
PWMJATENG.COM, Surakarta – Di tengah derasnya arus politik nasional dan memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai hukum, Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) Pondok Hajjah Nuriah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar Seminar Kebangsaan bertajuk “Revitalisasi Nilai Kebangsaan: Telaah Kritis Politik Hukum di Indonesia”, bertempat di Ruang Pascasarjana UMS, Selasa (21/10).
Kegiatan tersebut menjadi wadah edukasi bagi mahasiswa agar lebih peka terhadap isu politik dan dinamika pemerintahan. Ketua panitia, Oyan Sugianto, menuturkan bahwa tema seminar ini berangkat dari keprihatinan terhadap semakin lunturnya semangat kebangsaan di kalangan muda.
“Revitalisasi nilai kebangsaan adalah upaya membangkitkan kembali semangat ideologi bangsa. Sedangkan telaah kritis politik hukum dimaksudkan agar mahasiswa memahami bahwa dalam sejarah, politik pernah dianggap sebagai ilmu tertinggi, sehingga banyak kebijakan hukum diwarnai kepentingan politik,” ujarnya dalam sambutan.
Sementara itu, Ketua Umum PK IMM Pondok Hajjah Nuriah Shabran, Muhammad Fikri Azka, menilai mahasiswa Muhammadiyah harus mengambil peran strategis dalam politik dan pemerintahan. Ia menegaskan, banyak kader Muhammadiyah yang sudah berkecimpung di dunia politik dan pemerintahan.
“Para kader IMM harus belajar dari para senior yang berdiaspora di ranah politik. Langkah mereka menjadi inspirasi agar kita tidak apatis terhadap dinamika bangsa, tetapi justru terlibat aktif dalam memperjuangkan nilai-nilai keadilan,” katanya.
Dalam sesi pemaparan materi, Zia Khakim mengkritisi kondisi demokrasi di Indonesia yang menurutnya belum matang. Ia mengutip pandangan Buya Syafi’i Ma’arif yang menilai bahwa kemunduran demokrasi terjadi karena kualitas politisi yang belum ideal serta maraknya politisasi agama yang mencederai nilai-nilai demokrasi.
Baca juga, Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1447 H
Zia menegaskan bahwa generasi muda harus terlibat langsung dalam politik agar mampu menjadi pengawas kekuasaan. “Mahasiswa adalah agent of control. Ketika mereka berada di lingkar kekuasaan, maka ruang untuk menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan aspirasi rakyat akan lebih terbuka,” ujarnya.
Ia mencontohkan figur Din Syamsuddin sebagai teladan yang mendorong lahirnya kader umat di posisi strategis melalui program kaderisasi yang terarah dan visioner. “Tokoh seperti Din menjadi bukti bahwa keterlibatan politik bisa menjadi jalan dakwah dan pengabdian,” tambahnya.

Pemateri kedua, Anas Asy’ari Nasuha, memaparkan politik hukum di Indonesia sebagai refleksi dari nilai-nilai kebangsaan. Ia menjelaskan bahwa dalam negara hukum, setiap kebijakan yang menyangkut kepentingan publik harus dilandasi legalitas dan tanggung jawab.
“Ketika kita ingin menyuarakan hak orang lain, yang paling mahal adalah tanda tangan. Itu simbol persetujuan dan bukti otentik dalam proses hukum,” katanya.
Anas menilai hukum di Indonesia masih timpang. “Sering kali hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Banyak kebijakan justru sarat kepentingan politik. Karena itu, mahasiswa perlu memahami arah politik agar mampu bersikap kritis dan objektif terhadap isu nasional,” tegasnya.
Seminar kebangsaan ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran mahasiswa untuk tidak apatis terhadap politik. Menurut panitia, politik bukan sekadar soal kekuasaan, melainkan ruang perjuangan moral untuk memperjuangkan nilai kemanusiaan dan keadilan.
“Mahasiswa harus tahu arah kebijakan pemerintah, agar tidak sekadar jadi penonton. Jika ada kebijakan yang menyimpang, tugas kita adalah meluruskan,” pungkas Oyan.
Kontributor : Farhan
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha