PWMJATENG.COM, Surakarta – Sebagian besar wilayah Indonesia kini memasuki musim penghujan dengan potensi curah hujan yang lebih tinggi akibat fenomena La Nina. Fenomena ini diperkirakan meningkatkan curah hujan hingga 20 persen, terutama pada akhir 2024 hingga awal 2025. Selain itu, dinamika cuaca semakin dipengaruhi oleh keberadaan Siklon Tropis Yinxing di sekitar Laut Filipina.
Pakar Klimatologi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Yuli Priyana, menjelaskan bahwa kondisi musim di Indonesia sangat bergantung pada pola angin muson barat dan timur. “Pergerakan angin muson ini dipengaruhi oleh gerak semu matahari. Ketika matahari berada di belahan bumi utara, suhu meningkat, tekanan udara menurun, dan angin bergerak ke utara. Ini dikenal sebagai angin muson timur,” ujar Yuli saat ditemui di Fakultas Geografi UMS, Senin (18/11).
Sebaliknya, saat matahari berada di selatan, terjadi angin muson barat yang membawa kelembapan dari laut sehingga memicu curah hujan yang tinggi. Kombinasi pola muson ini ditambah dengan fenomena El Nino dan La Nina menjadi kunci dalam perubahan pola musim di Indonesia.
“Jika ada El Nino, curah hujan cenderung menurun. Sebaliknya, La Nina akan meningkatkan curah hujan hingga lebih tinggi dari normal,” ungkap Yuli. Berdasarkan prakiraan BMKG, kondisi La Nina pada akhir 2024 hingga awal 2025 akan membawa hujan lebat di sebagian besar wilayah Indonesia.
Baca juga, Naskah Pidato Milad ke-112 Muhammadiyah “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”
Mengenai keberadaan Siklon Tropis Yinxing di sekitar Laut Filipina, Yuli menjelaskan bahwa siklon tropis biasanya terbentuk di wilayah dengan garis lintang sekitar 12 derajat utara atau selatan. Di Indonesia, pembentukan siklon tropis umumnya terjadi di perairan hangat dan dipengaruhi oleh rotasi bumi.
“Siklon ini bisa memicu curah hujan tinggi di wilayah Indonesia meskipun pusat siklonnya tidak berada di sekitar Nusantara. Dampaknya bisa signifikan terhadap dinamika cuaca lokal,” jelasnya.
Curah hujan tinggi yang terus berlanjut berpotensi mengganggu stabilitas sektor pertanian dan perikanan. Yuli mengingatkan pentingnya antisipasi agar dampaknya tidak terlalu besar pada masyarakat yang bergantung pada kedua sektor ini.
“Kekurangan hujan atau curah hujan yang berlebihan, keduanya berdampak pada pertanian. Petani bisa menghadapi risiko gagal panen. Begitu juga dengan nelayan, mereka harus diberikan peringatan dini untuk menghindari bahaya akibat cuaca buruk di laut,” katanya.
Yuli juga menegaskan perlunya perhatian lebih dari pemerintah dan lembaga terkait untuk mengelola dampak perubahan cuaca yang terjadi. Langkah mitigasi, seperti pengelolaan sumber daya air yang lebih baik dan pemberian peringatan dini kepada petani serta nelayan, dinilai sangat penting.
“Harus ada sinergi antara pihak terkait agar dampak yang dirasakan masyarakat, khususnya petani dan nelayan, tidak semakin parah,” pungkas Yuli.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha