Khazanah Islam

Mensucikan Allah dan Makna Munasabah Ayat: Menyelami Kedalaman Surah Al-Isra

PWMJATENG.COM – Dalam salah satu ceramahnya, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ibnu Hasan, mengajak jamaah untuk merenungkan makna mendalam yang terkandung dalam surah Al-Isra ayat pertama. Ia menjelaskan bahwa ayat tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks ayat-ayat sebelumnya di penghujung surah An-Nahl. Hubungan keterkaitan antar-ayat dalam Al-Qur’an ini dikenal dengan istilah munāsabah al-āyāt.

Menurutnya, baik surah An-Nahl maupun Al-Isra memiliki benang merah yang sama, yakni menekankan pada kesucian Allah. Surah An-Nahl ditutup dengan penegasan tentang kesucian Allah, sedangkan Al-Isra diawali dengan kalimat tasbih yang juga mengisyaratkan kemahasucian-Nya. Dengan demikian, kesinambungan ayat ini menunjukkan bahwa Allah benar-benar suci dari segala sesuatu yang buruk dan dari segala sifat kekurangan yang kerap disematkan oleh manusia.

Allah menegaskan hal itu dalam firman-Nya:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Ayat tersebut diawali dengan kata subḥāna, yang bermakna mensucikan Allah dari segala sesuatu yang dianggap lemah atau cacat. Menurut Ibnu Hasan, hal ini juga sekaligus membantah anggapan kaum kafir yang menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. “Allah itu suci dari persangkaan buruk, seperti dianggap tidak Maha Kuasa atau disamakan dengan ciptaan-Nya. Itu adalah sifat lemah, sementara Allah Mahasuci dari sifat lemah,” jelasnya.

Kesempurnaan Allah dalam Tafsir Al-Munir

Lebih jauh, ia menukil keterangan dari Tafsir Al-Munir karya Wahbah az-Zuhaili. Dalam kitab tersebut, dijelaskan bahwa selain menunjukkan penyucian Allah, ayat pertama surah Al-Isra juga menjadi bukti keagungan dan kesempurnaan-Nya. Allah bukan hanya suci dari segala kekurangan, melainkan juga memiliki kekuasaan yang mutlak dalam menciptakan peristiwa-peristiwa agung dan dahsyat. Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah salah satu buktinya.

Kata subḥāna di awal ayat berfungsi sebagai pengingat bagi manusia. Allah tidak mungkin melakukan sesuatu yang sia-sia atau lemah, melainkan segala ketetapan-Nya selalu menunjukkan keagungan. Oleh karena itu, tasbih bukan hanya sekadar lafaz yang diucapkan, tetapi sebuah pernyataan iman bahwa Allah benar-benar sempurna dan Mahakuasa.

Makna Linguistik: Sabḥa dan Subḥānallāh

Ibnu Hasan juga menyinggung aspek bahasa dari kata subḥāna. Dalam beberapa tafsir, kata tersebut berasal dari akar kata sabbaḥa yang berarti menjauh. Secara linguistik, maknanya ialah menjauhkan Allah dari segala sifat yang tidak layak bagi-Nya. Dengan mengucapkan subḥānallāh, seorang Muslim sejatinya tengah menegaskan bahwa Allah jauh dari sifat lemah, cacat, atau kekurangan apa pun.

Baca juga, Wakil Ketua PWM Jateng Wahyudi: Rasulullah Adalah Figur Sempurna untuk Dijadikan Teladan

“Kalau seorang hamba mengucapkan subḥānallāh, artinya ia sedang mensucikan Allah dan meyakini kesempurnaan-Nya. Ia sedang menegaskan bahwa Allah itu Mahasempurna, Mahasuci, dan jauh dari segala yang buruk,” ungkapnya. Pemahaman ini, menurutnya, sangat penting agar tasbih tidak hanya menjadi kebiasaan lisan, tetapi juga mengakar dalam kesadaran spiritual.

Keagungan Peristiwa Isra’

Penggunaan kata subḥāna pada permulaan ayat Al-Isra juga memiliki relevansi khusus dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Perjalanan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dalam waktu satu malam merupakan sebuah mukjizat besar. Peristiwa ini sangat langka dan sulit dipercaya bagi sebagian orang. Karena itu, ayat dibuka dengan tasbih, seolah menegaskan bahwa hanya Allah yang mampu memperjalankan hamba-Nya dalam kejadian luar biasa tersebut.

Dalam narasi Ibnu Hasan, hal ini juga menunjukkan bahwa mukjizat Isra’ dan Mi’raj tidak sekadar peristiwa sejarah, tetapi bukti nyata dari kesempurnaan kekuasaan Allah. Dengan demikian, iman kepada Isra’ dan Mi’raj bukanlah sekadar keyakinan buta, melainkan pengakuan atas kemahasucian Allah yang ditandai dengan lafaz subḥāna.

Refleksi Spiritualitas Tasbih

Lebih dari sekadar aspek tafsir, Ibnu Hasan mengajak umat untuk menjadikan tasbih sebagai refleksi spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Mengucapkan subḥānallāh berarti menegaskan keyakinan bahwa Allah tidak mungkin berbuat zalim, lemah, atau gagal dalam mengatur alam semesta. Sebaliknya, Allah selalu sempurna dalam setiap kehendak-Nya.

Dalam kehidupan modern yang penuh tantangan, tasbih juga menjadi pengingat agar manusia tidak terjebak dalam pemikiran yang meragukan kekuasaan Allah. Mengucapkan subḥānallāh adalah bentuk pengakuan bahwa segala keterbatasan manusia tidak berlaku bagi Sang Pencipta. Dengan kesadaran ini, seorang Muslim akan lebih tenang menghadapi ujian hidup karena meyakini adanya kekuasaan Allah yang mutlak.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE