Kesederhanaan Pemimpin Ala Rasulullah

PWMJATENG.COM – Dalam lintasan sejarah peradaban manusia, jarang ditemukan pemimpin yang menggabungkan kekuasaan, karisma, serta keteladanan moral sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Muhammad ﷺ. Beliau tidak hanya menjadi pemimpin agama, tetapi juga pemimpin masyarakat, negara, sekaligus panglima perang. Namun, meski memiliki otoritas besar, Rasulullah ﷺ tetap menjalani kehidupan yang sederhana. Kesederhanaan ini bukan sekadar gaya hidup, melainkan prinsip yang menyatu dalam kepemimpinannya.
Kesederhanaan Rasulullah ﷺ terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Beliau tinggal di rumah yang amat sederhana, jauh dari kemewahan istana para raja. Tempat tidurnya hanyalah tikar kasar yang meninggalkan bekas pada punggung beliau. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Umar bin Khattab menangis ketika melihat Rasulullah ﷺ tidur di atas tikar kasar, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, engkau adalah pemimpin umat ini. Namun, engkau hanya berbaring di atas tikar yang membuat punggungmu berbekas.” Rasulullah ﷺ pun menjawab, “Apalah arti dunia bagiku? Aku di dunia ini ibarat seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, lalu pergi meninggalkannya.”
Kesederhanaan ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَا وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi; dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu; dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)
Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sarana menuju akhirat. Rasulullah ﷺ mencontohkan bagaimana menikmati nikmat Allah dengan penuh syukur, tanpa berlebih-lebihan, dan tetap menjaga orientasi akhirat.
Dalam kepemimpinannya, kesederhanaan Rasulullah ﷺ bukan berarti kelemahan. Sebaliknya, justru menjadi sumber kekuatan moral yang memikat hati para sahabat. Beliau tidak memisahkan diri dari rakyatnya. Bahkan, dalam peperangan, beliau turut menggali parit, mengangkat batu, dan berjuang bersama para sahabat. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi ﷺ:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Artinya: “Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai. Di belakangnya umat berperang dan dengannya mereka berlindung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca juga, Wakil Ketua PWM Jateng Wahyudi: Rasulullah Adalah Figur Sempurna untuk Dijadikan Teladan
Hadis tersebut menegaskan bahwa pemimpin bukanlah sosok yang berkuasa demi kepentingan pribadi, tetapi pelindung yang hadir di tengah umatnya. Rasulullah ﷺ menunjukkan hal itu dengan keterlibatan langsung, bukan sekadar instruksi dari kejauhan.
Dalam konteks kehidupan modern, kesederhanaan pemimpin ala Rasulullah ﷺ sangat relevan. Banyak pemimpin hari ini yang terjebak dalam gaya hidup mewah, jauh dari penderitaan rakyat. Padahal, teladan Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa kepemimpinan sejati justru lahir dari sikap rendah hati, empati, dan kesediaan berbagi nasib dengan yang dipimpin.
Kesederhanaan juga melahirkan kepercayaan. Rakyat merasa dekat dan terlindungi ketika melihat pemimpin tidak menempatkan dirinya di atas mereka. Inilah yang menjadikan Rasulullah ﷺ begitu dicintai oleh umatnya, bahkan hingga kini, lebih dari 14 abad setelah wafatnya.
Esensi dari kesederhanaan Rasulullah ﷺ terletak pada orientasi akhirat. Beliau menolak hidup bermewah-mewah karena sadar bahwa dunia hanya sementara. Dengan kesederhanaan itu, Rasulullah ﷺ membuktikan bahwa kekuasaan tidak harus ditunjukkan dengan gemerlap harta atau kemegahan istana, melainkan dengan keadilan, kasih sayang, dan keberanian membela kebenaran.
Pada akhirnya, kesederhanaan pemimpin ala Rasulullah ﷺ menjadi teladan yang tidak lekang oleh zaman. Seorang pemimpin akan benar-benar dihormati bukan karena kekayaannya, melainkan karena ketulusan, kesederhanaan, dan keberpihakannya kepada umat.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha