Teologi Anti Korupsi
PWMJATENG.COM, Sederet kasus yang akhir-akhir ini menjadi konsumsi khalayak Publik di Indoensia yakni tertangkapnya salah satu ketua umum Partai Politik, belum lagi para penyelenggara negara Exekutif disegala level Pusat, provinsi, kota, hingga desa, kisah serangan Fajar dengan puluhan kardus yang tertangkap dan seterusnya jelang pilpres dan Pileg 17 April 2019 ada apakah kalian, wahai para penyelenggara negara? apakah kalian kekurangan harta? Korupsi adalah kejahatan luar biasa (Extra ordinary crime) maka penanganannya pun harus dengan cara- cara luar biasa, selain itu korupsi adalah gejala amoral, penyakit satu ini bila di di ibaratkan tubuh bangsa kita adalah penyakit Kronis stadium 20 sudah melebihi batas kewajaran, disatu sisi ini adalah penyakit iman atau Aqidah yang melampui batas, kenapa? Karena ketika melakukan korupsi, pelakunya kehilangan keimanannya kepada Allah SWT. Bagi muslim dan bagi Non Muslim maka mereka sedang tidak ber Tuhan, bukan persoalan menurunnya iman namun lebih dari itu yakni “ tekor” bahkan sirna dalam hatinya. Sekiranya di dalam hati mukmin itu ada iman yang kuat, niscaya ia terus merasa “ dimonitor”, diawasi, dan dievaluasi oleh Allah yang Maha Hadir dalam setiap detak nafasnya. Jika Allah diyakini selalu hadir dan melihat isi hati (niat korupsi), pikiran (rencana dan strategi melakukan korupsi, misalnya secara berjamaah), dan perbuatan korupsinya, niscaya yang bersangkutan akan takut kepada Allah, takut bagaimana mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak, dan takut Azabnya yang super pedih. Sebentar lagi kita akan menghadapi Ramadhan 1440 H, momentum untuk membakar dosa, momentum untuk penyucian jiwa, dan momentum untuk pendidikan umat dalam nilai-nilai agama, termasuk diantaranya nilai-nilai mencegah korupsi. Tetepi hendaknya kita jangan hanya terfokus pada bulan Ramadhan , tetapi pada bulan-bulan yang lain juga diperlukan sebab, terjadi korupsi setiap hari ibaratnya amal sudah menjadi “amal harian” meskipun demikian momentum Ramadhan ini masih dapat di gunakan untu meningkatkan kesadaran spiritual , kesadaran intelektual guna meningkatkan kognitif dan penguatan metodologis umat islam dalam mencegah terjadinya tindak korupsi. Sebab kelemahan dalam kedua hal ini yang menyebabkan seseorang terjebak dalam tindak korupsi. Maka dalam rangka menyambut bulan Ramdhan yang akan menciptakan manusia baru. Yang tidak hanya sekedar fisikly tetapi juga memperbaharui dalam sisi jiwa/ruh. Sehingga paca Ramadhan orang terbiasa mengenakan baju baru yang bersih sebetulnya melambangkan dirinya memiliki spritual power yang mampu menumbuhkan pada dirinya untuk melawan korupsi.
ketika orang puasa seharusnya bisa berbuat ihksan, artinya meskipun orang tidak tahu kita, tetap puasa kita karena Allah. Namun dalam prakteknya ketika urusan keduniaan, orang tetap korupsi, meski sebetulnya mereka tahu dan Allah Maha Tahu. Mengapa demikian? Maka urusan Ramadhan jangan hanya sekedar upaya mengerjakan ibadah mahdlah semata dan kurang menyentuh pada ibadah sosial (muamalat duniawian) jangan hanya terfokus pada batal dan tidaknya puasa yang dikemudian hari harus mengulanginya kembali dan seterusnya, namun ibadah sosial tidak diperhatikan karena ibadah sosial tidak harus mengulanginya,
Ini semestinya menjadi PR dan menjadi perhatian ormas Islam, terutama Muhammadiyah, jika ingin mempunyai kontribusi dalam hal pemberantasan kosupsi di Indonesia, perlu perbaikan dan pembenahan dakwah, terutama pembenahan materi dan metodologi dakwah di bulan Ramadhan. Muhammadiyah memiliki potensi yang besar untuk mengerjakan hal ini, karena mempunyai Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), Majelis Tarjih dan Majelis Tabligh, tiga pilar ini bisa bekerjasama (Dr. H Busyro Muqoddas Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Majelis Hukum dan HAM (Mantan Ketua KPK RI), PTM bisa melakukan riset mengenai korupsi dan kemudian di olah, Majelis Tarjih bisa menggunakan hasil riset untuk menentukan materi apa saja yang relevan untuk disampaikan sesuai dengan kontexs persoalan kebangsaan terutama di persoalan Korupsi. Sehingga bisa disampaikan materi tersebut dengan dakwah yang tepat kepada masyarakat dan yang tidak kalah penting yakni dikawasan-kawasan yang riskan terjadi transaksi.
Ada tiga hal, kenapa orang melakukan korupsi, Pertama, kegagalan memahami diri sendiri, kedua hedonism atau prgmatisme Ketiga, permisifisme masyarakat terhadap korupsi.
Pertama, orang melakukan korupsi karena gagal memahami diri sendiri. Mereka tidak bisa memahami asal muasalnya, proses kehidupannya dan orientasi akhir dari kehidupannya. Manusia merupakan insan kamil yang di dalam proses kehidupannya mempunyai peran-peran profetik baik itu dalam sosial, politik atau dimensi kehidupan yang lain yang kemudian hari akan dipertanggung jawabkan. Tak memperdulikan pendapat publik tentang dirinya, apalagi harus mempertanggungjawabkan perilakunya kelak. Ia sudah mati rasa tidak hanya menderita sakit syaraf namun sudah sakit jiwa.
Kedua, orang melakukan korupsi karena hedonism (memuja kesenangan) atau pragmatism (budaya menerabas).( Koencjoroningrat) Jelas budaya ini akan menghasilkan orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia cita-citakan. Bahkan budaya ini bisa membelah jiwa seseorang, disatu sisi ia tahu itu haram tetapi di sisi lain membutuhkan. Inilah yang melahirkan kemunafikan dalam hal sikap dan perilaku. perilaku yang semestinya haram tetapi karena di beri label agama dan untuk kebutuhan menjadi seolah-olah halal.
Ketiga, orang korupsi karena memang masyarakat yang permisif (pembiaran karena dianggap lumrah). Sikap ini terlihat pada Pilpers, Pilkada (pemilihan kepala daerah), Pileg (pilihan Legislatif) dan yang sejenisnya. Para calon berusaha memikat masyarakat dengan menyebar amplop yang berisi uang agar masyarakat memilihnya. Dan seterusnya bahkan ada yang berupa umroh “Jihad Politik” Alibinya. Padahal termasuk kategori riswah (suap). Yakni penyuap dan yang disuap sama-sama dosanya jika mereka paham. Jika merujuk pada pada filosofi Al-Ma’un yang dikembangkan Muhammadiyah, pelaku-pelaku korupsi yang tahu agama dan menjalankan ritual agama ini bisa digolongkan sebagai pendusta agama. Mereka lalai dalam shalatnya. Meskipun shalat tetapi tetap melakukan tindakan keji dan munkar.
Usyikum waiyaya nafsi bitaqwallah. Billahi fisabililhaq fastabiqul khairot.
Oleh Ahmad Zia Khakim, S.H
Aktivis Muhammadiyah