Salat Id dan Jumat di Hari yang Sama, Ini Penjelasan Lengkap Tarjih Muhammadiyah

PWMJATENG.COM, Surakarta – Menjelang Iduladha 1446 H yang jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025, muncul pertanyaan dari masyarakat: jika salat Iduladha dan salat Jumat dilakukan di hari yang sama, bolehkah salah satunya ditinggalkan? Pertanyaan ini dijawab tuntas dalam Kajian Tarjih Online Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang digelar secara daring oleh Biro Pengembangan dan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Selasa (3/6).
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Yayuli, menjadi narasumber utama dalam kajian tersebut. Ia menyampaikan bahwa dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW pernah memberikan keringanan untuk tidak melaksanakan salat Jumat setelah salat Id, terutama bagi jamaah yang tinggal jauh dari masjid. Namun, konteks kekinian berbeda.
“Pada masa Nabi memang pernah diberi rukhsah atau keringanan untuk tidak melaksanakan salat Jumat bagi yang sudah salat Id, tapi itu karena kondisi geografis. Sekarang, akses ke masjid mudah, maka sebaiknya tetap melaksanakan keduanya,” terang Yayuli dalam penjelasannya.
Yayuli menekankan bahwa pelaksanaan dua ibadah ini pada hari yang sama tidak seharusnya menjadi alasan untuk meninggalkan salah satunya. Ia mendorong umat Islam agar menunaikan keduanya demi kesempurnaan ibadah.
Selain membahas soal salat, kajian juga menyoroti topik kurban yang relevan menjelang Iduladha. Yayuli menjelaskan bahwa baik hewan jantan maupun betina diperbolehkan untuk dijadikan hewan kurban. Meskipun masyarakat cenderung memilih hewan jantan, tidak ada dalil yang melarang penggunaan hewan betina.
Baca juga, Antara Kurban dan Ketimpangan Sosial: Menjawab Tantangan Distribusi yang Adil
“Secara syariat, hewan jantan maupun betina sama-sama sah dijadikan hewan kurban. Yang penting sehat dan memenuhi syarat,” jelasnya pada Rabu (4/6).
Ia juga menjelaskan bahwa waktu penyembelihan hewan kurban dimulai sejak selesai salat Iduladha hingga akhir hari Tasyrik, yaitu 10–13 Dzulhijjah 1446 H atau 6–9 Juni 2025. Ketentuan ini merujuk pada surah Al-Hajj ayat 28 yang menegaskan waktu-waktu penyembelihan sebagai bagian dari ibadah.
Dalam pelaksanaannya, Yayuli menyebut bahwa menyembelih sendiri hewan kurban lebih utama. Namun, bila tidak mampu, seseorang boleh mewakilkannya kepada orang yang ahli.
“Yang penting, adab penyembelihan harus diperhatikan. Gunakan pisau yang tajam, tidak berkarat, dan hadapkan hewan ke arah kiblat sebelum membaca doa,” ujarnya.
Distribusi daging kurban pun tak kalah penting. Menurut Yayuli, pembagiannya tidak boleh eksklusif hanya untuk kerabat atau golongan tertentu. Sebaliknya, sebaiknya diperluas agar bisa menjangkau masyarakat luas.
“Semangat kurban adalah semangat berbagi dan kepedulian sosial. Maka distribusinya sebaiknya menyentuh masyarakat sekitar, terutama yang membutuhkan,” tandasnya.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha