Kenapa Membayar Zakat Melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ)? (V)
Oleh : Ikhwanushoffa*
PWMJATENG.COM, Semarang – Argumentasi selanjutnya tentang urgensi Amil sebagai pengambil Zakat adalah bagian keempat, yakni yang menerima tasaruf (mustahik) tidak perlu merasa hutang budi. Zakat adalah hak para asnab. Bagaimana seseorang menerima haknya harus merasa hutang budi pada yang memberi?! Tentu itu tidak benar.
Islam menghindari praktek manipulatif dalam beribadah. Maka sejak dini perkara niat amat ditekankan dalam agama kita. Memberi sambil promosi, memberi sambil meminta atensi untuk kepentingan pribadi sesungguhnya adalah racun dalam shodaqoh. Ada sebuah kejadian nyata. Seorang Bapak berujar bahwa ia mempunyai lahan kebun Jati yang cukup berjarak dari rumahnya.
Untuk meningkatkan loyalitas penjaga, maka tiap tahun zakat sang tuan kebun diberikan pada sang penjaga tersebut. Disitulah Zakat berubah menjadi obyek investasi. Bila sang penjaga kebun tidak masuk asnab, maka sudah keliru dalam penyaluran (tasaruf). Namun, bila sesuai asnab, sang penjaga kebun akan merasa berhutang budi sama pemberi.
Seberapapun keras dan giatnya kerja kita, walaupun seakan kita kerja sendirian, tetap ada hak orang lain dalam harta kita (QS. Adz-Dzariyaat: 19, QS. Al-Ma’arij: 23-25). Maka Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah manajemen antara sebagai penghubung antara yang punya dengan yang tidak punya, supaya relasi demikian harmoni. Tanpa hutang budi dan caci maki.
Kelima, bertemunya momen ijabah. Seorang mukmin seringkali bekerja keras dalam mengamalkan suatu peribadatan demi mendapatkan momen ijabah dalam doa-doanya. Banyak yang harus melewati malam-malam yang dingin ketika makhluk lain masih pulas dalam tidurnya. Bahkan ada pula yang sampai merogoh puluhan juta tabungannya demi bisa mendapatkan momen ijabah di Baitullooh dengan umrohnya.
Baca juga, Tak Hanya Tahfiz dan Tahsin, Sudah Saatnya PontrenMu Fokus ke Ilmu ‘Alat
Banyak yang tidak sadar bahwa momen ijabah dapat ditemukan tiap tahun bahkan tiap bulan, bukan dari ibadah-ibadah sunnah tetapi dalam ibadah wajib yakni penunaian zakat. Dalam QS At-Taubah ayat 103 ada diksi وَصَلِّ عَلَيْهِمْ … (… dan mendoalah untuk mereka). Ini adalah perintah Alloh kepada Amil bahwa tiap Muzakki yang tengah menunaikan zakat disyariatkan untuk didoakan. Juga di hadits riwayat Abu Dawud dari Abbas bin ‘Abdul ‘Azhim dan Muhammad bin Al Mutsanna termaktub pula perintah وَلْيَدْعُوا لَكُمْ … (… hendaklah mereka mendo’akan kalian). Sebaliknya, ini adalah pesan Rosulullooh SAW kepada umatnya yang menunaikan zakat (muzakki) untuk selalu minta doa pada Amil tiap donasi zakatnya diambil. Bila Quran memerintahkan untuk mendoakan dan hadits menyuruh untuk meminta doa apa kesimpulannya? Itulah momen ijabah.
Keenam, bila kita warga Muhammadiyah/Aisyiyah adalah ketaatan pada Instruksi PP Muhammadiyah. Surat Instruksi No. 259/INS/I.0/A/2016 yang dikeluarkan tanggal 19 Mei 2016 menjelaskan nomenklatur Muhammadiyah bahwa Lazismu adalah satu-satunya baitul maal di Persyarikatan. Struktur Pimpinan, MLO dan AUM tidak boleh mengelola ZIS tanpa ada Lazismu disana.
Demikianlah Alloh SWT menyempurnakan Islam. Dalam satu rukun dalam Rukun Islam demikian sempurna dalam menjaga segala sisi. Maka Rukun Zakat tidak cuma Nishob (ambang batas harta) dan Haul (ambang batas waktu) seperti selama ini dipahami. Namun Amil sebagai ambang batas pengelola juga masuk sebagai Rukun Zakat yang ikut menentukan sah dan sempurnanya kita dalam menunaikan Zakat.
*Manajer Area Lazismu PWM Jawa Tengah
Editor : M Taufiq Ulinuha