BeritaTokoh

Qaryah Thayyibah dan Gerakan Islam Berkemajuan: Menyemai Pencerahan di Tengah Umat

PWMJATENG.COM – Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Tengah, Eny Winaryati, dalam sebuah ceramahnya menegaskan pentingnya memahami filosofi dari Qaryah Thayyibah. Menurutnya, gagasan ini tidak hanya sebatas program, tetapi menjadi bagian dari denyut nadi gerakan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang selalu berorientasi ke depan. Gerakan ini, katanya, merupakan gambaran Islam berkemajuan yang progresif, dinamis, serta optimis dalam melangkah menuju masa depan.

Ia menjelaskan bahwa sebuah gerakan sejatinya selalu melahirkan kreativitas, inisiatif, dan energi yang berkesinambungan. Semua itu bermuara pada tujuan luhur umat Islam, yakni tercapainya kemanfaatan dunia sekaligus akhirat. “Gerakan ini menjadi pionir yang memberikan inisiatif untuk menggerakkan masyarakat,” ujarnya.

Pokok Pikiran ‘Aisyiyah: Jalan Menuju Masyarakat Sejahtera

Dalam pandangan Eny, berdirinya ‘Aisyiyah dilandasi oleh sejumlah pokok pikiran mendasar. Pertama, perasaan nikmat beragama akan membawa masyarakat menuju kesejahteraan. Rasa nikmat itu tumbuh dari ibadah yang ikhlas karena Allah, semata-mata mencari rida dan rahmat-Nya. Ketika seorang muslim merasakan nikmat beribadah, orientasinya tidak lagi sekadar untuk kepentingan pribadi, melainkan meluas kepada kepentingan masyarakat.

Kedua, jalan menuju masyarakat sejahtera telah diatur dalam ajaran Islam. Agama ini bukan hanya mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia, tetapi juga keselamatan akhirat. “Jika tujuan kita adalah kebahagiaan akhirat, otomatis kebahagiaan dunia akan kita lalui,” terang Eny.

Ketiga, setiap muslim wajib berperan dalam menciptakan masyarakat sejahtera. Seluruh aktivitas, bila diarahkan untuk kepentingan umat, akan bermuara pada kesejahteraan bersama. Pemikiran ini sejalan dengan karakter Islam berkemajuan yang senantiasa membawa pencerahan.

Pencerahan sebagai Rahmatan lil ‘Alamin

Eny menegaskan bahwa pencerahan yang dimaksud bukan hanya berupa pengetahuan, melainkan mencakup tiga hal: pembebasan, pemberdayaan, dan kemajuan. Pembebasan berarti memberi ruang bagi masyarakat untuk berinisiatif. Pemberdayaan mengandung makna adanya aktivitas yang menumbuhkan kreativitas dan inovasi. Sedangkan kemajuan menunjukkan orientasi ke depan, membawa umat kepada kesejahteraan dunia dan akhirat.

Hal ini sejalan dengan prinsip Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Allah ﷻ berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Ayat ini, menurutnya, menjadi fondasi bahwa gerakan ‘Aisyiyah harus hadir membawa manfaat nyata, membebaskan dari belenggu, sekaligus memberdayakan masyarakat.

Metode Dakwah: Bi al-Lisan, Bi al-Qalam, dan Bi al-Hal

Dalam menggerakkan dakwahnya, ‘Aisyiyah menggunakan tiga metode utama. Pertama, bi al-lisan, yakni metode ekspresi berbahasa. Dakwah melalui lisan tidak sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga menampilkan ekspresi keikhlasan sehingga mampu menyentuh hati pendengar.

Kedua, bi al-qalam, yaitu dakwah melalui literasi. Literasi ini meliputi membaca, menulis, memahami teknologi informasi, hingga membangun budaya pengetahuan yang mencerahkan.

Ketiga, bi al-hal, yaitu dakwah melalui pemberdayaan nyata. Metode ini diwujudkan dalam aksi sosial, pelayanan masyarakat, dan kegiatan yang mengangkat harkat serta martabat manusia. Menurut Eny, jika ketiga metode tersebut dipadukan, maka pembelajaran dakwah akan lebih optimal.

Mengamalkan Surat al-Ma‘un: Dakwah yang Membumi

Dalam ceramahnya, Eny mengutip pemikiran K.H. Ahmad Dahlan mengenai surat al-Ma‘un. Surah ini, katanya, tidak cukup hanya dihafalkan atau ditafsirkan, melainkan harus diamalkan dalam kehidupan nyata. Allah ﷻ berfirman:

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Ma‘un: 1–3)

Eny menekankan bahwa amal nyata surat al-Ma‘un mencakup penghormatan sosial, keberpihakan kepada yang lemah, serta perhatian kepada lingkungan sekitar. Menurutnya, keseimbangan antara memberi dan menerima merupakan kunci keadilan sosial. Orang miskin berhak menerima, sementara orang kaya berkewajiban berbagi.

Pendampingan dan Pemberdayaan Komunitas

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa ‘Aisyiyah harus hadir sebagai pendamping umat. Pendampingan ini dijalankan melalui PCA (Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah) hingga pimpinan ranting di tingkat komunitas. Metodenya adalah memberdayakan masyarakat dengan mengakui harkat dan martabat setiap individu.

Eny menambahkan bahwa setiap orang memiliki potensi, keterampilan, dan kekuatan yang sama. Perbedaan hanya terletak pada kesempatan. Karena itu, tugas ‘Aisyiyah adalah membuka ruang kesempatan melalui pembinaan berkelanjutan. Dengan demikian, akan lahir pemimpin-pemimpin komunitas yang mampu berdiskusi, mengidentifikasi masalah, dan mencari solusi bersama.

Karakter Abad 21: Komunitas Cerdas Menyelesaikan Masalah

Menurut Eny, keterampilan abad ke-21 bukan hanya terletak pada penguasaan teknologi, melainkan pada kecerdasan komunitas dalam menyelesaikan masalah. Diskusi, kolaborasi, dan pencarian solusi bersama akan melahirkan komunitas yang tangguh.

“Ketika kecerdasan komunitas ini tumbuh, maka mereka akan lebih terampil dalam menyelesaikan permasalahan, baik dalam lingkup masyarakat maupun kehidupan pribadi,” jelasnya.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE