Kader Anak Muhammadiyah, Pulanglah ke “Rumah”
Oleh : Muh Arief Sitegar S.E.I., (Anggota Bidang Organisasi PW IPM Jawa Tengah)
PELAJAR merupakan potensi luar biasa yang menjadi syarat utama suatu kemajuan. Dalam sejarah Indonesia, bangsa menjadi sadar akan penindasan dan penjajahan tidak lain karena bangkitnya kaum terpelajar kala itu. Bagaimana kita melihat lulusan sekolah dokter menjadi pelopor berdirinya organisasi Boedi Oetomo sebagai wadah pencerdasan Masyarakat. Kesadaran dan pencerdasan ini yang menjadikan Soekarno dan segenap pendiri bangsa sepakat untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Muhammadiyah tersohor dengan kualitas dan kuantitas potensi lembaga pendidikan yang dimiliki. Mempunyai andil dalam memberi pengaruh terhadap peningkatan kualitas masyarakat. Dan keberlanjutan ormas raksasa ini harus di imbangi dengan pembenihan kader-kader yang kelak melanjutkan estafet kepemimpinan. Dinamika terjadi, sebagai lumrahnya organisasi terkadang Muhammadiyah merasa “kewalahan” untuk mendapatkan penerus yang mengerti arah tujuan serta ideologi Muhammadiyah.
- Dalam konteks daerah, tidak semua tempat telah memiliki budaya pengkaderan ideologis yang mapan. Jumlah yang minor dan sumber daya terbatas menjadikan sistem perkaderan berjalan mengalir sederhana. Diperlukan wadah yang yang tepat dan tersistem untuk mewujudkan pendidikan ideologi Muhammadiyah yang mantap. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menjadi bagian yang di gagas untuk mewujudkan nya. Sementara itu pada masa tahun 80-an ketika geliat IPM belum merata di daerah-daerah, gerak organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) eksis di kalangan kader muda Muhammadiyah. Banyak anak-anak tokoh Muhammadiyah yang aktif bergerak di organisasi ini. Sebagaimana diketahui PII adalah organisasi Islam eksternal sekolah untuk para Pelajar hingga mahasiswa. PII adalah organisasi yang berasaskan Islam dan berdiri Independent (bukan merupakan Underbow dari Organisasi manapun). Bergerak dibidang pendidikan, non Partai (piijepara.blogspot.com). Kenyataan ini menjadikan PII sebagai organisasi terbuka dari banyak kalangan dan tidak berorientasi pada ideologi ormas tertentu termasuk Muhammadiyah.
Ideologi Muhammadiyah yang telah tertata seyogyanya dapat di tranformasikan kepada kader penerusnya. Urgensi pendidikan ideologis harus di wadahi agar hasil yang diharapkan dapat terwujud. Keberadaan IPM sebagai wadah bagi anak-anak tokoh Muhammadiyah maupun pelajar Muhammadiyah secara umum patut mendapat dukungan dari berbagai pihak. Perlombaan eksistensi antara IPM dan PII di kalangan internal Muhammadiyah perlu disikapi dengan Arif. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) adalah sebuah taman untuk menyemai benih-benih perkaderan ideologis. Tidak tepat dan menyalahi aturan jika ada sebuah sekolah Muhammadiyah yang dengan fasilitas yang dimiliki malah digunakan untuk kegiatan perkaderan organisasi pelajar yang tidak terikat secara ideologi dengan muhammadiyah itu sendiri. Sebagaimana tertuang dalam Surat. Keputusan PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah No. 510/SK.PP/III.A/16/1997 tertanggal 3 Oktober 1997 tentang Qoidah Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, Bab VI Pasal 24 dijelaskan bahwa:
“Pimpinan Sekolah/Pondok Pesantren/Madrasah Muhammadiyah berkewajiban membina Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang menjadi Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dalam Sekolah/Madrasah/Pondok Pesantren Muhammadiyah”, kemudian dalam Bab VIII Pasal 32 dituliskan bahwa, “Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di Sekolah/Pondok Pesantren/Madrasah Muhammadiyah adalah Ikatan Pelajar Muhammadiyah”.
Penamaan organisasi pelajar dilingkungan sekolah Muhammadiyah secara jelas telah disebutkan dalam SK Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah NO. 128 tahun 2008 Bab II tentang kedudukan organisasi otonom ayat 1 bahwa “Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah satu-satunya organisasi pelajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah”. Jelas kiranya jika ada sekolah Muhammadiyah yang membuka pintu untuk kegiatan organisasi pelajar selain IPM adalah suatu penyimpangan terhadap kaidah organisasi.
Patut diakui bahwa gerak juang PII pada masa orde lama dan orde baru menjadi salah satu pemain utama dalam pergerakan Islam terutama untuk pelajar di Indonesia. Banyak jasa yang telah ditorehkan dalam upaya melawan faham komunis dan mencetak generasi unggul bangsa. Dan kita patut bersyukur dan berterima kasih atas perjuangan PII dalam mencerdaskan pelajar di Indonesia. Sudah saatnya tokoh Muhammadiyah “move on” dan saling bahu membahu membesarkan rumah asli pelajar Muhammadiyah yaitu IPM. Mengerahkan segala potensi sumber daya untuk menumbuhkan benih-benih penerus bangsa dan persyarikatan melalui Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Kegelisahan ini muncul ketika ada oknum kepala sekolah Muhammadiyah di daerah Pantura Jawa Tengah yang dengan kuasanya mendukung kegiatan perkaderan organisasi pelajar bukan IPM memanfaatkan fasilitas milik persyarikatan untuk melakukan kegiatan perkaderan. Sehingga khalayak ramai bertanya apakah benar kepala sekolah tersebut tidak faham ideologi Muhammadiyah ?. Tentu tidak semudah itu untuk dapat menghakimi. Diperlukan suatu jalinan komunikasi yang baik untuk menyelesaikan masalah ini. Di lain daerah di Pantura tengah Jawa Tengah bahkan unsur Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang mendukung kegiatan organisasi pelajar bukan IPM untuk melaksanakan perkaderannya di fasilitas persyarikatan. Dan karena merasa di naungi oleh tokoh-tokoh pimpinan maka dampaknya banyak kader muda Muhammadiyah yang harusnya menempuh pembinaam ideologi Muhammadiyah melalu IPM justru memilih jalur yang secara tegas tidak ada sangkut pautnya dengan Muhammadiyah. Pada akhirnya saling berkaca dan mengakui kekurangan yang dimiliki menjadi bahan muhasabah dalam melanjutkan tujuan dari didirikannya persyaratan muhammadiyah.(Arief)