
PWMJATENG.COM, Surakarta – Bayam yang selama ini hanya dikenal sebagai sayuran hijau segar kini berubah menjadi produk bernilai tinggi. Tim dosen dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menghadirkan inovasi pangan dengan mengolah bayam menjadi tepung dan kue kering sehat. Program ini dilakukan melalui kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Potronayan, Kabupaten Boyolali, dan melibatkan puluhan petani perempuan.
Langkah tersebut lahir dari persoalan klasik yang dialami petani. Selama ini, bayam yang dipanen dalam jumlah besar kerap dijual murah. Kondisi semakin sulit karena sayuran itu mudah layu dan tidak dapat disimpan lama. Jika tidak segera terjual, hasil panen terpaksa terbuang sia-sia. Tidak sedikit petani mengalami kerugian meski produktivitas lahan mereka cukup tinggi.
Ketua tim pengabdian, Hidayah Karuniawati dari Fakultas Farmasi UMS, menjelaskan inovasi ini menawarkan dua keuntungan.
“Bayam sangat melimpah di Potronayan, tetapi kalau hanya dijual segar harganya murah dan cepat rusak. Dengan diolah menjadi tepung dan cookies, bayam bisa bertahan lebih lama, punya nilai ekonomi tinggi, sekaligus jadi camilan sehat,” ujarnya, Kamis (11/9).
Program ini melibatkan 22 petani perempuan yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT). Kegiatan disusun bertahap mulai dari persiapan, penyuluhan, pelatihan, hingga pendampingan produksi. Metode yang dipilih adalah Participatory Rural Approach (PRA) dengan prinsip masyarakat aktif dalam setiap tahap. Harapannya, transfer pengetahuan lebih efektif dan memberi dampak jangka panjang.
Baca juga, Tiga Amal yang Tidak Terputus Apabila Seorang Muslim Telah Wafat
Dalam sesi penyuluhan, peserta mendapatkan penjelasan tentang diversifikasi produk pertanian, gizi bayam, serta peluang pasar produk olahan. Setelah itu, mereka langsung praktik membuat tepung bayam. Proses ini meliputi pencucian, pemotongan, pengeringan dengan oven, penggilingan, hingga penyaringan agar teksturnya halus. Tepung bayam hasil olahan kemudian digunakan sebagai bahan baku cookies.

Antusiasme peserta terlihat jelas. Mereka aktif berdiskusi, mengajukan pertanyaan seputar teknik pengolahan dan pemasaran produk. Setiap kelompok dibimbing oleh dosen dan mahasiswa untuk menghasilkan tepung dan cookies siap konsumsi. Hasilnya, semua kelompok berhasil membuat produk jadi yang layak.
Hidayah menuturkan, keterampilan peserta meningkat tajam. Sebelum pelatihan, mayoritas petani perempuan belum pernah mencoba mengolah bayam menjadi produk tahan lama. Setelahnya, mereka tidak hanya bisa membuat tepung dan cookies, tetapi juga memahami standar kebersihan, teknik pengemasan, serta strategi menjaga kualitas. Evaluasi menunjukkan pengetahuan peserta naik dari 75,62 persen menjadi 77,50 persen. Meski kenaikannya kecil, perubahan keterampilan praktis terasa signifikan.
Dari sisi kesehatan, produk ini juga bermanfaat. Bayam mengandung zat besi nabati penting untuk mencegah anemia, terutama pada perempuan dan anak-anak. Vitamin A dan C membantu sistem imun, sementara serat dan antioksidan berperan menjaga pencernaan serta mencegah peradangan.
“Dengan mengolah bayam menjadi cookies, masyarakat mendapat camilan sehat yang juga berfungsi sebagai functional food. Dalam bidang farmasi, produk ini bisa dikategorikan sebagai nutraseutikal, yaitu pangan dengan manfaat tambahan bagi kesehatan,” kata Hidayah.
Selain aspek gizi, program ini membawa dampak ekonomi dan sosial. Petani perempuan kini memiliki keterampilan tambahan yang bisa membuka peluang usaha. Nilai tambah dari bayam meningkat berkali lipat dibanding dijual segar. Semangat baru tumbuh di kalangan mereka untuk lebih mandiri dan kreatif.
Kontributor : Maysali
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha