MIE LENDIR DAN GONGGONG
Catatan Perjalanan
Khafid Sirotudin
Selama 4 hari 3 malam kami melawat ke Batam untuk ke sekian kalinya. Kami tidak kebagian tiket pesawat Lion dan Super Air Jet (Lion Group) yang melayani penerbangan langsung Semarang (SRG) ke Batam (BTH). Terpaksa transit Cengkareng (CGK) 4 jam, boros waktu dan biaya. Kami mendarat di Hang Nadiem International Airport, Selasa malam 4 Juli 2023, 21.15 WIB.
Dalam perjalanan menuju hotel di Nagoya kami melihat pembangunan insfrastruktur jalan yang di perlebar. Dari 2 line menjadi 5-6 line di setiap sisi.
Kita tahu bahwa infrastruktur merupakan 1 dari 3 syarat bagi pengembangan Daerah Tujuan Wisata (DTW). Meski miskin SDA, Singapura sangat mahir membangun infrastruktur udara dan laut. Hampir semua maskapai internasional dari dan ke Indonesia transit di Singapura. Apalagi Singapura memiliki otoritas internasional untuk mengatur “kedaulatan udara” sebagian wilayah NKRI yang berhimpitan dengannya.
Begitu pula infrastruktur laut. Hampir semua kapal niaga dan pesiar yang melewati selat malaka dan perairan Indonesia transit di pelabuhan Singapura untuk mengisi BBM, perbekalan maupun wisata, one day tour. Singapura berhasil memadukan tiga matra ekonomi, yakni Tourism, Trade and Investment (TTI).
Dua syarat DTW berikutnya yaitu amenitas dan atraksi. Amenitas adalah fasilitas yang di miliki DTW atau destinasi seperti hotel, restoran, kedai oleh-oleh, sarana olga, tempat hiburan, panti pijat, rumah sakit, tempat “ziarah”, nite club maupun tempat perjudian “resmi”. Adapun atraksi wisata merupakan salah satu daya tarik yang memiliki nilai tersendiri dan mampu menarik wisatawan agar berkunjung. Seperti atraksi tari, berbagai pertunjukan seni budaya, pagelaran musik dan sebagainya.
Batam Saat Ini
Pulau Batam hanya berjarak 15 km dari Singapura. Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepri, terdiri dari pulau Batam, Rempang, Galang dan pulau-pulau kecil lainnya di kawasan selat Malaka dan selat Singapura. Kota Batam memiliki 12 kecamatan dan 64 kelurahan, dengan penduduk berjumlah 1,3 juta jiwa. Terdapat 5 suku yang dominan : Melayu, Jawa, Minangkabau, Batak dan Tionghoa. Kebetulan banyak saudara dan teman dari Kendal. Mereka tergabung dalam Ikatan Keluarga Besar Warga Kendal.
Baca Juga, Majelis dan Lembaga Dikukuhkan, PDM Brebes Siap Bergerak Layani Umat
Sependek pengetahuan kami, pulau Batam di buka sejak 1971 di bawah pengelolaan penuh Badan Otorita Batam. Saat ini berdasarkan PP nomor 6 tahun 2011, di bawah kendali Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam/BUMN). Sebuah tata kelola wilayah khas Indonesia yang mudah berubah seiring perubahan orde pemerintahan yang berkuasa.
Niat awal menjadikan Batam sebagai free trade zone yang mampu bersaing dengan Singapura belum menampakkan hasil maksimal. Sinergitas antar pemangku kepentingan : BP Batam, Pemkot Batam, Pemprov Kepri dan Pemerintah sepertinya belum menemukan formula yang paling ideal. Sudah saatnya kepentingan politik kebangsaan bisa di laksanakan sinergis antar stakeholders. Terutama politik kewilayahan (tata ruang), politik ekonomi, sosial budaya dan kedaulatan NKRI.
Kami teringat ketika melakukan one day tour bersama keluarga ke Singapura sepuluh tahun lalu. Kebetulan tour-guide kami seorang ibu melayu Singapura. Di tengah perjalanan di dalam suttle bus, guide menjelaskan pengembangan amenitas wisata pulau Sentosa dengan cara reklamasi pantai. Dengan santai saya berseloroh “pasir untuk reklamasi mencuri dari Indonesia ya bu”. Dengan cepat beliau menyahut : “oh no..no negara kami tidak pernah mencuri, kami membeli pasir dari supplier secara resmi”.
Di Singapura, amenitas pariwisata semacam tempat perjudian di legalkan pemerintah. Seperti halnya Genting Highland di Malaysia ataupun Macau. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar penjudi di sana warga Indonesia. Pengelola perjudian resmi di sana tidak akan mempertanyakan uang yang di pakai judi itu hasil korupsi, mencuri, money laundry atau hasil kejahatan lain di negara asal. Yang penting uangnya asli dan tidak palsu. Dan selama berjudi atau bertamasya banyak memberi keuntungan ekonomi serta tidak melanggar UU dan peraturan yang berlaku di negaranya.
Maka kita mafhum ketika melihat berita TV ada oknum pejabat Indonesia di tangkap KPK menghabiskan sebagian besar hasil korupsinya di meja perjudian Singapura. Sesuai istilah jalanan “duit demit dipangan setan” (uang hantu di makan setan). Beberapa perusahaan sawit terbesar Indonesia juga menempatkan kantor pusatnya di Singapura.
Pernah ada ide dan usulan agar Indonesia membangun satu pulau kecil dekat Singapura dan Malaysia sebagai tempat perjudian dan wisata khusus kenikmatan dunia. Dengan ketentuan, peraturan dan persyaratan ketat yang berlaku. Misalnya, WNI muslim tidak di perbolehkan memasuki kawasan tersebut.
Dari tempat perjudian resmi yang di akukan orang-orang kaya berjibun duit, pemerintah bisa menarik pajak, retribusi dan bea cukai yang sangat besar sekaligus menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya yang non muslim dan tidak mengharamkan perjudian. Side effect negatif sosial dan ekonominya jauh lebih kecil dianding membiarkan praktek perjudian “tidak resmi” lain (togel, kyu-kyu, cap nji kie, judi online, dll) tetap berlangsung di masyarakat dan menyasar keikutsertaan sebagian besar rakyat miskin berpendapatan rendah.
Mie Lendir dan Gonggong
Selain agenda kunjungan resmi dan diskusi dengan Dinas Budaya dan Pariwisata kota Batam, kami menyempatkan diri melihat kompleks perguruan Muhammadiyah Batam. Diatas lahan seluas 11 hektar, berdiri TK ABA, SD, SMP, SMA, SMK, Mahad Said bin Zaid STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) dan STIK (Sekolah Tinggi Ilmu Komputer) Muhammadiyah. Ke depan yang perlu segera dibangun Muhammadiyah di Batam adalah Rumah Sakit yang representatif dan Hotel Syariah sekelas SM Tower. Selain untuk berbagai keperluan umat, juga dapat melayani masyarakat, wisnus dan wisman yang berkunjung ke Batam. Apalagi Bandara Hang Nadiem juga menjadi bandara embarkasi dan debarkasi haji dan umroh dari beberapa provinsi di Sumatra.
Kedatangan kami kali ini tidak lalai menikmati kuliner mie lendir dan gong-gong. Mie lendir HM (Harum Manis) menjadi sajian yang “ngangeni”. Tidak usah ditanyakan kehalalannya, meski penjualnya seorang Tionghoa. Dengan melihat logo Halal BPOM-MUI terpampang mencolok di warung sudah cukup meyakinkan pembeli.
Mie lendir sudah hadir sejak 1992 di Batam. Mie basah ditambah kecambah/tauge dimasak seperti mie ayam. Setelah matang dan dituang ke piring, lalu disiram dengan kuah kental dari adonan tepung berbumbu kacang, ikan bilis (teri) dan aneka rempah. Penyajiannya ditambahkan sebutir telur rebus. Cukup bernutrisi untuk sarapan pagi.
Dengan segelas teh O hangat plus sebungkus kerupuk, harganya Rp 30 ribu. Harga yang sangat murah untuk ukuran ribuan wisman Singapura yang setiap weekend bertandang ke Batam untuk 3 keperluan : food, massage and fun. Ada ungkapan di kalangan warga Batam : “Orang Indonesia pergi ke Singapura untuk belanja sesuatu yang mahal. Orang Singapura ke Batam untuk belanja sesuatu yang murah”.
Belum ke Batam kalau belum makan Gonggong. Gonggong (Strombus canarium) salah satu jenis siput laut. Hewan laut favourit masyarakat Batam, Tanjungpinang dan daerah lain Kepulauan Riau. Gonggong juga dijadikan ikon landmark Tanjungpinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Ada pula batik motif Gonggong yang telah didaftarkan hak patennya oleh Pemprov Kepri.
Sebelum pulang kami sempatkan mampir di toko oleh-oleh Batamia kawasan Nagoya. Aneka coklat buatan Malaysia, Turki dan brand Singapura tersedia dengan harga lebih murah manakala dibandingkan harga coklat merk sama di Singapura dan Malaysia atau di Arab Saudi yang biasa untuk oleh-oleh haji. Ada juga kaos, aneka kudapan, teh O dan teh tarik kemasan merk Prenjak (bahan baku dari Jawa) serta kopi bubuk cap Kapal Tanker buatan industri Tanjungpinang.
Dijual pula sacetan kopi panggung al-ambiya “Tongkat Ali” yang viral beberapa waktu lalu. Adonan kopi dan herbal yang konon berkhasiat meningkatkan vitalitas pria dan wanita. Kopi buatan Malaysia, distributornya Singapura, bahan bakunya dari Kalimantan, Indonesia. Harga Rp 20 ribu per sacet atau Rp 300 ribu per box isi 20 sacet @ Rp 15 ribu.
Kami beli 5 sacet kopi tongkat Ali. Saya coba minum 1 sacet di rumah dan memperhatikan efeknya untuk tubuh dalam 1-2 jam. Tidak ada pengaruh yang signifikan selain badan terasa sedikit hangat sebagaimana saya minum kopi hitam biasa.
Efek kebugaran tubuh masih lebih terasa jika saya minum 1 sdm madu klanceng ditambah bubuk purwaceng asli Dieng.
Lantas saya iseng googling informasi produk yang paling laris di pasaran saat ini. Oh, ternyata ada 3 produk yang merajai pasar online, yaitu aneka produk kecantikan, pakaian dalam wanita dan produk kejantanan untuk pria. Sebuah peluang untuk pelaku UMKM memproduksi dan memperdagangkan ketiga jenis barang tersebut. Tentu harus memperhatikan sesanti : “jangan menjual makanan minuman yang anda tidak doyan; jangan menjual pakaian yang anda tidak mau memakai atau membelinya; dan jangan menjual obat, jamu, herbal, madu yang anda belum membuktikan khasiatnya”.
Wallahua’lam
Weleri, 8 Juli 2023
*) Ketua LP-UMKM PWM Jateng