Kolom

Menempatkan Kiai dalam Kemanusiaannya: Refleksi tentang Kemuliaan dan Tauhid

PWMJATENG.COM – Dalam kehidupan beragama, umat Islam sering menjumpai figur-figur panutan seperti ulama, guru, dan kiai. Mereka dikenal sebagai pewaris para nabi, penerang di tengah kegelapan zaman, serta sumber ilmu yang menuntun manusia menuju Allah. Namun, di tengah kekaguman terhadap mereka, umat perlu menyadari satu hal mendasar: kemuliaan sejati hanya milik Allah, bukan milik manusia mana pun.

Tak ada manusia, seberapa alim atau zuhud pun, yang terlepas dari fitrah kemanusiaan. Setiap insan diciptakan dengan potensi lupa, khilaf, dan nafsu. Bahkan para nabi pun pernah diuji dengan keterbatasan manusiawi. Ujian itu bukan untuk merendahkan derajat mereka, melainkan agar manusia belajar makna rendah hati di hadapan Sang Pencipta. Oleh karena itu, menempatkan kiai dalam kemanusiaannya bukanlah bentuk pengingkaran terhadap ilmu dan jasanya, tetapi wujud penghormatan yang lebih jujur dan proporsional.

Cinta kepada ulama sejatinya adalah cinta kepada ilmu. Umat menghormati mereka karena perjuangan dan pengorbanannya dalam menyampaikan kebenaran, bukan karena menganggap mereka suci tanpa cela. Sebab, ketika cinta kepada ulama berubah menjadi bentuk pengkultusan, maka garis tauhid mulai kabur. Pengagungan berlebihan terhadap manusia dapat secara halus menyingkirkan Allah dari pusat kesadaran. Padahal, segala kemuliaan, berkah, dan karunia berasal hanya dari Allah, bukan dari siapa pun di antara makhluk-Nya.

Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)

Manusia tidak memiliki ukuran pasti untuk menilai kemuliaan sesama. Seseorang yang tampak sederhana di mata manusia bisa jadi jauh lebih mulia di sisi Allah. Sebaliknya, yang dipuji dan diagungkan bisa saja tengah diuji dengan kesombongan yang tersembunyi. Karena itu, hendaknya manusia berhati-hati dalam menilai kemuliaan berdasarkan ukuran duniawi. Biarlah Allah yang menentukan, sebab Dia Maha Mengetahui isi hati dan amal setiap hamba.

Menjaga adab terhadap ulama bukan berarti menutup mata dari prinsip tauhid. Justru karena cinta kepada mereka, kita perlu menempatkan mereka secara proporsional: manusia mulia yang berjuang di jalan Allah, namun tetap manusia yang memiliki keterbatasan. Dengan cara ini, penghormatan kepada ulama tidak menodai kemurnian akidah.

Pada akhirnya, menghormati kiai secara proporsional merupakan bagian dari menjaga keutuhan iman. Kekaguman terhadap keilmuan dan keteladanan akhlak mereka boleh tumbuh, selama hati tetap tertambat hanya kepada Allah sebagai sumber segala kemuliaan dan pemilik seluruh keberkahan.

Sebab, bila cinta kepada guru membuat kita lupa kepada Tuhan, maka cinta itu bukan lagi jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, melainkan tirai halus yang justru menjauhkan. Sungguh, tiada kemuliaan sejati kecuali yang datang dari Allah semata.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE