Spirit Al Maun: Humanisme Anti Kapitalis dalam Pengelolaan RS Muhammadiyah
Oleh : dr. H. Muh. Maezi ZE*
PWMJATENG.COM – Puasa sejatinya melatih diri ikut merasakan arti lapar seperti apa yang biasa dirasakan oleh kaum dhuafa. KH. Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah, dengan segenggam motivasi dan obsesi sengaja mengajarkan Surat Al Maun tersebut pada jama’ahnya secara berulang-ulang.
“Tahukah kamu orang-orang yang mendustakan Agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin. Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria, dan enggan mengulurkan pertolongan/bantuan secara berhasil guna dan berdaya guna” (Q.S. Al Ma’un ayat 1-7).
Lalu jama’ah terkesan bosan, dan mengajukan pertanyaan pada sang Kiai: “kenapa materi pengajian yang kami terima tak pernah ditambah?”. “Pengajian belum akan berlanjut ke bab lain, sebelum Surat Al-Ma’un dipraktikkan dalam keseharian,” jawab Ahmad Dahlan penuh wibawa.
Surat Al-Ma’un di atas, secara substansial mengandung beberapa pesan penting. Pertama, orang yang cuek terhadap kaum dhuafa, tergolong si pendusta agama. Kedua, ibadah salat yang berkategori ibadah mahdhah memiliki dimensi sosial. Tak ada faedah salat, bila tak dibarengi ibadah sosial kategori ghairu mahdhah. Ketiga, melakukan amal saleh sedikit pun tak boleh ria. Seperti ingin mencari nama atau popularitas, dan sifat–sifat ujub lain yang bisa membuat amal saleh tidak bermakna. Keempat, ada segelintir manusia yang terjerembab dalam mental attitude egoisme dan egosentrisme (ananiyah) sehingga enggan mengulurkan pertolongan pada kaum dhu’fa’ wa al-mustadh’afin.
Baca juga, Ketua PWM Jateng Himbau Semua Pihak untuk Bersikap Dewasa dan Berjiwa Ksatria dalam Menanggapi Hasil Pemilu
Spirit surat Al Ma’un menganjurkan agar umat Islam memperhatikan orang-orang yang terbelakang, tertindas, dan masih di bawah garis kemiskinan. Salah satu bentuk aktualisasi kandungan surat Al Ma’un yaitu dengan mengoptimalkan Lembaga Zakat, Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu). Melalui Lazismu, anggota Muhammadiyah dan siapa saja bisa mendonasikan hartanya dan nanti akan didistribusikan kepada yang berhak. Selain itu adalah apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) yang sudah mulai beralih dari sekedar “Response” terhadap bencana (datang, menolong, memberi bantuan) beralih ke “rehabilitasi dan rekonstruksi”. Jadi penanganan bencana tidak hanya sekedar sementara, namun hingga korban kembali mandiri kehidupannya. Karena di dalam spirit al Ma’un tersebut, terdapat dorongan kepada kaum muslimin untuk menjadi ya’du sufla atau kaum yang senantiasa memberi pertolongan.
Spirit Al Ma’un yang dilakukan Muhammadiyah pada awal berdirinya menjadi pondasi yang kokoh gerakan untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Dari spirit Al Ma’un lahirlah berbagai program kemanusiaan, seperti terbentuknya PKU Muhammadiyah yang memberikan pertolongan kesehatan. Demikian juga spirit Al Ma’un melahirkan berbagai sekolah, panti asuhan, dan lain sebagainya.
Pendirian PKU Muhammadiyah pertama kali diprakarsai oleh K.H. Sudja’, yang pada awalnya berupa klinik pada tanggal 15 Februari 1923 yang merupakan fasilitas kesehatan milik pribumi yang pertama sebelum Indonesia merdeka.
Spirit Al Maun dalam pengelolaan AUMKes harus pro terhadap kelompok dhuafa’-mustadh’afin, tetapi dalam memberikan pelayanan tetap harus memakai standar prima.
Baca juga, Agung Danarto: Pasca Pemilu, Warga Muhammadiyah Diharapkan untuk Kembali Bersatu!
AUMKes sebagai bagian dari Penolong Kesengsaraan Umum, harus mencerminkan kebersihan, pelayanan ramah, dan indikator-indikator baik lainnya. Bukan karena menolong orang miskin, dhuafa-mustadh’afin lalu gedungnya jelek, pelayanan tidak ramah dan seterusnya.
Jadikan Rumah Sakit Muhammadiyah yang berkemajuan. Pelayanannya berkemajuan, kebersihannya berkemajuan, senyumnya pun senyum berkemajuan. Artinya orang yang datang ke PKU Muhammadiyah ketika sakit separuh sakitnya hilang.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bahwa RS Muhammadiyah di samping mengerjakan jiwa humanisme seperti di atas, juga sebagai bidang bisnis sebagai sumber dana dalam mengembangkan dakwahnya. Maka dibukalah ruang ruang perawatan kelas VIP untuk kalangan menengah ke atas. Ranah bisnis dalam pengelolaan RS Muhammadiyah tidak boleh bersikap kapitalis yang merubah dari tujuan muhammadiyah yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar benarnya.
Sistim kapitalis dipengaruhi oleh semangat mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya dengan membebaskan cara memperolehnya. Tidak peduli adil atau tidak, tidak mempedulikan nilai nilai humanisme. Karyawan yang tidak datang akan dipotong gajinya tanpa melihat penyebabnya karena sakit atau terkena musibah. Orientasi otak kapitalis hanyalah keuntungan finansial dengan mementingkan dirinya sendiri. Pemimpin kapitalis bebas bertindak sepanjang bisa mendatangkan keuntungan. Ia tidak mempedulikan peranan pendahulunya, para seniornya, bahkan organisasinya pun dilupakan.
Muhammadiyah tidak mentolerir pemimpin yang berjiwa kapitalis. Ijtihad bisnis Muhammadiyah untuk rahmatan lil alamin. Tidak ada panggung bagi pemimpin amal usaha Muhammadiyah yang berjiwa kapitalis.
*Anggota PDM Kabupaten Pemalang.
Editor : M Taufiq Ulinuha