Kolom

Perintah Iqra’ sebagai Gerak Spiritual: Telaah Makna dalam Tradisi Tafsir ‘Irfani

Oleh : Dr. Cholisa Rosanti, M.Si (Dosen Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan)

PWMJATENG.COM, Artikel ini mengkaji makna perintah Iqra’ dalam Surah Al-‘Alaq ayat 1–5 melalui pendekatan tafsir ’irfani (tasawuf intuitif). Tradisi ’irfani memandang Iqra’ bukan sekadar aktivitas membaca teks, tetapi gerak spiritual menuju penyaksian hakikat Ilahi. Dengan menelaah pemikiran tokoh-tokoh sufi seperti Ibn ‘Arabi, al-Ghazali, dan Jalaluddin Rumi, artikel ini menunjukkan bahwa Iqra’ merupakan proses penyucian hati, pembacaan diri, dan pengenalan realitas metafisik. Artikel ini juga menegaskan bahwa perintah Iqra’ adalah fondasi epistemologi spiritual Islam yang menyatukan akal, intuisi, dan ketersingkapan batin.

Perintah Iqra’ dalam Surah Al-‘Alaq merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw. Ayat tersebut bukan sekadar instruksi intelektual, tetapi perintah pembentukan kesadaran spiritual. Dalam tradisi tafsir ‘irfani, yang menekankan penyucian jiwa dan pengalaman batin, Iqra’ dipahami sebagai gerak spiritual manusia menuju ma’rifat. Tradisi irfani menegaskan bahwa bacaan sejati bukan hanya membaca teks Al-Qur’an, tetapi membaca tanda-tanda Tuhan pada diri manusia dan alam semesta. Karena itu, perintah Iqra’ menjadi simbol transformasi spiritual dalam Is

Tafsir ‘irfani merupakan pendekatan penafsiran Al-Qur’an yang berakar pada tradisi tasawuf dan epistemologi intuitif dalam Islam. Berbeda dengan tafsir bil-ma’tsur yang bertumpu pada riwayat dan tafsir bil-ra’yi yang bertumpu pada analisis rasional, tafsir ‘irfani menekankan aspek penyaksian batin (kasyf) dan penyucian jiwa sebagai syarat terkuat untuk memahami makna terdalam ayat. Para sufi meyakini bahwa Al-Qur’an memiliki lapisan-lapisan makna: zahir (eksoteris), isyarat, dan batin (esoteris). Tafsir ‘irfani bergerak pada level batin ini, bukan untuk menggantikan tafsir zahir, tetapi untuk menyingkap kedalaman spiritual yang tidak dapat dicapai oleh pendekatan tekstual semata.

Para tokoh sufi seperti al-Ghazali, Ibn ‘Arabi, Al-Qushayri, dan Rumi menegaskan bahwa hati (qalb) merupakan pusat kognisi spiritual. Untuk memahami Al-Qur’an secara mendalam, seseorang harus menjalani proses penyucian diri melalui dzikir, muraqabah, mujahadah, dan tazkiyah al-nafs. Dalam pandangan irfani, hati yang bersih menjadi cermin bagi cahaya Ilahi. Maka, interaksi dengan wahyu bukan sekadar proses intelektual, tetapi proses transformatif yang menghubungkan manusia dengan realitas Ilahi. Dari fondasi inilah, tafsir ‘irfani memberikan penekanan bahwa Iqra’ adalah panggilan batin untuk membuka kesadaran rohani dan bukan sekadar aktivitas membaca secara literal.

Perintah Iqra’ pada Surah Al-‘Alaq ayat 1–5 dipandang oleh tradisi irfani sebagai momen spiritual pertama dalam proses pembentukan kenabian. Ayat “Iqra’ bismi Rabbika alladzi khalaq” tidak hanya mengandung instruksi membaca, tetapi juga perintah mengorientasikan seluruh proses pengetahuan kepada Tuhan sebagai sumber wujud. Dalam tafsir irfani, Iqra’ merupakan gerak kesadaran (harakah ruhaniyyah) dari diri manusia menuju kesadaran ketuhanan. Artinya, membaca bukan sekadar aktivitas akal, tetapi perjalanan spiritual yang menuntut kehadiran hati dan keterhubungan dengan Sang Pencipta.

Para sufi memaknai Iqra’ sebagai membaca diri (muhasabah) dan membaca semesta sebagai kitab terbuka. Ibn ‘Arabi berpendapat bahwa seluruh ciptaan adalah ayat-ayat eksistensial yang menyingkap sifat-sifat Tuhan. Dengan demikian, Iqra’ mengandung perintah untuk menyadari jejak-jejak Ilahi dalam segala sesuatu. Al-Ghazali menambahkan bahwa Iqra’ hanya dapat mencapai makna batinnya ketika dilakukan dengan hati yang suci; oleh karena itu, proses membaca dalam perspektif irfani adalah bagian dari tazkiyah al-nafs. Ayat-ayat berikutnya yang menyebut tentang pena (al-qalam) dipahami sebagai simbol pengetahuan Ilahi yang terus mengalir kepada manusia yang hatinya siap menerima cahaya.

Dalam perspektif irfani, perintah Iqra’ menjadi dasar bagi konsep pendidikan yang menyatukan aspek intelektual dan spiritual. Pendidikan tidak hanya dipahami sebagai transmisi ilmu pengetahuan, tetapi sebagai proses membentuk manusia menjadi pribadi yang sadar akan kehadiran Tuhan dalam seluruh aktivitasnya. Dengan demikian, Iqra’ berfungsi sebagai fondasi epistemologis pendidikan Islam yang holistik: ia mengarahkan manusia untuk membaca secara kritis, mendalam, dan dengan kesadaran ketuhanan.

Pendidikan spiritual Islam yang terinspirasi dari Iqra’ bertumpu pada tiga pilar. Pertama, integrasi akal dan hati, yakni bahwa pencarian ilmu tidak boleh hanya bertumpu pada rasio tetapi harus disempurnakan dengan intuisi dan penyucian jiwa. Kedua, orientasi tauhid, yaitu bahwa pengetahuan harus mengarah pada penguatan hubungan manusia dengan Allah dan bukan sekadar peningkatan kemampuan duniawi. Ketiga, transformasi moral, karena membaca secara spiritual akan menghasilkan perilaku yang lebih etis, sabar, bersyukur, dan penuh kasih.

Perintah Iqra’ dalam Surah Al-‘Alaq merupakan gerak spiritual yang membawa manusia pada kesadaran Ilahi. Dalam tafsir irfani, Iqra’ tidak hanya dimaknai sebagai membaca teks, tetapi membaca diri, membaca alam, dan membaca tanda-tanda Tuhan. Perintah ini adalah langkah awal bagi perjalanan penyucian jiwa dan pencapaian ma’rifatullah. Dengan demikian, Iqra’ merupakan fondasi epistemologi spiritual Islam yang menyatukan akal, hati, dan intuisi. Ia adalah gerak menuju kedalaman makna, menuju Tuhan.

Editor: Al-Afasy

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE