kewajiban dirinya. Haati artinya meminta yang bukan milik atau haknya, Wa’dul banat, yaitu menanam anak-anak perempuan dengan hidup-hidup.
Qil wa qal maknanya ialah segala sesuatu yang didengarnya (sekalipun belum pasti kebenarannya). Orang yang suka qil wa qal itu suka mengatakan: “Dikatakan oleh si Fulan itu begini, atau si Fulan itu berkata demikian, semua kata-kata itu tidak dapat diketahui kebenarannya atau bahkan tidak disangka bahwa kata-kata itu benar. Cukuplah seseorang itu disebut berdusta, jikalau ia mempercakapkan segala apa yang didengarnya. Idha’atul mal, yaitu ditabzirkan,diobralkan atau dibelanjakan untuk tujuan yang tidak diizinkan oleh syariat, yaitu baik yang berhubungan dengan tujuan-tujuan keakhiratan atau keduniaan, atau tidak suka menyimpannya, padahal mungkin sekali untuk disimpan (yakin ia kuasa menyimpan).
Katsratus sual, yakni banyak bertanya atau meminta sesuatu yang ia sendiri tidak memerlukan itu.