Waris dalam Islam: Aturan, Ahli Waris, dan Ketentuan Wasiat

PWMJATENG.COM – Islam mengatur persoalan waris secara rinci, termasuk siapa saja yang berhak menerima dan berapa bagian yang diperoleh. Ketika seseorang meninggal dan meninggalkan harta warisan, maka perlu diteliti kembali siapa di antara kerabat yang berhak menerimanya.
Tidak semua kerabat yang memiliki hubungan nasab maupun pernikahan otomatis memperoleh bagian warisan. Dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan bisa menjadi ahli waris sesuai dengan ketentuan syariat.
Secara umum, daftar ahli waris terbagi menjadi dua kelompok, yaitu dari kalangan laki-laki berjumlah 15 orang dan dari kalangan perempuan berjumlah 11 orang.
Ahli Waris dari Kalangan Laki-Laki
Orang-orang yang berhak mendapatkan harta warisan dari kalangan laki-laki adalah:
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya dari jalur keturunan laki-laki
- Bapak
- Kakek (dari pihak bapak) dan ke atasnya dari jalur laki-laki
- Suami
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki sebapak
- Saudara laki-laki seibu
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (keponakan) dan seterusnya dari keturunan laki-laki
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak (keponakan) dan seterusnya dari keturunan laki-laki
- Paman sekandung dari pihak bapak
- Paman sebapak dari pihak bapak
- Anak laki-laki dari paman sekandung (sepupu) dan seterusnya dari keturunan laki-laki
- Anak laki-laki dari paman sebapak (sepupu) dan seterusnya dari keturunan laki-laki
- Laki-laki yang membebaskan budak (mu’tiq) dan ashabah dari jenis ‘ashabah bin-nafsi
Baca juga, Cara Keluar dari Jebakan Kemaksiatan
Jika semua ahli waris tersebut hadir dalam satu kasus, maka yang berhak memperoleh warisan hanya anak laki-laki, bapak, dan suami. (Lihat At-Tahqiqat Al-Mardhiyyah Fil Mabahits Al-Faradhiyyah, hlm. 65–67 dan Al-Khulashah Fi Ilmil Faraidh, hlm. 62–63).
Ahli Waris dari Kalangan Perempuan
Adapun ahli waris dari kalangan perempuan adalah:
- Ibu
- Anak perempuan
- Cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya dari jalur keturunan laki-laki
- Nenek dari pihak ibu dan ke atasnya
- Nenek dari pihak bapak
- Ibunya kakek dari pihak bapak (buyut perempuan)
- Saudara perempuan sekandung
- Saudara perempuan sebapak
- Saudara perempuan seibu
- Istri, meskipun lebih dari satu
- Perempuan yang membebaskan budak (mu’tiqah)
Jika semuanya hadir dalam satu kasus waris, maka yang berhak mendapatkan bagian adalah ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, istri, dan saudara perempuan sekandung.
Bila Semua Ahli Waris Terkumpul
Apabila seluruh ahli waris baik laki-laki maupun perempuan hadir, maka yang berhak memperoleh harta warisan adalah bapak, anak laki-laki, suami atau istri, ibu, dan anak perempuan. (Lihat At-Tahqiqat Al-Mardhiyyah Fil Mabahits Al-Faradhiyyah, hlm. 68 dan Al-Khulashah Fi Ilmil Faraidh, hlm. 62–63).
Jika Tidak Ada Ahli Waris
Apabila tidak ditemukan satu pun ahli waris yang berhak, maka harta warisan diberikan kepada baitul maal atau lembaga pengadilan untuk dikelola sesuai ketentuan. Karena itu, penting untuk meneliti siapa saja ahli waris yang masih hidup sebelum pembagian dilakukan.
Ketentuan Wasiat
Dalam Islam, wasiat dibatasi maksimal sepertiga dari harta peninggalan. Bagian ini dapat diberikan kepada masjid, anak yatim, atau pihak lain di luar ahli waris. Rasulullah SAW pernah menolak permintaan Sa’ad bin Abi Waqash yang ingin mewasiatkan dua pertiga hartanya. Nabi bersabda bahwa sepertiga bagian sudah cukup banyak:
الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ – إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ
“Sepertiga. Sepertiganya itu sudah cukup banyak. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan cukup, itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga meminta-minta kepada orang lain.” (HR. Al-Bukhari No. 1295 dan Muslim No. 1628).
Dengan demikian, praktik wasiat dibolehkan selama tidak melebihi sepertiga harta dan tidak berasal dari harta yang haram. Wallahu a‘lam.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha