
PWMJATENG.COM, Yogyakarta – Dalam acara bertajuk Mainstreaming GEDSI (Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial): Mengembangkan Jurnalisme Inklusif, yang digelar Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah pada Rabu (6/8/25) di SM Tower Yogyakarta, isu keadilan bagi kelompok rentan mengemuka sebagai diskursus utama.
Niki Alma Febriana Fauzi, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tampil menyampaikan pandangan tajam soal keberagaman dalam perspektif Islam. Ia menyebut bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih menyerap isu-isu sosial melalui narasi yang dibalut dengan pemahaman keagamaan.
“Banyak orang masih memahami realitas sosial dari cara pandang agama, sayangnya tidak selalu dengan pemahaman yang adil dan utuh,” ungkap Niki di hadapan peserta.
Mengutip QS. Al-Anbiya ayat 107, Niki menegaskan bahwa Islam adalah agama kasih sayang. Ajaran rahmatan lil ‘alamin, katanya, diperuntukkan bagi seluruh umat manusia—tanpa kecuali.
“Makna kasih sayang dalam Islam tidak terbatas untuk kelompok mayoritas saja. Islam juga menjangkau difabel, perempuan, dan kelompok rentan lainnya,” ujarnya.
Dalam penjelasannya, Niki juga menyinggung QS. Az-Zariyat ayat 51 dan An-Nahl ayat 97. Kedua ayat tersebut, menurutnya, secara eksplisit menunjukkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, serta antar sesama manusia.
“Islam tidak pernah mendiskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan, semuanya memiliki hak yang sama untuk memperoleh amal saleh dan ganjaran dari Allah,” jelasnya.
Baca juga, Zakat Kontemporer dalam Perspektif Muhammadiyah: Menafsir Ulang Delapan Asnaf dalam Konteks Kehidupan Modern
Ia juga menyoroti keberagaman sebagai bagian dari sunnatullah. Niki mengutip QS. Al-Hujurat ayat 13, yang menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari laki-laki dan perempuan, serta menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal.
“Yang menjadi penentu kemuliaan seseorang bukanlah gender, suku, status sosial, ataupun budaya, melainkan tingkat ketakwaannya,” kata Niki.
Menurutnya, pesan ini penting untuk terus digaungkan, terutama dalam ranah jurnalisme dan penyampaian informasi publik.
“Jurnalisme inklusif harus menghadirkan narasi yang tidak bias terhadap kelompok tertentu. Kita harus mendorong praktik jurnalistik yang berpihak pada keadilan sosial, bukan sekadar mengulang narasi dominan yang mengabaikan kelompok marjinal,” ujarnya.
Acara yang diselenggarakan oleh PP ‘Aisyiyah ini menjadi momentum penting untuk menyoroti perlunya pendekatan GEDSI dalam dunia jurnalistik. Dalam forum tersebut, para peserta berdiskusi mengenai bagaimana media dapat memainkan peran strategis dalam menciptakan ruang publik yang inklusif.
Niki juga mengajak media untuk lebih berani menyuarakan keberagaman perspektif dalam pemberitaan. Menurutnya, sudah saatnya media tidak hanya menjadi saluran informasi, tetapi juga alat transformasi sosial.
“Ketika media berani menampilkan wajah-wajah dari kelompok rentan secara adil dan utuh, maka di situlah nilai rahmatan lil ‘alamin bisa dirasakan secara nyata,” tutur Niki.
Melalui acara ini, ‘Aisyiyah mengukuhkan komitmennya dalam memperkuat narasi keadilan sosial berbasis nilai-nilai Islam. Upaya ini sejalan dengan semangat Muhammadiyah dalam membangun masyarakat yang berkemajuan, adil, dan menghargai keberagaman.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha