
PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali mencatatkan capaian penting dengan mengukuhkan empat doktor baru dari Program Studi Doktor Ilmu Hukum (PDIH). Pengukuhan tersebut berlangsung di Ruang Seminar Gedung Pascasarjana UMS pada Senin (22/9), dengan suasana akademik yang khidmat.
Empat doktor yang resmi dikukuhkan yakni FX Ary Setiawan sebagai doktor ke-98, Jhonsen Ginting sebagai doktor ke-99, Moh. Indra Bangsawan sebagai doktor ke-100, dan Suryani sebagai doktor ke-101. Prosesi pengukuhan dihadiri promotor, penguji, serta keluarga para doktor yang memberikan dukungan penuh.
Promotor PDIH UMS, Khudzaifah Dimyati, menekankan pentingnya peran seorang doktor di dunia akademik maupun masyarakat. Ia mengingatkan, gelar doktor bukanlah akhir dari perjalanan intelektual, melainkan awal dari kontribusi yang lebih besar.
“Jadi jangan sampai selesai kuliah lalu tidak melakukan riset. Jangan sampai berhenti menulis. Buatlah tulisan-tulisan yang dapat memberi dampak, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi masyarakat, bahkan bangsa Indonesia,” ujar Khudzaifah dalam sambutannya.
Pesan tersebut sekaligus menegaskan komitmen PDIH UMS dalam melahirkan intelektual yang produktif, visioner, serta mampu menjawab tantangan zaman melalui riset hukum yang aplikatif.
Di antara doktor baru, Suryani menarik perhatian lewat disertasinya berjudul “Nilai dan Ruh Transenden dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Telaah Undang-Undang Sumber Daya Agraria).” Dalam sidang terbuka sebelumnya, ia menyampaikan kritik tajam terhadap praktik legislasi di Indonesia, khususnya di bidang agraria.
Menurut Suryani, pembentukan undang-undang sering kali kurang mendapat perhatian dibandingkan keputusan pengadilan. Ia menilai proses legislasi kerap menimbulkan rasa tidak percaya publik, bahkan menimbulkan kejijikan karena dianggap sarat kepentingan.
“Dalam realitasnya, proses pembentukan undang-undang pertanahan masih jauh dari transparan. Proses ini kurang partisipatif, bahkan cenderung tersembunyi,” jelasnya.
Baca juga, Purifikasi Fenomena Gerhana oleh Rasulullah
Ia juga menyoroti dominasi anggota DPR sebagai aktor utama dalam penyusunan undang-undang. Dari sejumlah data, kata Suryani, praktik tersebut sering kali diwarnai nuansa kolusi, korupsi, dan nepotisme. Kondisi itu memperlihatkan lemahnya integritas dalam legislasi nasional.
Suryani mengajukan gagasan hukum transenden sebagai paradigma baru dalam hukum agraria nasional. Menurutnya, paradigma ini relevan dengan perkembangan nilai spiritual di Indonesia. Hukum transenden diyakini mampu menjadi solusi atas krisis integritas dalam legislasi.

“Nilai transenden adalah bentuk pengakuan terhadap sumber ilahi. Nilai ini harus dijalankan secara konsisten, diaktualisasikan, dihayati oleh para pembentuk hukum, dan tercermin dalam produk perundang-undangan,” tegasnya.
Ia menambahkan, prinsip transendensi sudah termaktub dalam konsep negara hukum Pancasila, khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena itu, menurutnya, tidak ada alasan untuk menyingkirkan aspek ilahiah dalam pembentukan hukum.
Meski demikian, Suryani mengungkapkan kekhawatirannya terhadap praktik politik dan ekonomi yang mendominasi proses legislasi. Menurutnya, nilai transenden sering dikalahkan oleh kepentingan liberal-kapitalis. Akibatnya, banyak undang-undang yang lebih berpihak pada kelompok tertentu dibanding kepentingan rakyat secara keseluruhan.
“Dominasi politik dan ekonomi kita membuat nilai-nilai transenden bergeser menjadi nilai-nilai liberal-kapitalis. Hal ini menyebabkan produk hukum lebih sering melayani kepentingan kelompok tertentu,” ungkapnya dengan nada kritis.
Pengukuhan empat doktor ini sekaligus menunjukkan konsistensi PDIH UMS dalam menjaga kualitas akademik dan kontribusi keilmuan hukum. Hingga kini, program tersebut telah melahirkan 101 doktor dengan bidang riset beragam, mulai dari hukum agraria, hukum transenden, hingga hukum sosial.
Kontributor : Roselia
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha