Kolom

Keikhlasan Berbagi Tanpa Pencitraan

Keikhlasan Berbagi Tanpa Pencitraan

Oleh : Wurry Srie (Ibu rumah tangga yang suka menulis, Koordinator Divisi Keluarga MTDK PDA Jepara, masih aktif di PCA Donorojo)

PWMJATENG.COM – Kabar tentang tertangkapnya remaja pencuri pisang membuatku merenung. Setega itu orang-orang mengaraknya di jalan seolah sudah mati rasa nurani di dada. Tidak adakah satu orang saja yang menyikapi pencurian ini dengan bijak? Ataukah memang harus begitu cara untuk membuat agar pencuri jera dan malu? Apakah sudah dicoba dengan pendekatan kepada pelaku sehingga lebih terasa manusiawi? Ah, pertanyaan-pertanyaan ini rasanya tak mampu memengaruhi apa pun.

Masih segar di ingatan, nenek pencuri singkong yang duduk bersimpuh di persidangan memohon ampun atas perbuatan yang terpaksa dilakukan. Persidangan yang berlarut akhirnya berujung si nenek justru membawa sejumlah uang atas kebijakan seorang hakim yang peduli dan masih punya hati nurani.

Kedua peristiwa pencurian tersebut sama-sama karena urusan perut yaitu rasa lapar. Perbuatan mencuri memang tidak dibenarkan dalam ajaran agama apa pun. Mengambil hak orang lain adalah perbuatan tercela. Namun, kenyataan yang ada di depan mata sekarang, mencuri bukan lagi aib tapi sudah membudaya. Tentu yang terakhir itu tidak terjadi pada orang-orang yang jelas-jelas butuh demi sekadar mengganjal perut untuk sementara.

Tindakan mencuri pisang atau singkong karena miskin dan lapar adalah hal yang terpaksa dilakukan demi bertahan hidup. Kemiskinan tak bisa diajak kompromi dan perut lapar tak mau diajak bersabar. Kemiskinan kadang membuat gelap mata, membuat buta dan tuli sehingga melahirkan tekad yang berujung pahit.

Si pemuda pencuri pisang tentu tidak asal mencuri walau kabar yang beredar hal itu sudah dilakukan beberapa kali. Apalagi dia masih berstatus sebagai pelajar aktif. Kepahitan hidup tanpa orang tua dan menanggung biaya hidup sehari-hari bersama adiknya membuatnya putar otak. Meski warga miskin dan anak terlantar itu urusan negara, tetapi realitanya bak panggang jauh dari api. Di titik kebuntuan dan terdesak akhirnya timbul keinginan mencuri.

Baca juga, Meneladani Rasulullah dalam Berpuasa dan Berbuka

Indonesia terkenal dengan negerinya yang makmur dengan hasil bumi yang melimpah. Namun di sudut-sudut tersembunyi tak terhitung warganya yang belum bisa menikmati kekayaan negeri yang gemah ripah loh jinawi ini. Seakan makin curam kesenjangan sosial yang kini terlihat dan yang lebih memprihatinkan adalah semangat berbagi kepada sesama hanya di titik-titik tertentu.

Sesungguhnya jika kita mau jujur, untuk berbagi rezeki dengan mereka yang kurang mampu, tidak perlu menunggu kita punya lebih. Apalagi di momen bulan Ramadan saat ini, berbagi makanan adalah amalan ringan yang pahalanya dilipatgandakan. Termasuk juga berbagi kebahagiaan sekecil apa pun kepada lapisan masyarakat tertentu, sangat dianjurkan.

Ketika budaya berbagi kepada sesama sudah mendarah daging di masyarakat, kita tak akan menemui anak-anak atau keluarga yang tidak bisa makan. Tetangga yang memiliki kepedulian tinggi yang didasari iman dan takwa tidak akan menutup mata atas apa yang terjadi di sekitarnya. Dari sekian peristiwa yang terjadi, dua kisah di atas sudah cukup membuat mata kita terbuka. Melek.

Seharusnya kita merasa malu kepada Allah yang sejauh ini telah memberi kita kecukupan bahkan kelebihan di banyak sisi. Apakah karena kemapanan hidup ini lantas membuat lalai bahwa masih ada beberapa insan yang membutuhkan uluran tangan kita? Atau karena sejak kecil tidak pernah merasa kekurangan sehingga perihnya lapar karena kemiskinan belum pernah kita rasakan?

Berlapar-lapar puasa di bulan Ramadan adalah momen yang pas untuk mengingatkan sekaligus ikut merasakan bagaimana saudara-saudara kita ketika lapar karena kemiskinan. Puasa ini wajib dan perintah lansung dari Allah agar kita menjadi manusia yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang senantiasa; berbuat kebaikan ketika di dunia, sedikit tidur di waktu malam, memohon ampunan di akhir malam, dan pada harta mereka ada hak orang miskin yang meminta maupun yang tidak meminta, QS. Az-Zariyat (51): 16-19.

Berbuat kebaikan bisa berwujud apa saja. Salah satunya dengan cara mengelola ladang-ladang amal yang ada di depan mata dengan kekuatan masing-masing dari kita yang beragam. Berbagi makanan, rezeki, perhatian, dan berbagi ilmu yang bermanfaat dengan sesama termasuk di dalamnya. Kelak yang kita bawa saat pulang hanyalah amal saleh, harta itu titipan, dan ilmu adalah amanah.

Tidak ada manusia yang ingin hidup dalam kemiskinan. Bergelimang harta atau serba kecukupan menjadi sebuah impian hampir setiap orang. Selama kita masih dikaruniai ilmu, kemampuan berpikir dalam berbuat kebaikan, dan harta berapa pun yang kita punya, tak ada batasan dalam berbagi. Mari kita berbagi dengan kaum papa di sekitar kita dengan ikhlas tanpa pencitraan tanpa pamrih. Jangan sampai kita tidur nyenyak kekenyangan sementara masih ada tetangga yang tidak bisa tidur karena kelaparan.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE