Tazkiyah Digital dan Krisis Moral Muslim Dewasa: Tantangan Kepribadian Islam di Era Media Sosial

Tazkiyah Digital dan Krisis Moral Muslim Dewasa: Tantangan Kepribadian Islam di Era Media Sosial
Oleh : Muhammad Farhan Al Yuflih (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah, PCM Pedan Klaten)
PWMJATENG.COM – Media sosial kini bukan sekadar alat komunikasi, tetapi telah menjadi ruang hidup kedua bagi manusia modern. Di sana, umat Islam berinteraksi, mengekspresikan diri, berdakwah, bahkan membentuk citra spiritualnya. Namun, di balik kemudahan itu, muncul tantangan baru: bagaimana menjaga kepribadian Islam tetap kokoh di tengah derasnya arus konten dan budaya digital.
Bagi Muhammadiyah, kemajuan teknologi tidak boleh dihadapi dengan sikap pasif atau penolakan. Sebaliknya, teknologi harus dimanfaatkan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana ditegaskan dalam Risalah Islam Berkemajuan, teknologi merupakan alat peradaban, bukan ancaman moral—selama digunakan untuk menegakkan nilai tauhid dan kemanusiaan.
Media Sosial: Antara Dakwah dan Fitnah
Dakwah Digital: Wajah Baru Amar Ma’ruf
Di tangan orang beriman, media sosial dapat menjadi sarana pencerahan. Melalui YouTube, Instagram, TikTok, hingga X (Twitter), muncul gelombang dakwah yang mencerahkan dan menggembirakan. Majelis Tabligh Muhammadiyah mendorong para muballigh muda untuk berani berdakwah di ruang digital dengan prinsip “mencerahkan, menggembirakan, dan menggerakkan.”
Gerakan seperti Ngaji Online, One Day One Juz, hingga konten edukatif para dai Muhammadiyah menjadi bentuk nyata dari firman Allah:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
(QS. Al-Ma’idah [5]: 2)
Riya’ Digital dan Krisis Keikhlasan
Namun, dunia digital juga menjadi medan ujian batin. Fenomena self-branding dan budaya pamer amal (riya’ online) membuat sebagian Muslim kehilangan keikhlasan. Hati yang seharusnya dipenuhi niat lillah (karena Allah) justru ternodai oleh keinginan untuk dipuji.
Dalam Ihya’ Ulum al-Din, Imam al-Ghazali menggambarkan hati sebagai cermin yang akan buram bila dipenuhi kesombongan. KH. Ahmad Dahlan juga berpesan, “Jangan banyak bicara, tapi banyaklah beramal.” Pesan ini sangat relevan di era ketika amal kebajikan kerap dijadikan konten media sosial.
Penyakit Hati Digital dan Tazkiyah al-Nafs
Penyakit hati seperti riya’, hasad, dan ujub kini menjelma dalam bentuk baru: riya’ digital, hasad digital, dan ujub digital. Fenomena ini merupakan manifestasi modern dari amradh al-qulub (penyakit hati).
Solusinya adalah tazkiyah al-nafs (penyucian jiwa). Allah berfirman:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.”
(QS. Asy-Syams [91]: 9–10)
Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)
Dalam konteks digital, tazkiyah berarti menjaga niat dalam setiap aktivitas daring. Muslim berkemajuan sadar bahwa setiap unggahan, komentar, atau pesan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah (QS. Qaf [50]: 18). Inilah wujud nyata muraqabah digital—kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi, bahkan di dunia maya.
Psikologi dan Spiritualitas dalam Bingkai Muhammadiyah
Menurut teori psikologi kepribadian (Allport, 1961), manusia dewasa yang matang memiliki integritas dan kesadaran moral tinggi. Namun, media sosial sering menggoda seseorang untuk menampilkan false self (diri palsu) demi validasi sosial.
Dalam pandangan Muhammadiyah, hal ini terjadi karena kurangnya integrasi antara iman, akhlak, ilmu, dan amal. Keempat dimensi tersebut menjadi fondasi Kepribadian Islam Berkemajuan:
- Iman yang kokoh – berpegang teguh pada tauhid murni.
- Akhlak yang mulia – menjauhi riya’ dan ujub digital.
- Ilmu yang luas – menguasai teknologi untuk kemaslahatan.
- Amal nyata – menjadikan media sosial sebagai sarana dakwah dan ta’awun (tolong-menolong).
Langkah-Langkah Tazkiyah Digital Berkemajuan
- Digital Taqwa (Kesadaran Spiritual Digital)
Sadarilah bahwa dunia maya juga termasuk wilayah amal saleh. Setiap unggahan akan diperiksa oleh Allah. - Atur Niat dan Waktu Bermedia Sosial
Gunakan media untuk menuntut ilmu, berdakwah, dan bersilaturahmi. Hindari perdebatan yang tidak bermanfaat. - Bangun Komunitas Online Positif
Ikuti akun dan grup dakwah yang mencerdaskan serta memperkuat ukhuwah Islamiyah. - Muraqabah dan Muhasabah Digital
Evaluasi diri: apakah konten yang disebarkan mendekatkan atau menjauhkan dari Allah? - Integrasi Etika Digital dalam Pendidikan Muhammadiyah
Lembaga pendidikan perlu menanamkan literasi moral dan spiritual di tengah kemajuan teknologi.
Penutup
Media sosial adalah pedang bermata dua. Ia bisa menjadi ladang dakwah dan amal jariyah, atau sebaliknya, sumber penyakit hati dan fitnah. Muhammadiyah mengajarkan keseimbangan antara iman dan ilmu, spiritualitas dan rasionalitas, moral dan kemajuan.
Muslim berkemajuan di era digital adalah mereka yang cerdas secara teknologi, bersih secara hati, dan ikhlas dalam amal. Mereka menampilkan wajah Islam yang ramah, mencerahkan, dan berakhlak.
“Hidupkanlah media sosial dengan dakwah yang mencerahkan — jangan mencari hidup dari media sosial dengan riya’ dan sensasi.”
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha



