Kolom

Bagaimana Penonton Memandang Suku Batak dalam Film Ngeri Ngeri Sedap?

Oleh: Ikhsan Lutfi Deva Mahendra

Perfilman Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, cerita-ceritanya makin relate sama kehidupan sehari-hari, sampai penonton mikir, “kok kayak hidup gue?”. Saat ini, film bukan cuma soal hiburan, tapi juga jadi cara ngenalin budaya dan nilai yang ada di sekitar kita. Penggambarannya lebih dekat dengan berbagai genre yang diangkat. Salah satu film yang berhasil melakukan itu adalah Ngeri-Ngeri Sedap.

Cerita keluarga Batak dalam film ini disajikan dengan gaya yang ringan dan lucu, sehingga film ini dikatakan film komedi, tapi pesannya tetap terasa. Isunya sederhana dan relate contohnya hubungan orang tua dan anak yang sering beda pandangan, anak yang ingin bebas menentukan hidupnya, sementara orang tua masih memegang teguh tradisi dan kebiasaan lama. Konflik kayak gini rasanya nggak asing, bahkan buat keluarga non-Batak sekalipun.

Yang bikin film ini menarik tuh budaya Batak ditampilkan apa adanya, cara bicara yang tegas, orang tua yang terkesan galak, sampai campur tangan keluarga besar terasa sangat hidup. Sekilas mungkin terdengar keras, tapi makin ditonton, kelihatan jelas kalau semua itu berangkat dari rasa sayang dan tanggung jawab terhadap keluarga.

Menariknya lagi, setiap penonton bisa menangkap pesan yang berbeda dari film ini. Ada yang langsung menerima dan merasa ceritanya sangat dekat dengan kehidupan mereka. Ada juga yang memahami pesannya, tapi menyesuaikannya dengan pengalaman pribadi, sehingga tidak semuanya diterima utuh. Sementara itu, sebagian penonton lainnya bersikap lebih netral atau bahkan menolak, karena merasa nilai nilai yang ditampilkan kurang relevan dengan cara hidup mereka saat ini. Hal tersebut selaras dengan teori Analisis Resepsi.

Lalu bagaimana contoh penonton menerima, netral dan menolak pada film ini :

  • Menerima
    Akan banya penonton yang menerima karena merasa nilai kebersamaan dan sikap orang tua seperti itu masih masuk akal dan dekat dengan kehidupan mereka.
  • Netral
    Penonton yang netral menikmati ceritanya tanpa terlalu ikut terbawa. Filmnya lucu dan menghibur, tapi konflik keluarga yang ditampilkan dianggap bukan sesuatu yang harus dibenarkan atau disalahkan. Mereka nonton, ketawa, paham ceritanya, tapi nggak merasa perlu ikut berpihak.
  • Menolak
    Penonton yang menolak ngerasa sikap orang tua di film ini terlalu mengekang. Campur tangan keluarga dan tuntutan adat dianggap bikin anak nggak bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Walaupun ngerti maksud baiknya, mereka tetap merasa cara yang ditunjukkan di film kurang cocok sama kehidupan sekarang.

Pada akhirnya, Ngeri-Ngeri Sedap bukan cuma soal satu keluarga, tapi cerita yang bisa nyentuh banyak keluarga. Masalahnya sederhana dan dekat orang tua punya harapan, anak punya keinginan sendiri, lalu di situlah gesekannya muncul. Hal-hal kayak gini rasanya nggak asing buat kita, karena banyak orang juga ngalamin hal yang sama di kehidupan sehari-hari.

Lewat cerita yang santai dan penuh humor, film ini ngajak kita buat melihat perbedaan dari sudut pandang yang lebih santai juga, kita diajak buat ngerti bahwa tiap keluarga punya cara sendiri, latar belakang sendiri, dan nilai yang mereka pegang masing-masing. Jadi, perbedaan itu nggak selalu harus diperdebatkan, apalagi dipaksakan, tapi cukup dipahami aja dulu.

Itulah kenapa film ini terasa hangat dan jujur, ada bagian yang bikin ketawa, ada juga yang bikin mikir dan keinget rumah. Pas filmnya selesai, yang tertinggal bukan cuma cerita lucu, tapi juga rasa bahwa memahami orang lain, terutama keluarga itu memang nggak selalu mudah, tapi selalu penting.

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE