Feminisme sebagai Gerakan Kolektif dalam Islam
Feminisme sebagai Gerakan Kolektif dalam Islam
Oleh : Zalfa Ashilah Hauramassah Ar-Rasyid (Mahasiswa Ilmu Hadis UIN SATU)
PWMJATENG.COM – Selama beberapa dekade terakhir, feminisme sering dipahami sebagai perayaan keberhasilan individu perempuan. Sosok-sosok perempuan sukses yang mendobrak batasan menjadi simbol gerakan feminis. Namun, apakah itu benar-benar mencerminkan inti dari feminisme? Bell Hooks dalam karyanya Feminism is for Everybody menjelaskan bahwa feminisme sejati adalah perjuangan kolektif untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan bagi seluruh perempuan di dunia, bukan hanya perayaan keberhasilan individu.
Dalam Islam, semangat kolektivitas ini sangat ditekankan, dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW memberi kita panduan yang jelas mengenai pentingnya kerja sama, keadilan, dan keberpihakan pada yang lemah. Nabi Muhammad SAW menunjukkan dengan jelas bahwa perempuan adalah mitra sejajar laki-laki dalam membangun masyarakat. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Aisyah RA, Nabi SAW bersabda:
عن أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ (رواه أبو داود)
Dari Ummu-l-Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah Salahlahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya wanita itu adalah saudara kandung laki-laki”. (HR. Abu Dawud)
Pernyataan ini sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam yaitu perempuan dan laki-laki adalah entitas yang setara dalam hak dan kewajiban. Asma Barlas dalam bukunya Believing Women in Islam menyoroti bahwa Islam mengajarkan kesetaraan hak dan kewajiban bagi laki-laki dan perempuan, tetapi kesetaraan ini membutuhkan perjuangan bersama untuk mengatasi struktur sosial yang tidak adil.
Salah satu peran tokoh perempuan dalam Islam yang paling menonjol dalam memperjuangkan hak perempuan untuk didengar ialah Ummu Salamah RA. Saat Perjanjian Hudaibiyah, ketika banyak sahabat enggan mematuhi perintah Nabi untuk mencukur rambut dan meninggalkan ihram, Ummu Salamah memberi saran kepada Nabi Muhammad. Saran ini tidak hanya menunjukkan kecerdasan dan keberanian Ummu Salamah tetapi juga menegaskan pentingnya mendengarkan suara perempuan dalam pengambilan keputusan penting seperti yang dijelaskan Angela Davis dalam Women, Race, and Class, Feminisme tidak hanya tentang perempuan yang mendukung perempuan lain tetapi juga melibatkan laki-laki dalam memperjuangkan kesetaraan.
Nabi Muhammad sendiri merupakan teladan dalam hal ini, beliau memperjuangkan hak-hak perempuan dengan cara yang revolusioner pada zamannya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Tirmidzi, Nabi bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى. رواه الترمذى
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah Shallallau ‘Alaihi Wasallam berasabda: “Sebaik-baik kalian (suami) adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Pesan ini adalah deklarasi bahwa laki-laki Muslim tidak hanya dituntut untuk menghormati perempuan, tetapi juga untuk mendukung perjuangan mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks modern, feminisme sering kali dipersepsikan sebagai gerakan yang terpisah dari agama. Padahal, nilai-nilai feminisme sejatinya sejalan dengan ajaran Islam. Islam menegaskan pentingnya pendidikan bagi laki-laki maupun perempuan. Nabi Muhammad SAW bersabda,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ
Dari Anas bin Malik berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi.” (HR. Ibnu Majah)
Baca juga, Kajian Tarjih: Mengupas Tabungan Syariah dan Ribawi, Angkat Solusi Islami
Hadis ini menegaskan bahwa akses terhadap pendidikan bukanlah hak eksklusif laki-laki, melainkan kewajiban bagi setiap Muslim tanpa memandang gender. Namun, untuk mencapai kesetaraan dalam pendidikan, diperlukan usaha kolektif untuk menghapus hambatan-hambatan sosial, budaya, dan struktural yang menghalangi perempuan mendapatkan pendidikan yang layak.
Sayangnya, perjuangan kolektif ini sering kali tersendat oleh pandangan bahwa feminisme hanya tentang perempuan yang mencapai puncak kesuksesan individu. Pemikiran seperti ini mengabaikan fakta bahwa keberhasilan satu perempuan tidak akan berarti jika tidak diikuti dengan perubahan sistemik yang membantu perempuan lain keluar dari lingkaran ketidakadilan.
Misalnya, seorang perempuan yang berhasil menjadi pemimpin perusahaan mungkin dianggap sebagai simbol keberhasilan feminisme. Namun, jika di saat yang sama banyak perempuan lain yang tetap terjebak dalam diskriminasi upah atau pelecehan di tempat kerja, maka perjuangan feminisme belumlah selesai.
Prinsip amar ma’ruf nahi munkar ialah landasan penting untuk menciptakan perubahan sosial. Ungkap Fazlur Rahman dalam karyanya Islam and Modernity yang menekankan bahwa prinsip ini menuntut umat Muslim untuk bekerja sama mengatasi ketidakadilan secara menyeluruh serta menuntut kesadaran bahwa perjuangan ini harus mencakup semua perempuan, tanpa memandang status sosial, pendidikan, atau latar belakang budaya.
Sejarah Islam juga memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana perubahan besar hanya dapat dicapai melalui kerja sama yang erat antara berbagai kelompok. Kala itu di Madinah, Nabi Muhammad melibatkan semua pihak laki-laki, perempuan, tua, muda, kaya, miskin untuk membangun sebuah komunitas yang adil dan inklusif. Dalam konteks feminisme, hal ini berarti bahwa perjuangan kesetaraan gender dapat diserahkan ke semua pihak, termasuk laki-laki.
Mengingat hadis-hadis Nabi dan contoh dari sejarah Islam, kita dapat memahami bahwa feminisme sejati nya ialah perjuangan kolektif yang melibatkan seluruh masyarakat. Dimana itu bukan tentang siapa yang lebih unggul atau siapa yang mencapai lebih banyak, tetapi tentang bagaimana kita bersama-sama menciptakan dunia yang lebih adil dan setara bagi semua.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha