
PWMJATENG.COM, Surakarta – Alumni SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta angkatan 1967 menggelar reuni yang penuh makna di Hall Hotel Margangsa, Selasa (26/8/2025). Acara tersebut tidak hanya menjadi ajang bernostalgia, tetapi juga menghadirkan kajian spiritual yang menekankan pentingnya kepekaan sosial melalui teologi Al-Ma’un.
Ketua panitia reuni, Gunawarman, menyampaikan bahwa kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari, mulai Senin hingga Selasa pagi. Ia menyebut reuni ini bertujuan mempererat silaturahmi sekaligus mengenang masa kecil di bangku sekolah.
“Alhamdulillah, alumni SD Muhammadiyah 1 Surakarta tahun 1967 dapat berkumpul kembali. Terima kasih kepada guru kami, Pak Jatmiko, yang sejak pukul 04.00 WIB sudah berkenan membersamai dan memberikan Siraman Rohani Islam (SRI),” ujar Gunawarman sambil tersenyum.
Dalam kesempatan itu, ceramah disampaikan oleh Dwi Jatmiko, Dai Champions Standardisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Ia mengajak para alumni untuk senantiasa istiqamah dalam berinfak dan berbagi kepada masyarakat pra-sejahtera.
Mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an, Jatmiko menjelaskan, “Dalam QS al-Żāriyāt [51]: 19 disebutkan, ‘dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian’.”
Menurutnya, ayat tersebut menjadi pengingat bahwa salah satu ciri orang bertakwa ialah gemar berinfak. Ia menekankan bahwa kebaikan ini hendaknya dilakukan baik dalam keadaan lapang maupun sempit, saat kaya maupun miskin, serta tetap istiqamah di segala situasi.
Lebih lanjut, Jatmiko menyinggung persoalan globalisasi neoliberalis yang menurutnya membawa dampak ganda. Di satu sisi, globalisasi memang berhasil mendorong kemajuan peradaban manusia. Namun di sisi lain, sistem ini juga memperlebar jurang ketidakadilan, memunculkan pemiskinan, dan menimbulkan konflik sosial.
Baca juga, Jalan Amal Saleh: Menemukan Makna Hidup dalam Bingkai Waktu
“Para pembuat keputusan sebenarnya tahu bahwa model globalisasi neoliberal hanya akan melipatgandakan kemiskinan dan marjinalisasi. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa menghentikan ideologi ini agar keuntungan tidak hanya dinikmati segelintir pihak, melainkan melimpah kepada seluruh warga dunia,” papar Jatmiko.
Dalam ceramahnya, ia menegaskan relevansi teologi Al-Ma’un sebagai solusi menghadapi problem keadilan dan peradaban. Surah pendek dalam Al-Qur’an itu, menurutnya, menjadi manifesto antiketimpangan yang secara tajam mengkritik pemusatan modal pada kelompok terbatas.

“Surat Al-Ma’un memberi pesan tegas. Pertama, kritik atas ketidakadilan struktural (ayat 1–2) yang menyinggung pentingnya akses adil terhadap faktor-faktor produksi. Kedua, kedermawanan sosial (ayat 3–7) yang mengajarkan bahwa berbagi harus dimulai sejak awal proses produksi, bukan sekadar setelah ada surplus. Ketiga, keotentikan spiritual (ayat 4–6) yang menegaskan keseimbangan hidup dunia dan akhirat,” ungkapnya.
Jatmiko menilai, semangat Al-Ma’un sangat penting di tengah tantangan globalisasi yang kerap mengabaikan nilai keadilan. Ia menegaskan bahwa umat Islam perlu mengamalkan ajaran tersebut tidak hanya sebatas ritual, melainkan dalam tindakan nyata yang menyentuh kehidupan sosial.
Pesan tersebut disambut antusias para alumni yang hadir. Bagi mereka, reuni kali ini tidak hanya sekadar bernostalgia, melainkan juga menjadi momentum memperbarui kesadaran akan pentingnya kepedulian sosial. Kehadiran ceramah itu memperkaya makna pertemuan sehingga tidak berhenti pada silaturahmi semata, melainkan juga menambah bekal spiritual untuk kembali terjun ke masyarakat.
Gunawarman menambahkan, reuni ini diharapkan dapat mempererat ikatan emosional antaralumni sekaligus memperkuat semangat pengabdian kepada umat. “Kami berharap reuni ini tidak hanya menjadi ajang bertemu, tetapi juga mengingatkan kembali tentang pentingnya nilai-nilai sosial yang diajarkan di sekolah dulu,” katanya.
Kontributor : Jatmiko
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha