
PWMJATENG.COM, Surakarta – Masalah sampah masih menjadi persoalan yang sulit diselesaikan di Indonesia. Meski berbagai program telah dijalankan, penanganan sampah belum sepenuhnya optimal. Padahal, ada cara sederhana dan murah yang dapat dilakukan masyarakat untuk ikut mengurangi dampaknya terhadap lingkungan.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mencoba menjawab tantangan itu melalui program Desa Binaan 2025 di Desa Ketoyan, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Dalam kegiatan yang merupakan bagian dari Penelitian dan Pengabdian Ormawa 2025 tersebut, mahasiswa memperkenalkan dua inovasi ramah lingkungan, yakni eco-enzyme dan biopori.
Ketua Pelaksana Desa Binaan 2025, Maulana Bayu, menjelaskan bahwa program ini bertujuan membekali masyarakat Desa Ketoyan agar mampu mengolah sampah organik secara mandiri. “Kami mengajak warga untuk langsung mempraktikkan cara membuat eco-enzyme dari limbah organik rumah tangga serta pembuatan lubang biopori untuk mengurangi genangan air dan sampah organik,” ujarnya, Jumat (10/10).
Warga Desa Ketoyan tampak antusias mengikuti sosialisasi yang dilakukan selama dua hari, yakni pada 23 Agustus dan 20 September 2025. Mereka diberi kesempatan mempraktikkan langsung proses fermentasi eco-enzyme serta membuat lubang biopori di halaman rumah masing-masing. Menurut Bayu, kegiatan ini tidak hanya membantu mengatasi persoalan sampah, tetapi juga berpotensi menekan penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!
“Dengan pemanfaatan eco-enzyme dan biopori, lingkungan menjadi lebih bersih sehingga mengurangi potensi berkembangnya jentik nyamuk Aedes aegypti,” jelasnya.
Sementara itu, Steering Committee Desa Binaan 2025, Aulita Keisya Darmawan, menuturkan bahwa gagasan program ini lahir dari keprihatinan mahasiswa terhadap tingginya kasus DBD di Desa Ketoyan. Menurutnya, masyarakat perlu didorong untuk membangun kesadaran lingkungan melalui langkah-langkah kecil yang bisa dilakukan setiap hari.

“Diharapkan dengan inovasi yang sederhana dan murah, warga dapat membiasakan pola hidup yang bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan sekitar,” ujar Aulita.
Ia menambahkan, kegiatan tersebut diikuti oleh 28 peserta yang terdiri dari ibu-ibu PKK, kader posyandu, dan karang taruna. Para peserta terlihat aktif berdiskusi serta berkomitmen untuk menerapkan hasil pelatihan di lingkungannya masing-masing.
Program bertajuk “Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Demam Berdarah melalui Pemanfaatan Eco Enzyme dan Biopori” ini menjadi bentuk nyata kepedulian mahasiswa Farmasi UMS terhadap isu lingkungan dan kesehatan masyarakat. Menurut Aulita, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk unggul secara akademik, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan di masyarakat.
Kontributor : Gede
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha