
PWMJATENG.COM, Surakarta – Lebih dari 80 persen pelaku UMKM Muslim di Indonesia masih terjerat pembiayaan konvensional berbasis riba. Kondisi ini dinilai sangat mengkhawatirkan karena dapat menyeret mereka ke lingkaran utang yang tidak sehat.
Tingkat literasi keuangan syariah pun masih rendah, hanya 30 persen secara nasional. Bahkan di Aceh, yang telah menerapkan sistem ekonomi syariah, angkanya hanya mencapai 20,21 persen. Hal ini, menurut Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Muhammad Sholahuddin, mencerminkan rapuhnya fondasi kewirausahaan Muslim.
“Banyak pelaku usaha merasa cashflow mereka lancar karena utang berbunga. Padahal mereka sebenarnya sedang membayar kepastian dengan ketidakpastian. Ibarat bayi yang dipaksa dewasa dengan suntikan dana, tumbuh cepat tapi rapuh secara fundamental,” jelas Sholahuddin saat jumpa pers di Dapur Solo UMS, Selasa (26/8).
Ia menegaskan, dunia bisnis saat ini kian permisif. Uang dianggap penguasa tertinggi, segala cara dihalalkan, dan kesadaran akan halal-haram mulai terpinggirkan. “Bisnis bukan sekadar untung rugi, tapi soal surga dan neraka. Islamic entrepreneurship harus membangun ekosistem bisnis yang adil, maslahat, dan memberdayakan umat,” tegasnya.
Sebagai solusi, Sholahuddin memperkenalkan konsep Model Coaching dan Mentoring Rasulullah. Ada tiga strategi utama yang ia tawarkan.
Pertama, revitalisasi coaching spiritual berbasis akhlak dan profesionalisme. Strategi ini diharapkan mampu melahirkan wirausahawan Muslim yang amanah sekaligus bernilai ibadah.
Kedua, digitalisasi literasi muamalah syariah melalui materi praktis dan inklusif yang mudah dipahami UMKM.
Baca juga, Menjaga Harmoni dengan Tetangga: Akhlak Sosial yang Diajarkan Nabi
Ketiga, inovasi pembiayaan syirkah berbasis teknologi. Model ini menghadirkan alternatif pengganti riba melalui pola mudharabah-musyarakah yang adil dan berkelanjutan.
Untuk memperkuat gagasannya, ia juga meluncurkan sejumlah inovasi digital. Pertama, Model Pembinaan Rasulullah untuk UMKM yang mengintegrasikan literasi syariah, spiritual coaching, dan pembiayaan syirkah.

Kedua, platform Faslun.id, sebuah Learning Management System kewirausahaan syariah dengan modul muamalah serta simulasi bisnis halal.
Ketiga, aplikasi KasirMu yang dirancang halal-friendly agar transaksi sesuai prinsip syariah sekaligus mampu mengklasifikasi produk halal.
Dalam kesempatan itu, Sholahuddin menegaskan bahwa gelar profesor bukanlah sekadar prestise, melainkan amanah dari negara dan umat.
“Gelar Prof ini bukan gelar kebanggaan, tapi amanah. Kebetulan saya diberi amanah sebagai satu-satunya profesor kewirausahaan syariah di Indonesia. Tugas saya memastikan wirausaha Muslim tumbuh dengan berkah, bukan terjerat riba,” ungkapnya.
Ia juga berpesan agar umat meneguhkan kembali orientasi berwirausaha. “Kita hidup hanya menunggu waktu salat. Maka bekerja dan berwirausaha dengan profesionalisme, akhlak, serta manfaat untuk umat adalah amal saleh sambil menunggu waktu salat,” pesannya.
Selain Muhammad Sholahuddin, Universitas Muhammadiyah Surakarta juga akan mengukuhkan empat guru besar lainnya. Mereka adalah Muhammad Mujiburohman sebagai Guru Besar bidang Teknologi Separasi, Minsih di bidang Pendidikan Inklusi, Yuli Kusumawati di bidang Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, serta Herry Purnama di bidang Teknologi Bersih dan Pengolahan Limbah.
Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha