Kuliah Umum Keinsinyuran UMS Suarakan Transformasi Insinyur untuk Pembangunan Berkelanjutan

PWMJATENG.COM, SURAKARTA – Profesi insinyur di Indonesia dituntut untuk terus bertransformasi guna mendukung pembangunan berkelanjutan dan berkeadaban. Hal ini mengemuka dalam Kuliah Umum Keinsinyuran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (13/12), di Arcadia Ballroom Hotel Alana.
Kegiatan ini merupakan rangkaian Sumpah Profesi Insinyur Angkatan IX UMS dan menghadirkan dua narasumber, yakni Sekretaris Jenderal Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Dr. Ir. Teguh Haryono, MBA., IPU., ASEAN Eng., ACPE., APEC Eng., serta Guru Besar Program Studi Teknik Mesin UMS Prof. Ir. Sarjito, M.T., Ph.D.

Dalam paparannya, Teguh Haryono menekankan urgensi transformasi profesi insinyur di tengah krisis multidimensi global. Ia menyebut setidaknya empat krisis utama yang dihadapi dunia saat ini, yakni krisis iklim, krisis energi, ketidakpastian geopolitik, dan disrupsi teknologi digital.
Menurutnya, terdapat tiga transformasi penting yang harus dilakukan insinyur. Pertama, transformasi kompetensi, di mana insinyur tidak cukup hanya menguasai satu spesialisasi.
“Ke depan, insinyur harus mampu mengintegrasikan kemampuan teknis, literasi data, manajemen risiko, serta pemahaman sosial ekonomi. Kompetensinya harus bergerak ke arah multidisiplin,” ujarnya.
Kedua, transformasi etika, yakni pergeseran dari sekadar kepatuhan kontrak kerja menuju tanggung jawab publik yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan.
Transformasi ketiga adalah transformasi peran, dengan mendorong insinyur berperan aktif sebagai inovator sekaligus penggerak kebijakan. “Insinyur harus terlibat aktif mendorong lahirnya inovasi yang dibutuhkan masyarakat,” tegasnya.
Teguh juga menyoroti masih rendahnya rasio jumlah insinyur di Indonesia dibandingkan negara-negara G20, di tengah masifnya pembangunan infrastruktur nasional.
“Arus tenaga kerja terampil kini semakin terbuka. Insinyur Indonesia harus segera berbenah, dan alhamdulillah kesadaran sertifikasi profesi melalui PII terus meningkat,” katanya.
Guru Besar Teknik Mesin UMS Prof. Ir. Sarjito, M.T., Ph.D., dalam orasi ilmiahnya menegaskan bahwa etika harus menjadi fondasi utama profesi insinyur, terlebih di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

Ia menyinggung sejumlah tantangan global, seperti kemajuan kecerdasan buatan, urbanisasi cepat, kebutuhan infrastruktur masif, krisis iklim dan energi bersih, perkembangan kendaraan listrik dan otonom, hingga isu keamanan siber pada sistem industri.
“Semua tantangan itu menuntut insinyur tidak hanya cerdas secara teknis, tetapi juga matang secara etik,” ujarnya.
Sarjito menekankan bahwa insinyur masa depan harus mengintegrasikan tiga pilar utama, yakni keberlanjutan lingkungan, keadilan sosial, dan kelayakan ekonomi. Dengan fondasi tersebut, insinyur dituntut jujur dalam analisis dan tegas menolak manipulasi demi keselamatan publik.
Sebagai penutup, Sarjito berpesan agar para insinyur senantiasa menjunjung integritas dan mendahulukan kepentingan publik.
“Insinyur bukan sekadar profesi, tetapi amanah moral. Insinyur adalah penjaga keselamatan publik dan agen perubahan peradaban,” pungkasnya.
Kontributor: (Gede/Humas)
Editor: Al-Afasy



