Allah Tidak Akan Membebani Manusia di Luar Kemampuannya: Telaah Kritis Tafsir Al-Baqarah 286

Oleh : Muhammad Ilham Zulfa, S.Pd. (Waka AIK MBS Hj. Nasikhah Maemanah Plompong)
PWMJATENG.COM – Manusia diciptakan dengan keterbatasan dan kelemahan. Dalam banyak hal, manusia tidak mampu sepenuhnya, dan kenyataan ini tercermin dari berbagai ujian hidup yang kerap melampaui kemampuan kita. Inilah yang menjadikan manusia berbeda—penuh kelemahan dan keluh kesah.
Allah berfirman:
“..وخلق الانسان ضعيفا..”
Artinya: “Manusia itu diciptakan penuh kelemahan” (an-Nisa 28).
Banyak orang percaya bahwa jika diuji dengan kehilangan, penyakit, atau bencana, manusia seringkali tidak sanggup menghadapinya. Jika mampu, mereka mungkin akan menghindari ujian tersebut. Namun, Allah berfirman:
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها (البقرة ٢٨٦)
Artinya: “Allah tidak akan membebani manusia di luar kemampuannya.”
Seringkali ayat ini dipahami sebagai penghibur, bahwa ujian yang datang tidak akan melebihi kemampuan manusia. Memang tidak salah, tetapi pemahaman ini belum sepenuhnya tepat.
Perspektif Tafsir As-Syarawiyy
Menurut as-Syarawiyy dalam Khāwatirusy Sya’rawi Haulal Qur’anil Karim, ayat tersebut tidak bermakna bahwa semua ujian hidup pasti bisa dilewati. Maksud sebenarnya adalah Allah tidak membebani manusia di luar kemampuan taklifi—yakni kemampuan melaksanakan perintah syariat, baik wajib, sunnah, mubah, makruh, maupun haram.
Baca juga, Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1447 H
Contohnya, seorang remaja berusia 20 tahun wajib melaksanakan salat lima waktu. Allah menjanjikan bahwa kewajiban tersebut sesuai kemampuan manusia; tidak mungkin Allah mewajibkan salat seratus kali dalam sehari, meskipun Dia mampu melakukannya.
As-Syarawiyy menjelaskan:
لاَ يُكَلِّفُ الله نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya. Peristiwa dalam kehidupan manusia terbagi tiga: yang pertama, hal di luar kemampuan manusia—tidak termasuk taklif; kedua, hal yang bisa dicapai dengan sedikit kesulitan; ketiga, taklif yang sesuai kemampuan manusia. Misalnya, Allah mewajibkan salat lima waktu setiap hari. Sementara ada orang yang mampu beribadah lebih, misal bersedekah lebih banyak atau puasa tambahan, itu di luar kewajiban.”
(Khāwatirusy Sya’rawi)
Imam ar-Raziyy dalam tafsirnya juga menegaskan hal serupa: ayat ini mengacu pada beban hukum taklifi.
Perspektif Baru: Kekuatan dalam Kelemahan
Tidak berdosa jika seseorang gagal menghadapi ujian; hal ini menandakan pengakuan atas keterbatasan manusia. Menjadi manusia berarti tidak selalu berhasil tanpa kelemahan dan kegagalan. Allah tidak menjamin kemampuan manusia untuk melewati setiap ujian hidup. Firman-Nya:
وَوَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: “Kami pasti akan mengujimu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah 155)
Pesan utama bukan kemampuan manusia untuk selalu berhasil, tetapi kesabaran dalam menghadapi ujian. Konsep ini sejalan dengan rukun iman keenam:
الإيمان بالقدر خيره وشره
“Iman kepada takdir, baik maupun buruk.”
Dalam kehidupan, ada hal-hal yang berada di luar kemampuan manusia dan hal-hal yang tidak disukai. Di sinilah Allah mengajarkan kesabaran, tawakal, dan usaha sebagai jalan bagi setiap hamba untuk menghadapi kehidupan dengan penuh kesadaran akan keterbatasannya.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha