Kader Dihukum Jemaah
Kader Dihukum Jemaah
Oleh : Gus Zuhron Arrofi (Sekretaris MPKSDI PWM Jawa Tengah)
PWMJATENG.COM – Ada banyak cerita menarik saat berkunjung ke berbagai daerah. Salah satunya kisah kader yang dihukum jemaah. Cerita ini tentang seorang kader yang mencoba keberuntungan maju menjadi calon anggota legislatif. Karena merasa menjadi orang Muhammadiyah tulen yang bersangkutan cukup percaya diri berkunjung ke kantong-kantong dengan basis Muhammadiyah. Harapannya sebagai sesama anak keturunan ideologis Kiai Dahlan akan mendapatkan dukungan maksimal.
Fakta berbicara sebaliknya, penolakan dan cibiran seperti pil pahit yang harus ditelan. Bukan sambutan meriah sebagaimana yang dibayangkan, tetap serangan balik yang harus diterima dan tentu saja hal itu cukup menyakitkan. Alasan dibalik penolakan itu bukan karena pribadi yang bersangkutan, tetapi kenapa partai yang dijadikan kendaraan bukan partai yang mengusung Anis Baswedan. Yang lebih menyakitkan lagi, jemaah memilih partai yang dalam sejarah pernah mencoba mengkoyak jantung gerakan Muhammadiyah.
Rasanya ingin tertawa mendengar cerita itu, tapi realitas yang terjadi memang menggambarkan demikian. Sebagian jemaah akar rumput bahkan akar tunggang Muhammadiyah masih sangat baperan dalam berpolitik. Melihat politik dengan kaca mata hitam putih. Tidak jarang menggunakan narasi agama yang tidak pada tempatnya. Mengidolakan calon seperti nabi yang tidak ada celah kritik dan celah salah.
Baca juga, Keteladanan Rasulullah
Padahal jika menggunakan kalkulasi sederhana, semuanya dapat diperhitungkan dengan mudah. Landasan berfikirnya mesti menempatkan Muhammadiyah di atas kepentingan pribadi. Dalam medan perjuangan politik yang bersentuhan langsung dengan konstituen adalah anggota legislatif daerah atau kepala daerah bukan kepala negara. Seharusnya tidak perlu menghukum kader yang sedang berihtiar untuk menjadi pahlawan politik. Karena kalau yang bersangkutan mendapatkan kursi, akses manfaat yang langsung terasa adalah komunitas jama’ah yang berada di dapil setempat. Hal itu jelas menguntungkan jama’ah dan memberi manfaat pada persyarikatan.
Cara berfikir sempit semacam itu menjadikan Muhammadiyah semakin sulit mendapatkan akses dalam bidang politik. Seharusnya pola pikirnya diubah, presiden boleh figur yang paling disukai, tapi kader tetap dikedepankan untuk jadi. Apapun jalur partainya asal yang bersangkutan adalah kader militan Muhammadiyah wajib hukumnya dimenangkan. Jemaah mestinya menempatkan diri sebagai mesin kampanye yang efektif dan efisien agar dakwah pada ranah kebangsaan dapat terealisasi dengan baik.
Kader yang menyiapkan mental untuk terjun dalam bidang politik sudah semestinya mendapatkan dukungan suara, pemikiran, bahkan jika perlu pendanaan. Bukan watak warga Muhammadiyah menunggu bantuan apalagi mengikuti tradisi politik uang. Kedewasaan dalam berpolitik dan konsolidasi gerakan untuk menguatkan peran kebangsaan harus menjadi agenda strategis ke depan. Langkah semacam itu akan memungkinkan bagi para pelaku gerakan untuk tampil percaya diri menjadi bagian pengubah arah perjalanan bangsa. Dan itu dimulai dari jemaah yang memberikan dukungan bukan jama’ah yang memberikan hukuman. Monggo sadar poro rawuh…
Editor : M Taufiq Ulinuha