Dosen Doktor Hukum UMS Kupas Regulasi Keracunan MBG dan Hak Digital di Bima

PWMJATENG.COM, SURAKARTA – Program Studi Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menunjukkan kontribusinya dalam merespons isu-isu hukum kontemporer. Dua akademisi PDIH UMS, yakni Dr. Rizka, S.Ag., M.H. dan Sandya Mahendra, S.H., memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Bima (UMBIMA), Nusa Tenggara Barat, selama tiga hari, 11–13 Desember 2025.
Kegiatan ini menjadi ruang transfer ilmu dan diskusi kritis terkait isu perlindungan hukum korban keracunan makanan dalam Program Makan Gizi Gratis (MBG) serta tantangan kebebasan berekspresi dan hak digital di era teknologi informasi.
Rektor UMBIMA, Dr. Ridwan, S.H., M.H., yang juga alumni PDIH UMS, mengapresiasi kuliah umum tersebut. Ia menyebut kegiatan ini sebagai “vaksin intelektual” yang relevan dengan kondisi sosial masyarakat, khususnya di daerah penerima program nasional.
“Kami berterima kasih kepada PDIH UMS yang responsif terhadap kebutuhan diskusi hukum aktual. Isu perlindungan korban MBG dan kebebasan berekspresi di ruang digital sangat dekat dengan kehidupan masyarakat,” ujarnya.

Dalam sesi pertama, Dr. Rizka mengupas tema Perlindungan Hukum bagi Korban Keracunan Makanan dalam Program Makan Gizi Gratis. Ia menelaah kerangka hukum mulai dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen hingga aspek pidana dan perdata.
“Tujuan program ini sangat mulia, tetapi risiko hukum selalu ada. Regulasi harus dirancang antisipatif agar perlindungan korban berjalan cepat dan adil,” tegasnya.
Selain itu, Dr. Rizka juga membawakan materi Legal Academic Writing untuk memperkuat kapasitas riset dosen dan mahasiswa, termasuk teknik penemuan isu hukum dan standar penulisan akademik tingkat doktoral.
Sesi berikutnya diisi oleh Sandya Mahendra, S.H., yang membahas tema Kebebasan Berekspresi dan Hak Digital di Era Teknologi Informasi. Ia menyoroti implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kerap menimbulkan ketegangan antara kebebasan berekspresi dan ketertiban publik.
“Regulasi harus adil dan tidak diskriminatif. Mahasiswa perlu memahami batas antara kritik konstruktif dan pelanggaran hukum digital,” ungkap Sandya.
Ia menekankan pentingnya prinsip hukum untuk manusia, yakni hukum yang melayani kemanusiaan dan mewujudkan keadilan substantif.
Kuliah umum tersebut mendorong atmosfer akademik yang aktif dan aplikatif di lingkungan UMBIMA. Diskusi berkembang hingga komitmen kerja sama lanjutan antara UMS dan UMBIMA.
Kedua institusi sepakat menindaklanjuti kegiatan ini melalui program penelitian bersama (joint research), khususnya terkait perlindungan hukum di wilayah Nusa Tenggara Barat, serta kerja sama penerimaan mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UMS.
Kegiatan ini menegaskan peran UMS sebagai perguruan tinggi yang tidak hanya menjadi pusat pendidikan, tetapi juga aktor strategis dalam merumuskan solusi hukum atas persoalan nasional, sejalan dengan semangat I’M UMS: Islami, Mencerahkan, Unggul, Mendunia, dan Sustainable.
Kontributor: (Al/Humas)
Editor: Al-Afasy



