Khazanah Islam

Takwa: Jalan Menuju Kesejahteraan Lahir dan Batin

PWMJATENG.COM – Dalam sebuah tausiyahnya, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Rozihan, menegaskan bahwa ada keterkaitan erat antara takwa dengan kebahagiaan serta kesejahteraan hidup. Ia mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an:

وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu berbahagia.”

Rozihan menjelaskan bahwa takwa bukan hanya sekadar bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga jalan menuju kesejahteraan lahir dan batin. Menurutnya, seseorang yang bertakwa seharusnya hidup dengan kebahagiaan, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, maupun orang lain.

Bahagia Dimulai dari Diri Sendiri

Dalam pandangan Rozihan, kebahagiaan memiliki dimensi berlapis. Ia menegaskan bahwa seseorang tidak bisa membahagiakan orang lain jika dirinya sendiri tidak merasakan kebahagiaan. Oleh karena itu, langkah awal adalah membahagiakan diri sendiri, kemudian keluarga, baru kemudian masyarakat luas. Dengan rantai kebahagiaan itu, tercipta masyarakat yang sejahtera dan harmonis.

Ia menekankan pentingnya tanggung jawab personal. “Orang yang bertakwa memiliki rasa tanggung jawab, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Dengan membahagiakan keluarga dan masyarakat, ia menunaikan nilai takwa yang sejati,” begitu pesan yang ia sampaikan.

Kisah Pengusaha yang Menemukan Makna Bahagia

Untuk memperkuat pesannya, Rozihan mengutip sebuah kisah inspiratif dari literatur asing. Kisah itu bercerita tentang seorang pengusaha minyak yang kaya raya. Selama 20 tahun ia bekerja di lepas pantai dan meninggalkan keluarganya. Namun, meski harta berlimpah, ia merasa tidak bahagia.

Dalam keputusasaan, ia mendatangi seorang dokter untuk meminta resep kebahagiaan. Dokter tersebut memberi nasihat singkat: “Jika ingin bahagia, rawatlah proyek-proyek yang tidak menghasilkan uang.”

Pengusaha itu kemudian mulai mencari makna dari nasihat tersebut. Ia menolong anjing-anjing liar dengan mengobati penyakit kulit mereka. Tidak berhenti di situ, ia juga membantu seorang ibu miskin yang tidak mampu membayar biaya rumah sakit anaknya. Saat berhasil menolong, ia merasakan kebahagiaan yang selama ini hilang. Ia pun menelepon istrinya seraya berkata, “Aku bahagia, bukan karena proyek bisnisku, tapi karena bisa membahagiakan orang lain.”

Baca juga, Kiat Sukses Menaikkan Reputasi Kampus di Media Digital

Dari kisah tersebut, Rozihan menegaskan bahwa kebahagiaan sejati lahir ketika seseorang mampu berbagi dan memberi manfaat. Inilah wujud nyata dari takwa.

Taqwa sebagai Penjaga dari Musibah

Selain menyinggung aspek kebahagiaan, Rozihan juga mengingatkan bahwa takwa berfungsi sebagai pelindung dari bencana sosial. Ia mengutip firman Allah dalam Surah Al-Anfal ayat 25:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً

“Dan jagalah dirimu dari cobaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim di antara kamu secara khusus.”

Ayat ini menegaskan bahwa perbuatan dosa dan maksiat tidak hanya berdampak pada pelakunya, tetapi juga pada masyarakat luas. Ia mencontohkan peristiwa letusan Gunung Galunggung, di mana tidak hanya pelaku maksiat yang terdampak, tetapi juga ulama dan orang-orang saleh. Hal itu menunjukkan bahwa jika kemaksiatan merajalela, maka seluruh masyarakat bisa merasakan akibatnya.

Dampak Sosial Perbuatan Negatif

Rozihan juga menyoroti fenomena sosial yang sering menimbulkan stigma kolektif. Ia mengisahkan pengalamannya bertemu dengan seorang pekerja seks komersial (PSK) asal Jepara. Dari pertemuan itu, muncul stigma seolah-olah Jepara identik dengan tempat asal para PSK. Padahal kenyataannya, hanya sebagian kecil orang yang demikian. Namun, dampak buruk perbuatan individu bisa melekat pada citra kolektif masyarakat.

Menurut Rozihan, hal ini menjadi pelajaran penting bahwa perilaku negatif segelintir orang bisa menyeret nama baik daerah atau kelompok secara keseluruhan. Oleh karena itu, setiap individu memiliki kewajiban moral untuk menjaga diri agar tidak menimbulkan mudarat bagi masyarakat luas.

Dalam penutup tausiyahnya, Rozihan menegaskan pentingnya saling mengingatkan dalam kebaikan. Ia mengutip konsep وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر (Watawa saubil haq watawa saubil sabr). Menurutnya, masyarakat yang ingin sejahtera harus senantiasa memberi masukan, kritik membangun, dan nasihat dengan penuh kesabaran.

Ia menyebut pandangan Muhammad Abduh tentang at-tawālī wal-istimrār, yaitu pentingnya konsistensi dan keberlanjutan dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Nasihat bukan hanya sekali, melainkan harus terus dilakukan dengan cara yang baik agar masyarakat tetap berada di jalan yang benar.

Kesimpulan: Takwa sebagai Pilar Kehidupan Sejahtera

Rozihan menutup tausiyahnya dengan menegaskan bahwa iman dan takwa adalah fondasi terbentuknya masyarakat sejahtera. Ia menekankan bahwa kesejahteraan tidak mungkin terwujud hanya dari aspek ekonomi semata, tetapi harus dimulai dari pembinaan diri dan keluarga.

“Jika setiap individu menjaga diri dari perbuatan tercela, lalu keluarga-keluarga pun ikut menjaga, insyaAllah masyarakat yang sejahtera akan terbentuk,” ujarnya.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE