Cerita Menembus Zaman
Suatu ketika saya melihat dan mendengar ceramah dari salah satu ustadz yang cukup terkenal. Ceramah itu bertema kepemimpinan. Mungkin sudah familiar ketika ada ceramah tentang kepemimpinan, ceritanya akan berefleksi pada fase/ periode-periode kepemimpinan Islam zaman dahulu. Termasuk Ustadz tersebut yang secara terang menjelaskannya. Beliau menyampaikan tentang kepemimpinan Umar bin Khattab. Ceritanya pun tidak berbelit-belit dan terperinci seluruh kehidupan sang Khalifah ke-2 tersebut. Akan tetapi, beliau hanya menceritakan salah satu malam yang dilalui Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab adalah pemimpin yang jarang tidur, pagi dan siang, waktu beliau gunakan untuk melakukan kegiatan pemerintahan, dan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Ketika malam beliau gunakan untuk berkeliling, sembari memastikan rakyatnya tidur dengan nyenyak. Waktu malam hari pulalah beliau gunakan untuk mengukur standar kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.
Dari sinilah cerita dimulai. Umar mendapatkan atau bertemu seorang janda yang sedang memasak batu. Di suatu rumah, janda itu memasak sambil berbicara sendiri dan mengeluh tentang kepemimpinan khalifah. Janda itu mengeluh dengan kepemimpinan Umar yang membiarkan rakyatnya kelaparan (salah satunya dirinya). Mendengar keluhan janda tersebut, Umar langsung kembali ke gudang makanan. Dan mengambil beberapa sembako. Pengawal Umar pun berkata, “Khalifah, biar aku saja yang membawakan sembako itu”. Umar menjawab “Tidak, biarkan aku saja, dia seperti itu karena aku, lebih baik aku tersiksa di dunia daripada mendapat siksa Allah SWT”. Akhirnya Umar membawa sembako tersebut dengan memikulnya sendirian ke sana ke tempat janda tersebut dengan berjalan kaki beberapa kilometer.
Tentu kita tidak asing dengan cerita tersebut. Tapi apakah kita sadar, bahwa cerita tersebut sudah menembus waktu yang lama. Kalau dihitung kurang lebih sudah 1.400 tahun masehi. Mengapa cerita tersebut dapat bertahan lama? Kita saja yang banyak berswafoto, banyak menulis, banyak ceramah, banyak membuat video. Tidak seberapa lama cerita kita akan cepat terlupakan. Lalu apa yang membedakan kita dengan cerita yang dibuat Umar bin Khattab? Salah satu hipotesis yang bisa saya ambil adalah tentang masalah kualitas individu serta momen gerakannya.
Kualitas Individu
Hal ini tentu tidak lain dan tidak bukan karena kebermanfaatan apa yang kita buat. Umar bin Khattab seorang sahabat yang dijamin masuk surga, kuburnya dekat dengan nabi, mencari ilmunya ke nabi, dan beliau berperang bersama nabi. Maka perbuatannya pun selalu berspirit dengan apa yang diajarkan nabi. Walaupun dia dekat dengan nabi, mertua nabi, sahabat nabi. Beliau sangat takut dengan dosa, sangat takut rakyat menderita. Maka cerita tersebut bisa bertahan lama karena hikmah dan teladan kepemimpinannya.
Sedangkan kita, hidup dengan nabi tidak, bukan sahabat nabi, tapi kita tidur kebanyakan, makan kebanyakan, dan merenung pun jarang sekali. Maka apa yang kita buat tentu belum bisa menembus zaman, karena yang kita buat baru sedikit yang bermanfaat untuk sesama. Foto kita, tulisan kita, video kita ketika ingin menembus waktu yang lama maka perbaikilah kualitasnya dengan asas kualitas individu dan kebermanfaatan untuk masyarakat umum.
Momentum Gerakan
Kita selanjutnya melihat, bagaimana momentum gerakan atau perbuatan yang khalifah Umar lakukan pada waktu itu. Kalau dilihat lebih seksama, ternyata gerakan tersebut tidaklah gerakan biasa. Stigma yang berkembang bahwa pemimpin itu hanya bisa menyuruh, ternyata Umar melaksanakan sendiri (meminggul sembako). Umar juga memakai momentum malam hari yang tak biasa. Di saat manusia terlelap tidur beliau keliling dan memastikan rakyatnya sejahtera. Kalau kita kontekskan pada waktu itu maka hampir tidak ada pemimpin yang seperti beliau. Inilah momentum-momentum yang beliau ambil guna berfastabiqul khairat.
Tetap Istiqomah
Menjadi manusia, menjadi makhluk yang berkembang. Tidak hanya fisiknya, tetapi akal dan jiwanya. Perkembangan kita hanya sementara. Manusia terbatas waktu tanpa bisa berbalik dengan waktu dan menembus waktu, sehingga yang bisa menembus waktu adalah karya kita, perbuatan kita, dan amalan kita.
Maka marilah kita selalu senantiasa belajar, senantiasa bergerak, senantiasa berbagi, senantiasa mengasihi, senantiasa berbaik hati. Dengan begitu harapannya karya-karya kita akan menembus zaman seperti yang dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khattab, yang selama 14 abad teladannya masih bisa kita nikmati dan ambil hikmahnya.
Tentu ketika ceramah dan memberikan tausyiah kita selalu menggunakan cerita yang baik-baik. Cerita yang baik-baik itu kita gunakan untuk jamaah kita. Cerita yang baik-baik tersebut bisa kita dapatkan dari teladan nabi, dari ustadz kita, dari pemimpin kita, bahkan dari jamaah kita sendiri.
Tapi tentu kita tidak hanya bisa menceritakan. Kita juga bisa membuat cerita yang baik, sehingga cerita kita dapat menembus zaman. Cerita yang baik akan bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Walapun generasi yang akan datang belum tentu bertemu dengan kita, akan tetapi mereka bisa meneladani kita melalui perbuatan kita untuk kemudian direkam oleh waktu dan akan disampaikan oleh waktu yang akan datang. Contoh saja, kita tidak pernah bertemu Umar bin Khattab, kita tidak pernah bicara, menggenggam tangannya ataupun berperang dengannya. Akan tetapi dengan cerita dari ustadz kita, kita bisa melihat seperti apa kepribadiannya. Maka dari itu penulis mengajak para pembaca untuk senantiasa membuat cerita yang baik. Tentunya cerita yang bisa menembus zaman, bukan cerita yang kekinian tapi cepat ditelan oleh zaman.
Oleh: Roynaldy Saputro (Guru SMA-SMK Muh Mayong Jepara) | Editor: Tuti Astha3