Kolom

115 Tahun Muhammadiyah: Mendayung di Antara Al-Maun dan Al-Ashr

115 Tahun Muhammadiyah: Mendayung di Antara Al-Maun dan Al-Ashr

Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)

PWMJATENG.COM – Etika lebih tinggi dari Konstitusi, UU, Peraturan dst. Etika adalah tata nilai dasar yang seharusnya melekat pada individu dan kelompok. Ketika hukum morat-marit tapi etika masih tertanam kuat di hati banyak orang maka negara terselamatkan, begitu pula sebaliknya.

Dalam konteks Muhammadiyah, dengan semua aktifitas keagamaan, kemanusiaan, dan peradaban yang terus melesat jauh dan konsisten memajukan peradaban, oleh sang pendiri telah ditanamkan basis nilai etika sebagai tata nilai dasar seperti dalam 7 falsafah ajaran dan 17 kelompok ayat-ayat Al-Qur’an, merupakan kumpulan informasi dan pandangan filosofis dan teologis Kiai Dahlan (KRH Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan, Yogyakarta MPI PPM, 2013), Catatan Kyai Suja’ Islam Berkemajuan dan ‘Pemikiran KHA Dahlan dan Muhammadiyah’ (Abdul Munir Mulkhan, Bumi Aksara, 1990).

Saat ini mungkin kita merasa biasa saja karena semua sekolahan dan PT milik swasta dan pemerintah melakukan aktifitas berkemajuan, jadi apa bedanya dengan Muhammadiyah? Tidak muncul ghirah dan kebanggaan bermuhammadiyah, dan pindah ke tempat yang menjanjikan ma’isyah dan karir yang lebih menjanjikan, meskipun itu hak dan wajar dari perspektif ekonomi dst.

Sesungguhnya Muhammadiyah adalah pelopor awal membangun kesadaran dan kebangkitan Islam di Indonesia. Dalam sejarah Muhammadiyah, ada nilai etik Sang Pendiri atau etika Muhammadiyah yang mendasar. Di dalamnya ada etis dan etos dalam kajian filsafat.

Etis lebih kepada nilai-dasar ajaran Islam bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai spirit dasar gerakan Muhammadiyah sedangkan Etos adalah semangat pembaruan, yang diawali dengan merumuskan ijtihad teologi di mana teologi/tauhid yang selama ini dikaji merupakan diskursus ketuhanan (dzat, sifat, a’fal atau rububiyah ilahiyah, asma’ wa syifa’) diijtihadiyah secara membumi dalam konteks kemanusiaan dan kemajuan. Muncul istilah Teologi Al-Ma’un dan Teologi Al-‘Ashr sebagai nilai etis untuk membangkitkan etos kekhalifahan dalam perjuangan membangun kemanusiaan kemajuan dan peradaban global. Inilah Etika Muhammadiyah.

Orang sering mengidentikkan Muhammadiyah sebagai ‘protestanisme Islam’ karena gerak pembaruan di Nasrani dilakukan oleh Protestan. Namun etika Protestan yang dibangun menghasilkan ‘produk’ berbeda berupa akumulasi kapital seperti dalam analisis Weber dalam buku “The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism” dalam kehidupan kaum Calvinis. Muhajir Effendi menyebut Kaum Muhamadiyyin dengan sebutan kaum ‘al-Ma’unis’

Baca juga, Muhammadiyah dan Tambang: Menerima atau Menolak?

Dalam etos Al Ma’un diajarkan tentang pembelaan terhadap mereka yang duafa. KHA Dahlan menggunakan istilah Etos Welas Asih: Semangat kemanusiaan berbasis cinta kasih yang telah mempersatukan orang-orang berbeda agama, etnis dan bangsa dalam kerja-kerja kemanusiaan di Muhammadiyah. Bagi seorang ‘Dahlaniyah’ kebenaran (al-haq) dan kebaikan (al-khair) Islam adalah manfaatnya bagi semesta tanpa memandang batas agama dan bangsa. Bagi seorang ‘modernis’ Muhammadiyah adalah pilihan mantap karena orang modern melihat sesuatu itu kepada nilai guna dan kemanfaatannya.

Etos Al Ma’un menjadi tantangan aktual peradaban terkini, lebih rumit dan ironi. Iptek sudah luar biasa, teknologi informasi dari detik ke menit terus berkembang pesat namun pada saat yang sama di belahan bumi yang lain masih terjadi peperangan, pembunuhan, genocide, pengungsian, kelaparan, kerusakan alam yang luar biasa. Kita tentunya tidak ingin ‘divonis’ oleh Allah sebagai manusia ‘Beragama Palsu’ yaitu mereka yang ‘abai, lalai, lengah, leha-leha menumpuk, menimbun kapital yang merupakan sifat manusia seperti disebutkan dalam Qs. At-Takatsur sebelum turunnya Qs. Al-Ma’un.

Etos Al ‘Ashr bermula dari waktu (wal ‘ashr) yang bergerak ke depan terus maju dibutuhkan kerja kerja kreatif, visioner, inovatif, berani dan melampaui jamannya sebagaimana succes story KHA Dahlan viral 115 tahun yang lalu. Tradisi modernitas berawal dari masyarakat berbudaya maju seperti tepat waktu, tepat janji, tertib, rajin, budaya bersih, kerja keras kerja sama, kolaborasi dan sinergi dengan kunci-kunci ilmu pengetahuan, ketika sumber daya alam semakin terbatas, ketika manusia melampaui batas tidak butuh Tuhan karena sudah diganti oleh rasionalitas dan ‘Tuhan Ilmu pengetahuan’ butuh di kawal Muhammadiyah.

Dalam etos Al ‘Ashr’ diajarkan iman sebagai fondasi peradaban ( al-Ladhina Amanu) dan diwujudkan dengan pelembagaan amal saleh (wa’ Amilu al-Salihah) serta dialog antar peradaban (wa Tawash bi Al Haqq, wa Tawashaw bi Al-Shabr) yang memiliki makna transformatif penguatan moralitas dan Ipteks sebagai dua agenda utama dalam dialog peradaban di era kosmopolitan.

Kiai Ahmad Dahlan telah mengajarkan al-Ma’un dan al-Ashr. Dua gagasan besar yang telah meresap kuat dalam alam bawah sadar Muhammadiyah, melandasi visi dan misi gerakan Muhammadiyah hingga kini dan menjadi tantangan bagaimana dua Teologi itu diramu dan dioperasionalisasi menjadi spirit etis dan etos yang menyatu dengan Sistem Gerakan Muhammadiyah.

Selamat Milad 115 tahun Muhammadiyah. Mendayung di antara Al Ma’un dan Al ‘Ashr dalam Pancaran Sinar Etika Muhammadiyah mengarungi lautan peradaban yang terus bergelombang naik turun menuju Pantai Harapan. Baldlatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur. Wallahu’alam.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE