Saat Sekolah Muhammadiyah ‘Hapus’ Utang Siswa Dhuafa

PWMJATENG.COM, SEMARANG — Di tengah arus kompetisi pendidikan dan tuntutan profesionalisme yang kian ketat, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Kota Semarang memilih jalan yang tak biasa. Jalan yang tercatat bukan dalam angka keuntungan, melainkan dalam catatan amanah dan kemanusiaan.
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang, H. Suparno, S.Ag., M.S.I., mengungkapkan fakta mengejutkan: akumulasi utang biaya pendidikan siswa di belasan sekolah Muhammadiyah — mulai dari SMP hingga SMA — mencapai sekitar Rp7 miliar.
Namun, angka fantastis ini bukanlah tanda beban, melainkan simbol kepedulian dan kelapangan hati. Utang tersebut berasal dari para siswa dari keluarga kurang mampu yang belum dapat melunasi biaya sekolah, bahkan hingga kelulusan.
Kontribusi Muhammadiyah Semarang terbentang luas di berbagai sektor. Dalam bidang pendidikan, PDM Kota Semarang mengelola sembilan SMP, dua SMA, dua SMK, serta lima TK Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA). Selain itu, juga terdapat sekolah dasar, rumah sakit Muhammadiyah, toko serba ada (Tokomu), dan layanan konsultasi hukum.
Ragam kegiatan sosial dan keagamaan terus digerakkan di setiap cabang, mulai dari kajian keislaman, bakti sosial, olahraga bersama, hingga program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Menjalankan institusi pelayanan publik dengan standar profesional sekaligus mempertahankan ruh keikhlasan dan nilai Islam bukan perkara mudah. PDM Kota Semarang menempatkan kualitas dan humanitas sebagai dua pilar utama.
Sektor kesehatan menjadi contoh nyata. Kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit Muhammadiyah terbukti tinggi — bahkan pasien datang dari luar kota seperti Kendal, Mranggen Demak, hingga Karangawen.
Untuk menjaga mutu dan tata kelola, PDM membentuk majelis khusus pengawas. Bidang kesehatan berada di bawah MPKU (Majelis Pembina Kesehatan Umum), sementara bidang pendidikan dikelola oleh Majelis Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah).
baca juga:
Tantangan terbesar kini muncul di sektor pendidikan, terutama dalam hal persaingan dan fasilitas. Suparno menilai, pandangan masyarakat sering kali masih terfokus pada fisik dan sarana prasarana sekolah.
Beberapa sekolah seperti SMP Muhammadiyah 1 dan SMP Muhammadiyah 3 memang memiliki fasilitas yang setara dengan sekolah lain, namun keterbatasan lahan dan lokasi yang kurang strategis masih menjadi kendala.
Ke depan, PDM Kota Semarang berencana melakukan reorganisasi kampus dan pemisahan lokasi sekolah-sekolah untuk mengoptimalkan fungsi pendidikan, seperti rencana pemisahan SMP dan SMA di kompleks Mrican.
Beberapa sekolah juga akan diproyeksikan menjadi sekolah unggulan Muhammadiyah, di antaranya SMA Muhammadiyah 1, SMA Muhammadiyah 3, SMK Muhammadiyah 1, SD Muhammadiyah 8, dan SD Plus Mijen.
Angka Rp7 miliar itu bukan sekadar catatan utang, melainkan investasi kemanusiaan yang telah dilakukan Muhammadiyah Semarang. Di tengah ikhtiar menjaga mutu dan profesionalisme, AUM membuktikan bahwa kontribusi sejati tidak selalu diukur dari profit, tetapi dari seberapa besar keberanian untuk menanggung beban bagi yang membutuhkan.
“Di situlah letak kemuliaan amal—ketika lembaga pendidikan tidak hanya mencerdaskan, tapi juga meneguhkan kemanusiaan.”
— (Agung S. Bakti)
Editor: Al-Afasy



