
PWMJATENG.COM, Yogyakarta – Perempuan terbukti menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Lebih dari 90 persen tenaga kerja terserap di sektor usaha kecil dan menengah (UKM), dan sekitar 65 persennya dikelola oleh perempuan. Fakta itu disampaikan oleh Utik Bidayati, Ketua Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan (MEK) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, saat membuka Pelatihan Pendamping BUEKA (Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah) pada Selasa (28/10/2025) di Aula Kantor PP ‘Aisyiyah.
Kegiatan yang berkolaborasi dengan program INKLUSI ‘Aisyiyah ini diikuti 37 pendamping BUEKA dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam sambutannya, Utik menekankan bahwa dalam berbagai krisis ekonomi, perempuan pelaku UKM selalu menjadi penyelamat ekonomi bangsa.
“Perempuan menjadi pilar ekonomi yang luar biasa. Bayangkan, jika saat krisis moneter 1998 tidak ada UKM, Indonesia bisa kolaps karena banyak perusahaan besar tumbang,” ungkapnya. Ia juga menyinggung peran signifikan perempuan saat pandemi COVID-19 yang membantu menjaga kestabilan ekonomi keluarga dan masyarakat.
Utik menjelaskan bahwa kekuatan perempuan tersebut menjadi inspirasi bagi MEK ‘Aisyiyah untuk merancang langkah strategis dalam mendampingi pelaku usaha perempuan agar makin berdaya dan mandiri. Ia menegaskan pelatihan ini dirancang untuk melahirkan fasilitator yang dapat menggerakkan ekonomi di daerah masing-masing.
“Melalui ‘Aisyiyah, kita ingin memberdayakan masyarakat, terutama lewat kegiatan ekonomi yang memiliki pendamping andal, sehingga mereka bisa menjadi pegangan bagi ibu-ibu pelaku UKM di daerah,” katanya.
Selain penguatan kapasitas, pelatihan ini juga menyoroti tantangan ganda yang dihadapi perempuan pelaku usaha. Sekretaris Umum PP ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah, menuturkan bahwa selain persoalan modal, akses, dan digitalisasi, perempuan juga dibebani dengan tanggung jawab domestik.
Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)
“Beban ganda ini sering tidak terlihat, tetapi menjadi penghambat besar bagi perempuan pelaku ekonomi,” ujarnya. Tri yang juga menjabat sebagai Koordinator Program INKLUSI ‘Aisyiyah berharap para pendamping BUEKA memahami perspektif GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion). Dengan begitu, pendamping dapat membantu perempuan keluar dari situasi yang merugikan.

Ia menjelaskan bahwa perspektif GEDSI penting untuk memperluas pendampingan ekonomi, tidak hanya bagi pelaku UKM, tetapi juga bagi kelompok marginal seperti lansia, difabel, warga lapas, perempuan kepala keluarga, dan penyintas kekerasan. “Kelompok-kelompok ini harus dirangkul oleh ‘Aisyiyah agar dapat berdaya di masyarakat,” tutur Tri.
Menurutnya, pemberdayaan ekonomi yang dilakukan ‘Aisyiyah merupakan wujud nyata implementasi ajaran Al-Ma’un yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Nilai itu menekankan pentingnya menolong dan memberdayakan kaum lemah agar bisa mandiri secara ekonomi dan sosial.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini menghadirkan narasumber kompeten di bidang pemberdayaan ekonomi. ‘Aisyiyah menegaskan bahwa penguatan kapasitas pendamping BUEKA adalah bagian dari upaya berkelanjutan organisasi untuk mendorong perempuan dan kelompok rentan mencapai kemandirian ekonomi.
Program ini sejalan dengan visi besar gerakan ekonomi ‘Aisyiyah, yaitu membangun perilaku ekonomi yang mandiri, produktif, dan berkeadilan. Melalui pendamping BUEKA yang terlatih, ‘Aisyiyah berharap muncul lebih banyak perempuan penggerak ekonomi yang tidak hanya tangguh dalam usaha, tetapi juga mampu menularkan semangat kemandirian kepada sesama.
Kontributor : Suri
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
 
				



