
PWMJATENG.COM, Semarang – Ribuan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS) memenuhi aula kampus dengan penuh semangat ketika tahun ajaran baru resmi dibuka. Dalam momentum bersejarah itu, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Masrukhi, hadir memberikan wejangan penting tentang arah perjalanan intelektual sekaligus spiritual yang harus ditempuh mahasiswa.
Di hadapan generasi muda yang akan memulai fase baru dalam hidupnya, Masrukhi menekankan bahwa ada dua nilai mendasar yang seharusnya menjadi pegangan: humanisme personal dan profesionalisme. Kedua nilai ini, menurutnya, bukan hanya sekadar konsep teoritis, tetapi prinsip hidup yang akan menentukan kualitas diri mahasiswa di masa depan.
Dalam paparannya, Masrukhi menjelaskan bahwa humanisme personal adalah fondasi moral yang harus melekat pada setiap mahasiswa. Nilai ini mencakup solidaritas, disiplin, kepedulian, tanggung jawab, dan tawakal.
Solidaritas berarti kemampuan mahasiswa untuk peduli terhadap sesama, baik dalam lingkup akademik maupun kehidupan sosial. Masrukhi menegaskan bahwa mahasiswa tidak boleh berjalan sendiri dalam menempuh pendidikan, melainkan harus hadir sebagai penopang bagi kawan-kawannya. Nilai ini sejalan dengan semangat kebersamaan yang telah menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah sejak awal berdiri.
Disiplin, menurutnya, adalah syarat mutlak keberhasilan. Tanpa disiplin, bakat dan kecerdasan tidak akan berkembang maksimal. Sementara kepedulian adalah wujud nyata dari hati yang peka terhadap sekitar. Seorang mahasiswa, kata Masrukhi, perlu membuka mata pada problematika sosial yang ada di sekitarnya agar ilmunya tidak berhenti di ruang kuliah, tetapi menjadi solusi nyata bagi masyarakat.
Lebih jauh, ia mengingatkan tentang tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri, keluarga, maupun bangsa. Mahasiswa adalah generasi penerus yang akan mengisi ruang-ruang strategis dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, mereka harus siap memikul beban amanah tersebut. Di atas semua itu, tawakal menjadi puncak dari nilai humanisme personal. Setelah segala usaha dilakukan, seorang mahasiswa harus menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah Swt. Firman Allah menegaskan:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)” (QS. At-Talaq: 3).
Selain nilai humanisme, Masrukhi, yang juga Rektor UNIMUS menekankan pentingnya profesionalisme. Menurutnya, profesionalisme adalah kemampuan menguasai bidang keilmuan secara serius dan berintegritas, sehingga mahasiswa dapat menjadi insan yang siap bersaing di era modern.
Profesionalisme ini, jelasnya, mencakup transformasi pemanfaatan teknologi informasi (IT), kemampuan belajar mandiri atau self-directed learning, motivasi belajar yang berkelanjutan, literasi digital, serta perencanaan karier dan kehidupan.
Baca juga, Amar Ma‘rūf Nahi Munkar: Dari Dakwah Bil-Lisān hingga Dakwah Bil-Hāl
Transformasi IT, kata Masrukhi, tidak lagi menjadi pilihan, tetapi keharusan. Dunia kerja dan masyarakat kini sepenuhnya bergerak dalam lanskap digital. Mahasiswa yang melek teknologi akan lebih mudah beradaptasi dan memberikan kontribusi nyata.
Kemampuan belajar mandiri juga sangat penting. Ia menegaskan bahwa mahasiswa tidak boleh hanya bergantung pada dosen, melainkan harus aktif mencari pengetahuan. Dalam konteks inilah, motivasi belajar menjadi faktor penentu. Tanpa dorongan dari dalam diri, ilmu akan berhenti di tengah jalan.
Literasi digital juga tidak kalah penting. Di era banjir informasi, mahasiswa harus mampu memilah mana informasi yang benar dan bermanfaat, serta menghindari hoaks yang menjerumuskan. Sementara itu, perencanaan karier dan kehidupan adalah langkah strategis agar mahasiswa tidak berjalan tanpa arah setelah lulus.
Masrukhi menekankan bahwa dua nilai tersebut harus berjalan seimbang. Humanisme personal akan membentuk karakter mahasiswa yang berakhlak, sementara profesionalisme menjadikan mereka kompeten dalam bidangnya. Kombinasi keduanya akan melahirkan lulusan yang bukan hanya pintar, tetapi juga berintegritas.
Dalam pandangannya, pendidikan tinggi Muhammadiyah tidak hanya bertujuan mencetak tenaga profesional, tetapi juga membentuk pribadi yang islami. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad saw.:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain” (HR. Ahmad).
Hadis ini, menurutnya, menjadi landasan mengapa mahasiswa harus memadukan keilmuan dengan kepedulian sosial. Ilmu yang dimiliki harus menjadi sumber manfaat, bukan sekadar alat untuk kepentingan pribadi.
Di akhir pesannya, Masrukhi mengajak mahasiswa baru UNIMUS untuk menjalani kuliah dengan gembira. Ia menekankan bahwa kebahagiaan dalam belajar akan memperkuat motivasi dan membuka jalan menuju keberhasilan.
Belajar dengan gembira tidak berarti mengabaikan keseriusan, tetapi menjadikan proses akademik sebagai perjalanan yang menyenangkan. Dalam suasana hati yang positif, ilmu lebih mudah diserap dan diaplikasikan.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha