Kolom

Sejauh Mana Transformasi Digital Muhammadiyah?

Abdul Rasyid, S.E (Ketua Umum PD IPM Kota Pekalongan 2014-2015/Sekretaris PCM Banjarharjo Brebes)

PWMJATENG.COM, Dalam beberapa kurun waktu terakhir, Muhammadiyah tampak mulai menaruh perhatian serius pada “lahan” dakwah digital. Namun, jika kita menengok satu dekade ke belakang dan mencoba menilai secara objektif, harus diakui bahwa lahan ini dulunya kurang tersentuh dengan matang. Padahal, kita semua menyadari bahwa kemajuan teknologi digital tidak berjalan linier, melainkan melompat secara eksponensial dari tahun ke tahun. Ketertinggalan satu tahun di dunia digital bisa berarti ketertinggalan teknologi selama bertahun-tahun di dunia nyata.

​Mungkin selama ini kita terlalu terninabobokan oleh jargon “berkemajuan”. Kita sering kali merasa sudah cukup puas dengan capaian fisik Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), seperti gedung rumah sakit yang megah atau kampus-kampus yang terus tumbuh. Kita terpukau pada progres yang terlihat mata secara fisik, hingga kita sedikit alpa pada realitas ruang digital. Ruang ini bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan medan pertempuran ideologi (ghazwul fikr) dan rujukan utama bagi hampir semua orang dalam menjalani keseharian mereka.

​Realitasnya hari ini, setiap kali umat merasa bingung mengenai perkara agama atau hukum Islam, mereka tidak lagi mencari kiai secara fisik di tahap awal. Langkah pertama mereka adalah membuka Google. Bahkan dalam satu tahun terakhir, tren ini bergeser menjadi lebih canggih; orang mendapatkan jawaban instan melalui kecerdasan buatan (AI) seperti Gemini, ChatGPT, hingga Grok. Pertanyaannya, konten siapa yang dibaca oleh mesin-mesin pintar tersebut untuk diberikan kepada umat?

​Di sinilah letak kegelisahan kita. Ketika kita mencari hukum Islam di mesin pencari, hasil yang muncul di urutan teratas secara konsisten adalah website dari NU Online, Rumaysho, Almanhaj, atau Muslim.or.id. Website resmi Muhammadiyah justru sering kali baru muncul di halaman kedua atau urutan bawah. Mengapa mereka selalu mendominasi posisi atas? Jawabannya bukan sekadar keberuntungan, melainkan karena mereka memiliki tim digital yang sangat solid. Mereka paham betul strategi SEO (Search Engine Optimization) dan mengerti cara memproduksi konten yang relevan dengan apa yang diketikkan orang di kolom pencarian.

​Kekuatan utama NU Online, misalnya, terletak pada ekosistem jaringan yang sangat powerful. Mereka tidak berdiri sendiri, melainkan ditopang oleh website dari tujuh wilayah utama (Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Lampung, Jakarta, dan Kepri) serta satu daerah percontohan di Jombang. Hebatnya, website-website penopang ini memproduksi konten yang serupa dengan struktur dan template yang seragam. Pola ini menciptakan kekuatan otoritas yang besar di mata mesin pencari. Muhammadiyah seharusnya bisa menciptakan ekosistem serupa atau bahkan lebih baik.

​Saat ini, secercah harapan muncul dari PWM Jawa Tengah yang mulai bergerak ke arah sana. Mereka sedang berupaya membereskan dan menyeragamkan website setiap daerah di bawah naungan Muhammadiyah Jawa Tengah. Di atas kertas, rencana ini sebenarnya cukup mudah dieksekusi. Dari sisi pendanaan, kita memiliki LAZISMU yang bisa disinergikan untuk mendukung infrastruktur dakwah digital ini. Namun, tantangan terbesarnya bukan pada teknologi, melainkan pada sumber daya manusia: menyiapkan barisan penulis muda yang handal dan militan untuk memproduksi tulisan berkualitas secara konsisten.

​Selama ini, di internal Muhammadiyah, aktivitas menulis cenderung dibebaskan begitu saja tanpa wadah yang terorganisir. Belum ada upaya masif untuk membekali dan melatih para penulis muda dengan kemampuan teknis digital. Dampaknya cukup terasa; sadar atau tidak, warga Muhammadiyah sendiri akhirnya lebih sering mengonsumsi literatur dari website yang terafiliasi dengan kelompok Salafi-Wahabi. Kita harus mengakui secara jujur bahwa dalam urusan penetrasi digital, mereka melesat jauh dengan konten website dan kanal YouTube yang sangat masif, kreatif, dan mampu menjawab persoalan umat dari yang remeh-temeh hingga yang paling rumit.

​Jika kita melihat ke tetangga sebelah, NU Online bahkan sudah meluncurkan SuperApps mereka sejak 28 Februari 2021. Jika tolok ukurnya adalah keberanian berinovasi di ruang digital, Muhammadiyah saat itu tampak belum sepenuhnya “berkemajuan” sesuai slogannya. Namun, kita tidak boleh hanya berhenti pada kritik. Masyarakat Indonesia memang unik; masih banyak yang belum mengenal Muhammadiyah secara utuh sehingga ada semacam “alergi” awal. Padahal, banyak dari mereka yang dulunya anti-Muhammadiyah, kini justru ikut menikmati manfaat sosial kita, mulai dari mengonsumsi daging kurban hingga menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah Muhammadiyah.

​Kini, momentum perubahan itu ada di depan mata dengan hadirnya MASA, SuperApps yang digawangi oleh Labmu. Inilah inovasi yang sangat kita nantikan untuk memenuhi kebutuhan warga persyarikatan dan umat Islam secara luas. Jika ekosistem jaringan website daerah tertata rapi dan SuperApps MASA berjalan optimal dengan dukungan konten yang segar, maka Muhammadiyah akan benar-benar menjadi organisasi yang jauh lebih berkemajuan dibanding organisasi atau harakah mana pun. Kini tugas kita jelas: pimpinan di semua level harus mendukung penuh, membiayai pengembangannya, dan yang terpenting, memberikan ruang bagi para penulis muda untuk berdakwah melalui tulisan di ruang digital. Kita dukung penuh transformasi ini demi kejayaan dakwah Islam yang mencerahkan.

Editor: Al-Afasy

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE